Disetujui DPR, RUU Pilkada Langsung “Digugat” ke MK
Utama

Disetujui DPR, RUU Pilkada Langsung “Digugat” ke MK

Permohonan uji materi akan didaftarkan Senin (29/9).

ANT/Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Suasana sidang paripurna DPR yang menyetujui RUU Pilkada, Jumat (26/9). Foto: RES.
Suasana sidang paripurna DPR yang menyetujui RUU Pilkada, Jumat (26/9). Foto: RES.

Rapat paripurna DPR RI akhirnya menyetujui RUU Pilkada dengan opsi pilkada dikembalikan pada DPRD setelah diputuskan melalui voting di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat dinihari (26/9).

Hasil voting tersebut dimenangkan oleh fraksi-fraksi dalam koalisi merah putih dengan jumlah suara sebanyak 226, sedangkan fraksi-fraksi dalam koalisi hebat dengan tambahan 17 suara dari fraksi Partai Golkar dan Fraksi Demokrat akhirnya memperoleh 135 suara.

Pimpinan rapat paripurna menetapkan hanya dua opsi untuk divoting, yakni opsi pertama pilkada secara langsung dan opsi kedua pilkada dikembalikan ke DPRD. Mekanisme voting dilakukan secara terbuka per fraksi, yakni dengan berdiri untuk menunjukkan persetujuan terhadap opsi yang dipilihnya.

Priyo Budi Santoso yang berasal dari Fraksi Partai Golkar memulai voting dengan meminta kepada anggota Fraksi Partai Golkar untuk menunjukkan pilihannya. "Anggota Fraksi Partai Golkar yang memilih opsi pertama yakni, pilkada secara langsung silakan berdiri," katanya.

Sebanyak 11 anggota Fraksi Partai Golkar langsung berdiri. Priyo pun sempat kaget karena sejumlah politisi senior Partai Golkar tampak berdiri. Kemudian, anggota Fraksi Partai Golkar yang memilih opsi dua yakni dikembalikan kepada DPRD sebanyak 73 anggota.

Selanjutnya, Priyo meminta kepada anggota Fraksi PDI perjuangan yang memilih opsi pertama. Seorang saksi menyebut 88 dan saksi lainnya menyebut 89, sehingga Priyo meminta dihitung ulang. "Tolong dihitung ulang, karena satu suara pun akan menentukan kemenangan," katanya.

Ketika dihitung ulang Priyo menyebut jumlahnya 88.

Selanjutnya, anggota dari tiga fraksi seluruhnya memilih opsi kedua, yakni Fraksi PKS 55 anggota, Fraksi PAN 44 anggota, dan Fraksi PPP 32 anggota. Kemudian, sebanyak 20 anggota Fraksi PKB memilih opsi pertama, sebanyak 22 anggota Fraksi Gerindra memilih opsi kedua, dan 10 anggota Fraksi Hanura memilih opsi pertama.

Dalam ruangan rapat paripurna masih ada enam anggota Fraksi Partai Demokrat yang bertahan, dan mereka memilih opsi pertama.

Sebelumnya, Fraksi Partai Demokrat mengambil sikap politik 'walk out' atau meninggalkan ruang sidang rapat paripurna DPR-RI dengan agenda pengesahan RUU Pilkada karena opsi pilkada langsung dengan 10 syarat akumulatif absolut tidak diakomodir.

"Dengan tidak diakomodirnya opsi pilkada langsung dengan 10 syarat akumulatif absolut, maka Partai Demokrat menyatakan posisi politiknya dalam opsi netral. Karena itu mohon berkenan PD ambil sikap keluar 'walk out'," kata juru bicara F-PD Benny K Harman pada rapat paripurna DPR RI Senayan Jakarta, Jumat dini hari (26/9).

Sebelumnya, pimpinan rapat paripurna Priyo Budi Santoso atas desakan anggota mencabut keputusan tawaran dua opsi untuk voting, apakah pilkada langsung atau DPRD.

"Setelah mengikuti dengan seksama dinamika dan tahap demi tahapan perkembangan dalam forum maupun ditengah-tengah masyarakat dan menimbang sungguh2 ideologi demokrat yang senantiasa menjunjung tinggi kesantunan," kata Benny.

Lebih lanjut Benny menjelaskan bahwa F-PD tidak ingin kehadirannya membawa masalah-masalah baru. Karena itu tambah Benny, F-PD jelas menjunjung tinggi seluruh proses yang ada dan sungguh meminta rakyat sebagai politik. "Partai Demokrat menyatakan sebagai penyeimbang," kata Benny.

Ketika petugas dari Sekretariat Jenderal DPR RI dan sejumlah anggota yang menjadi saksi selesai menghitung, waktu sudah menunjukkan pukul 01.40 WIB.

Judicial Review ke MK

Tidak lama pasca RUU Pilkada ini disetujui oleh DPR dan Pemerintah, sejumlah pihak sudah ancang-ancang untuk membawanya ke Mahkamah Konstitusi (MK). “Saya akan mengajukan uji materi UU Pilkada via DPRD mewakili 17 buruh harian, lembaga survei dan bupati. Daftar ke MK hari Senin (29/9),” ujar pengacara Andi M Asrun melalui pesan singkatnya.

Pria yang kerap berperkara di MK menangani sengketa Pilkada ini menyatakan bahwa UU Pilkada via DPRD mengkhianati hak pilih rakyat untuk memilih Kepala Daerah dalam sebuah pesta demokrasi. “Efek paling buruk adalah menyuburkan praktik politik uang yang terukur di DPRD,” sebutnya.

Asrun menilai pasca pengesahan RUU Pilkada ini membuktikan bahwa ternyata pemerintah belum sepenuh hati melaksanakan otonomi daerah. “Ternyata legislatif masih tetap ingin desentralisasi kekuasaan,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait