Disetujui, Begini Substansi UU Hubungan Keuangan Pusat-Daerah
Terbaru

Disetujui, Begini Substansi UU Hubungan Keuangan Pusat-Daerah

Hanya Fraksi PKS yang menolak. UU ini terdiri dari 12 Bab dan 193 Pasal. Salah satunya, memuat penyederhanaan jenis pajak daerah dan retribusi daerah dalam mengurangi biaya administrasi.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Suasana rapat paripurna saat pengesahan sejumlah RUU menjadi UU di Gedung Parlemen, Selasa (7/12/2021). Foto: RES
Suasana rapat paripurna saat pengesahan sejumlah RUU menjadi UU di Gedung Parlemen, Selasa (7/12/2021). Foto: RES

Tak banyak perdebatan, palu sidang diketuk Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad saat paripurna menandakan pemberian persetujuan terhadap Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Meski tak bulat, delapan fraksi partai dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menyetujui RUU tersebut menjadi UU. Hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) yang menolak persetujuan.

“Apakah RUU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?” ujar Dasco menanyakan ke anggota dewan di Komplek Gedung Parlemen, Senin (7/12/2021) kemarin.

Wakil Ketua Komisi XI DPR Fathan dalam laporan akhirnya mengatakan adanya satu fraksi partai yang menolak dengan alasan. Fraksi PKS satu-satunya fraksi yang menolak. Alasannya, antara lain RUU Hubungan Keuangan Pusat-Daerah dinilai cenderung memperkuat re-sentralisasi dan mereduksi semangat desentralisasi. (Baca Juga: Resmi Disahkan, Ini Delapan Substansi UU Kejaksaan Hasil Perubahan)

Selain itu, hasil pembahasan RUU Hubungan Keuangan Pusat-Daerah berpotensi risiko utang negara dengan dalih membuka peluang peningkatan daerah. Serta keberpihakan terhadap rakyat kecil dengan pembebasan pajak kendaraan bermotor (PKB) untuk kendaraan roda dua dengan kapasitas mesin di bawah 155 cc tidak diakomodir. Terlepas adanya penolakan, keputusan persetujuan harus tetap diambil. Sebab, mayoritas fraksi partai dan DPD memberi persetujuan pengesahan terhadap RUU Hubungan Pusat-Daerah menjadi UU.

Dia menyampaikan RUU ini terdiri dari 12 Bab dan 193 Pasal yang intinya memuat beberapa hal. Pertama, tentang judul UU. Kedua, memuat jumlah bab yaitu ketentuan umum; pajak daerah dan retribusi daerah; transfer daerah; pengelolaan belanja daerah; pembiayaan utang daerah; pembentukan dana abadi; sinergi pendanaan; sinergi kebijakan fiskal nasional. Kemudian, ketentuan pidana; ketentuan lain-lain; ketentuan peralihan; dan ketentuan penutup.

Ketiga, jumlah pasal. Menurutnya jumlah pasal yang disepakati sebanyak 193 pasal. Pada bab pertama memuat 3 pasal terdiri dari ketentuan umum, ruang lingkup hubungan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan pendanaan. Sementara bab dua terdiri dari 102 pasal. Terdiri dari aturan berbagai jenis pajak, retribusi, materi muatan peraturan daerah tentang pajak dan retribusi, pemungutan pajak dan retribusi, kerahasiaan wajib pajak, hingga penyidikan.

Bab keempat, terdiri dari 14 pasal yang memuat tentang penganggaran belanja daerah, optimalisasi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) untuk belanja daerah, pengembangan aparatur pengelola keuangan daerah, dan pengawasan APBD. Kemudian bab lima terdiri dari 10 pasal. Antara lain memuat tentang pinjaman daerah, obligasi daerah, hingga sukuk daerah.

Sedangkan bab keenam terdiri dari 3 pasal memuat tentang pembentukan dan pengelolaan dana abadi daerah. Sementara bab ketujuh terdiri dari 2 pasal yang memuat tentang sinergi pendanaan. Kemudian bab kedelapan terdiri dari 12 pasal memuat tentang penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan daerah, hingga sinergi bagan akuntansi standar.

Bab kesembilan terdiri dari 5 pasal yang mengatur ketentuan pidana. Sementara bab kesepuluh terdiri dari 1 pasal mengatur ketentuan lain-lain. Sedangkan bab kesebelas terdiri dari 2 pasal mengatur ketentuan peralihan. Kemudian bab kedua belas terdiri dari 5 pasal mengatur ketentuan penutup.

“Dengan disetujuinya RUU ini menjadi UU diharapkan menjadi landasan hukum untuk mendorong upaya mengalokasian sumber daya nasional yang efektif dan efisien melalui hubungan keuangan pusat dan daerah yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan,” ujar Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.

Menteri Keuangan Sri Mulyani berpandangan RUU yang baru disetujui menjadi UU tersebut telah dibahas antara pemerintah dan DPR tidak bertujuan untuk melakukan resentralisasi. Justru menguatkan desentralisasi agar semakin berkualitas dan bertanggung jawab demi kepentingan rakyat melalui berbagai kebijakan yang ditujukan menguatkan kinerja daerah.

“Contohnya dapat kita lihat pengaturan tentang penyelarasan kebijakan fiskal dan daerah tidak dilakukan dengan mendikte perencanaan dan penganggaran daerah, tetapi justru mempertimbangkan berbagai program strategis pembangunan yang diusulkan daerah,” kata dia.

Dia berpendapat tujuan negara merupakan ultimate goals dari penyusunan RUU Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ini melalui perwujudan alokasi sumber daya nasional yang efisien, efektif, transparan, akuntabel dan berkeadilan. Dalam mewujudkan hal tersebut, RUU ini memiliki empat pilar. Pertama, mengembangkan hubungan keuangan pusat dan daerah dalam meminimalkan ketimpangan vertikal dan horizontal melalui kebijakan transfer ke daerah dan pembiayaan daerah.

Kedua, mengembangkan sistem pajak daerah yang mendukung alokasi sumber daya nasional yang efisien. Ketiga, mendorong peningkatan kualitas belanja daerah. Keempat, harmonisasi belanja pusat dan daerah untuk penyelenggaraan layanan publik yang optimal dan menjaga kesinambungan fiskal.

“Keempat pilar tersebut tercermin ke dalam 12 bab dan 193 rumusan pasal yang telah dibahas dan telah mendapat masukan dari berbagai pihak,” kata dia

Lebih lanjut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia (World Bank) itu mengatakan rumusan-rumusan pasal yang disusun tersebut, sejatinya bertujuan untuk mendorong desentralisasi yang berkualitas demi kepentingan rakyat melalui peningkatan kinerja daerah. Menurutnya, peningkatan kinerja daerah tersebut merupakan bentuk akuntabilitas kepada seluruh rakyat yakni setiap rupiah yang ada di APBN dan APBD sebesar-besarnya diperuntukan bagi kemakmuran rakyat Indonesia.

Penyederhanaan jenis pajak daerah dan retribusi

Sri melanjutkan RUU ini dimaksudkan untuk menyederhanakan jenis pajak daerah dan retribusi daerah dalam mengurangi biaya administrasi. Kendati terdapat penyederhanaan jenis pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD). Namun tak mengurangi jumlah PDRD yang akan diterima daerah. Menurutnya, perubahan pengaturan pajak daerah termasuk tarif, malahan bakal meningkatkan pendapatan asli daerah secara terukur.

Salah satu bentuk penyederhanaan adalah reklasifikasi 16 jenis pajak daerah menjadi 14 jenis pajak dan rasionalisasi retribusi daerah dari 32 menjadi 18 jenis layanan. Tujuannya agar memudahkan optimalisasi dan integrasi pemungutan, memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, serta dilakukan dalam rangka efisiensi pelayanan publik di daerah.

Selain itu, dalam meningkatkan kapasitas pemerintah daerah, RUU ini membuka opsi adanya tambahan retribusi untuk mendukung kapasitas fiskal daerah dalam memberikan layanan yang berkualitas kepada masyarakat. Termasuk, layanan pengawasan dan pengendalian dalam rangka melindungi kepentingan umum dan kelestarian lingkungan hidup. Seperti retribusi pengendalian perkebunan kelapa sawit.

RUU ini pun menyepakati pemberian dukungan terhadap usaha kecil dengan insentif yang dapat diberikan kepada usaha mikro serta ultra mikro sebagaimana diusulkan oleh mayoritas fraksi. Pemerintah yakin UU ini bakal memberikan nuansa baru dalam mengalokasikan sumber daya nasional yang lebih efisien dan efektif yakni melalui hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.

Dia berharap UU ini menjadi momentum dalam menguatkan peran pemerintah daerah secara bersama-sama bersinergi dengan pemerintah pusat dalam mencapai tujuan pembangunan nasional. Yakni dengan mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. “Kita semua saat ini sedang menciptakan sebuah sejarah baru dalam pelaksanaan kebijakan Otonomi Daerah di Indonesia,” katanya.

Tags:

Berita Terkait