Disebut dalam Dakwaan, Ini Klarifikasi Jaksa Agung dan Eks Ketua MA
Utama

Disebut dalam Dakwaan, Ini Klarifikasi Jaksa Agung dan Eks Ketua MA

Jaksa Agung menampik mengenal Djoko Tjandra, tapi sempat bertemu denggan Irfan saat masih menjabat Kajati Sulawesi Selatan. Sementara Hatta Ali tak mengenal Pinangki dan Irfan, namun mengenal Anita Kolopaking sebagai sesama alumni program doktor di Universitas Padjajaran dan anggota Asean Law Association.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Setali tiga uang, mantan Ketua MA M. Hatta Ali pun mengkarifikasi lantaran namanya disebut dalam dakwaan Jaksa Pinangki. Dia mengaku tak mengenal sama sekali dengan Jaksa Pinanki ataupun Andi Irfan Jaya yang merupakan eks politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem). Dalam surat dakwaan disebutkan Pinangki dan Andi Irfan membuat rencana aksi (action plan) untuk pengurusan fatwa di MA bagi kepentingan Djoko Tjandra.

Namun terhadap pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking, Hatta Ali mengaku mengenalnya. Anita merupakan teman sesama alumni program doktor hukum di Universitas Padjajaran. Tak hanya itu, Anita merupakan anggota Asean Law Association (ALA). Kemudian, Anita pun pernah menjadi salah satu peserta  delegasi dalam konferensi ALA di Phuket Thailand pada Juli 2018 lalu.

“Dengan sendirinya pasti ketemu dengan Anita dalam kegiatan tersebut, tetapi tidak ada pembicaraan tentang kasus Djoko Tjandra,” ujar Hatta Ali dalam surat terbukanya yang diperoleh Hukumonline.  

Dia mengakui saat menjabat Ketua MA memang pernah menerima kunjungan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin di kantornya secara courtesy call. Itupun dalam rangka memperkenalkan diri sebagai pejabat baru setelah Burhanuddin dilantik oleh Presiden sebagai Jaksa Agung. Baginya, perkenalan melalui courtesy call  merupakan suatu tradisi sesama penegak hukum. Apalagi kunjungan tersebut berlangsung singkat dan sama sekali tak membahas persoalan perkara Djoko Tjandra.

Hal mustahil

Terkait Fatwa MA, Hatta Ali menilai fatwa MA yang dijanjikan Pinangki Cs merupakan hal mustahil. Pasalnya, MA tak pernah sekalipun mengeluarkan fatwa yang bersifat teknis untuk membatalkan putusan ataupun mengoreksi putusan PK. Yang pasti, kata Hatta Ali, permohonan fatwa sebagaimana klaim Pinangki tak pernah diterima MA.

Namun begitu, Hatta Ali mengakui pernah bertindak sebagai salah satu hakim anggota dalam perkara permohonan PK yang diajukan Djoko Tjandra pada 2009. Dalam perkara No.100 PK/Pid. Sus/2009 tanggal 20 Februari 2012, amar putusannya menolak permohonan PK dari pemohon PK/terpidana Djoko Chandra.

“Jadi adalah mustahil juga bahwa MA/saya akan menerbitkan fatwa MA yang akan membebaskan atau menguntungkan terpidana Djoko Tjandra,” dalihnya.

Lantaran sejumlah terpidana termasuk Djoko Tjandra melarikan diri saat putusan berkekuatan hukum tetap, maka saat menjabat Ketua MA, dirinya pun pernah menerbitkan Surat Edaran MA No.1 Tahun 2012 tentang Pengajuan Permohonan PK dalam Perkara Pidana. Intinya, dalam SEMA tersebut pemohon PK harus hadir secara langsung dalam persidangan dan tak bisa diwakili oleh kuasa hukumnya. Bahkan SEMA 1/2012 masih menjadi pedoman bagi hakim di pengadilan.

Namun dalam perjalanannya saat memasuki masa pensiun sebagai “wakil Tuhan” pada April 2020 lalu, perkara Djoko mencuat kembali setelah mengajukan permohonan PK (kedua) pada Juli 2020 lalu. Dia berharap perkara korupsi Djoko Tjandra, Pinangki, Andi Irfan Jaya, dan Anita Kolopaking dapat terang dan jelas di muka persidangan. “Jika dalam perkara ini ada oknum-oknum yang menjual nama saya ataupun orang lain menjadi tanggung jawab hukum yang bersangkutan,” katanya.

Tags:

Berita Terkait