Disanksi Teguran Tertulis dan Pangkas Penghasilan, Begini Tanggapan Nurul Ghufron
Terbaru

Disanksi Teguran Tertulis dan Pangkas Penghasilan, Begini Tanggapan Nurul Ghufron

Dinilai tidak menjaga muruah KPK sebagai lembaga antikorupsi dan tidak melakukan perbuatan yang dapat menyebabkan citra KPK di masyarakat semakin menurun.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Nurul Ghufron saat persidangan atik di Dewas KPK dengan agenda pembacaan putusan di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jumat (6/9/2024). Foto: HFW
Nurul Ghufron saat persidangan atik di Dewas KPK dengan agenda pembacaan putusan di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jumat (6/9/2024). Foto: HFW

Setelah sempat tertunda, persidangan etik mengagendakan pembacaan putusan oleh Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) akhirnya terlaksana. Komisioner KPK Nurul Ghufron sebagai terperiksa dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran kode etik dengan mengintervensi proses mutasi seorang aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Kementerian Pertanian.


“Menyatakan terperiksa Nurul Ghufron terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK,” ujar Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean membacakan amar putusan sidang etik, di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jumat (6/9/2024).

Menariknya, tak saja berupa teguran tertulis sebagai sanksi sedang, majelis etik juga memberikan sanksi berupa pemotongan penghasilan sebesar 20 persen selama enam bulan. Dalam pertimbangan putusan, perbuatan memberatkan Ghufron tidak mendukung upaya pemerintah menghilangkan praktik-praktik nepotisme dengan menggunakan pengaruh.

Selain itu, tidak menjaga muruah KPK sebagai lembaga antikorupsi dan tidak melakukan perbuatan yang dapat menyebabkan citra KPK di masyarakat semakin menurun. Tak hanya itu, majelis etik menilai Ghufron tidak menyesali perbuatannya. Serta tidak kooperatif dengan menunda-nunda persidangan sehingga menghambat kelancaran proses sidang.

Baca juga:

Hukumonline.com

Ghufron saat mendengarkan majelis etik membacakan putusannya.Foto: HFW

Hal lainnya, Ghufron terlihat aktif memberikan keterangan dan pernyataan kepada media tentang apa yang dilakukannya. Alhasil, menyebabkan pemberitaan tentang perbuatan terperiksa semakin meluas. Sementara hal meringankan, Ghufron sebagai terperiksa belum pernah tersandung dan disanksi etik.

Menyikapi putusan etik itu,  Ghufron menghormati persidangan hingga putusan Dewas. Karenanya ia mengajukan pembelaan yang sudah dibacakan dan dipertimbangkan Dewas dalam putusannya. Namun sayangnya, pembelaan tersebut ditolak majelis etik Dewas dalam persidangan.

“Proses etik ini sesuai Dewas saya sekali lagi saya menghormati pertimbangan atas pembelaan yang ditolak tersebut dan saya tidak bisa ngapa-ngapain, prosesnya sudah sesuai prosedur,” ujarnya.

Ghufron masih tetap bersikukuh tidak melakukan perbuatan sebagaimana yang dituding terhadap dirinya. Secara substansial menurut Ghufron tidak pernah meminta bantuan terkait proses mutasi seorang ASN di Kementerian Pertanian agar dapat dipindahkan ke Surabaya. Menurutnya apa yang dilakukan hanya sebatas keluhan, namun ditafsirkan sebagai permintaan bantuan.

“Tapi saya tidak mempersoalkan lagi karena sudah dipertimbangkan,” imbuhnya.

Namun begitu, Ghufron mengakui menghubungi seseorang dalam menyampaikan keluhan terkait proses mutasi. Tapi lagi-lagi Ghufron keukeuh hanya menyampaikan keluhan sepertihalnya KPK menerima keluhan dari masyarakat. Peristiwa yang terjadi pada 15 Maret 2022 itu sebagaimana dalam Pasal 23 Peraturan Dewas No.4 Tahun 2021 dinyatakan daluarsa 1 tahun sejak terjadinya atau diketahuinya dugaan pelanggaran. Meski dipertimbangkan soal dalil Ghufron, namun majelis etik Dewas tidak menerima argumentasi tersebut.

“Tidak terima,” ujarnya.

Hormati PTUN

Sementara itu, Tumpak menerangkan persidangan perkara etik yang menyandung Ghufron sempat tertunda sejak Mei 2024 lalu. Rupanya penundaan dikarenakan adanya penetapan dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta buntut dari gugatan yang diajukan Ghufron. Dalam gugatannya, Ghufron menilai Dewas melakukan perbuatan tindakan yang salah dan menyalahgunakan kewenangan.

Sehingga meminta kepada PTN supaya sidang ditunda. Nah lucunya pengadilan mengabulkan dengan mengeluarkan penetapan memerintahkan Dewas untuk menunda persidangan ini,” ujarnya saat memberikan keterangan pers seusai persidangan etik digelar.

Hukumonline.com

Seusai persidangan etik, Ghufron dikawal aparat kepolisian. Foto: HFW

Dalam rangka menghormati penetapan PTUN, Dewas memutuskan menunda persidangan yang sudah mengagendakan pembacaan putusan pada 20 Mei lalu. Makanya banyak yang menyangsikan langkah Dewas yang menunda persidangan etik kala itu.

“Kenapa Dewas mundur, kita menghormati dan kita tidak mau melanggar hukum. Memang kita tidak sependapat dengan PTUN, tapi kita harus hormati,” katanya.

Tapi setelah persidangan digelar hingga rampung, maka tugas Dewas telah selesai dalam penanganan perkara etik yang menjerat Ghufron. Tapi ternyata, masih terdapat satu gugatan yang diajukan Ghufron menguji peraturan Dewas dianggap bertentangan dengan UU. Namun Dewas menurut Tumpak sudah mendapat informasi yang menolak permohonan Ghufron, kendati belum mendapatkan salinan putusan.

Tak hanya itu, masih terdapat laporan Ghufron ke Bareskrim Polri. Pihak yang dilaporkan Ghufron antara lain Tumpak, Syamsudin Haris dan Albertina Ho dengan laporan melakukan tindak pidana kriminal menyalahgunakan kewenangan. Tumpak mengaku bingung dengan langkah hukum Ghufron itu.

“Saya bingung, ini perbuatan kolektif kolegial, kok yang dilaporkan 3 orang dan apa yang disalahgunakan?. Jadi kami menunggu saja apakah akan berlanjut atau tidak. Tapi saya pikir aparat tahu mana yang delik mana yang bukan delik,” pungkas Tumpak.

Tags:

Berita Terkait