Disahkan, Ini Poin Penting dalam UU Cipta Kerja
Utama

Disahkan, Ini Poin Penting dalam UU Cipta Kerja

Dalam pembahasan RUU disepakati mencabut 7 UU dari RUU Cipta Kerja, tapi menambah 4 UU baru. Tak menghapus aturan cuti haid dan cuti kehamilan dalam UU Ketenagakerjaan. Persyaratan pemutusan hubungan kerja tetap sesuai dengan UU Ketenagakerjaan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bersama pimpinan DPR usai pengesahan RUU Cipta menjadi UU dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10). Foto: RES
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bersama pimpinan DPR usai pengesahan RUU Cipta menjadi UU dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10). Foto: RES

Pengesahan RUU Cipta Kerja dipercepat, semula dijadwalkan pada 8 Oktober 2020, tapi kemudian disahkan menjadi UU pada Senin (5/10/2020) sore. Pengesahan ditandai ketokan palu sidang Aziz Syamsuddin saat memimpin rapat paripurna. Dalam rapat paripurna ini, 6 fraksi menyetujui RUU Cipta Kerja menjadi UU, Fraksi PAN menyetujui dengan catatan, dan Fraksi Demokrat dan PKS tetap menolak.            

“Apakah RUU Cipta Kerja ini dapat disepakati menjadi UU,” ujar Wakil Ketua DPR, Aziz Syamsuddin saat memimpin rapat paripurna di Gedung Parlemen, Senin (5/10/2020) sore. Sebagian besar anggota DPR yang hadir menyatakan setuju.  

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas dalam laporan akhirnya menjelaskan, pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) disepakati mengeluarkan 7 UU dari RUU Cipta Kerja terkait penghapusan klaster bidang pers dan pendidikan. Semula RUU Cipta Kerja berdampak terhadap sekitar 79 UU yang sebagian materinya diubah, dikurangi, atau ditambah pasal.

Ketujuh UU yang dimaksud yakni UU 40 tahun 1999 tentang Pers; UU No.20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional; UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Kemudian UU No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi; UU No.20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran; UU No.4 Tahun 2019 tentang Kebidanan; dan UU No.20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.

Namun dalam pembahasan menambahkan 4 UU lain dalam RUU Cipta Kerja yakni UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP); UU No.8 Tahun 1983 tentang KUP Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah; UU No.42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 8 Tahun 1983; UU No.18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Supratman menerangkan RUU Cipta Kerja memberi kemudahan dan kepastian dalam proses perizinan melalui online single submission (OSS). Kemudian kemudahan dalam pendaftaran hak kekayaan intelektual dalam mendirikan perusahaan terbuka perseorangan. Begitu pula kemudahan dengan persyaratan yang mudah dan serta biaya yang murah. “Sehingga ada kepastian legalitas bagi pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM),” ujarnya.

Selain itu, dalam RUU ‘sapu jagat’ ini, proses sertifikasi halal bakal dipercepat. Hal ini memberikan kepastian dan kemudahan dalam proses sertifikasi halal bagi UMKM, serta biaya ditanggung pemerintah. Tak hanya itu, memperluas lembaga pemeriksa halal yang dapat dilakukan oleh Ormas Islam dan perguruan tinggi. (Baca Juga: Bila RUU Cipta Disahkan Potensial Timbul Masalah Baru Sektor Perizinan)

Demikian pula, perizinan berusaha bagi kapal perikanan bakal dilakukan penyederhanaan yakni dilakukan melalui satu pintu di kementerian perikanan dan kementerian perhubungan bakal memberikan dukungan melalui standarisasi keselamatan. Di sektor perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, pemerintah bakal mempercepat pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang dikelola secara khusus oleh Badan Percepatan Penyelenggara Perumahan (BP3).

Sedangkan di sektor agraria, kata Supratman, bakal dilakukan percepatan meredistribusi tanah yang akan dilakukan oleh bank tanah. Kemudian kewenangan pemerintah daerah tetap dipertahankan sesuai asas otonomi daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang pelaksanaannya disesuaikan dengan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) yang ditetapkan pemerintah pusat. “Agar ada standar pelayanan bagi seluruh daerah,” terangnya.

Lebih lanjut, dalam upaya peningkatan perlindungan kepada pekerja, pemerintah menerapkan program jaminan kehilangan pekerjaan tanpa menambah beban iuran dari pekerja dan pengusaha, dan tanpa mengurangi manfaat sejumlah jaminan sosial yang sudah ada. Seperti jaminan jaminan pensiun, jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kesehatan nasional (program JKN).

Sementara persyaratan pemutusan hubungan kerja (PHK) tetap mengikuti aturan dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dia menegaskan, RUU Cipta Kerja tak menghilangkan hak cuti haid dan cuti kehamilan sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Kemudian, kebijakan kemudahan berusaha bagi semua pelaku usaha. Mulai UMKM, koperasi hingga usaha besar. Tak kalah penting penguatan kelembagaan UMKM dan koperasi melalui berbagai kemudahan dan fasilitas berusaha.

Terakhir, kebijakan menerapkan satu peta atau one map policy yang dituangkan dalam RTRW yang mengintegrasikan tata ruang darat, tata ruang pesisir, dan pulau-pulau kecil. Begitu pula tata ruang kawasan terutama kawasan hutan. Dengan begitu, ke depannya terdapat kepastian hukum bagi pelaku usaha. “RUU Cipta kerja hasil pembahasan terdiri dari 15 Bab dan 186 pasal yang berarti mengalami perubahan dari sebelumnya 15 Bab dan 174 pasal,” bebernya.

Seperti diketahui, berdasarkan pandangan sembilan fraksi, terdapat 6 fraksi memberikan persetujuan terhadap RUU Cipta Kerja disahkan menjadi UU. Sementara satu fraksi yakni Partai Amanat Nasional memberikan persetujuan dengan catatan. Sementara Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) dan Fraksi Demokrat menolak RUU Cipta Kerja disahkan menjadi UU dengan berbagai alasan.

Menanggapi DPR, pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan pembahasan RUU Cipta Kerja sebanyak 64 kali hingga diambil keputusan. Meski terdapat penolakan dari dua fraksi partai, Airlangga memakluminya. Namun yang pasti, pembahasan telah berjalan transparan dengan dapat disaksikan oleh publik melalui medsos ataupub TV parlemen.

Prinsipnya pandangan pemerintah tak jauh berbeda dengan Baleg. Namun terdapat catatan pemerintah terkait dengan debirokratisasi, deregulasi komunikasi tripatrit. Begitu pula dengan operasionalisasi peraturan perundang-undangan dengan penerbitan peraturan pemerintah (PP) yang sesuai dengan jadwal. “Ini semua menjadi catatan bagi pemerintah untuk bekerja keras melaksanakan UU Cipta Kerja,” ujarnya.

Soal penolakan dari Fraksi Demokrat terkait klaster ketenagakerjaan, Airlangga menegaskan UU Cipta Kerja memprioritaskan program jaminan kehilangan pekerjaan bagi tenaga kerja yang juga menjadi bagian transparansi. Serta mekanisme pemerintah pusat dan daerah seluruhnya telah terjawab dalam UU Cipta kerja. “Ini kan proses sudah dilakukan secara transparan seperti tadi yang disampaikan oleh Ketua Baleg,” lanjutnya.

Ketua Umum Partai Golkar itu mengakui hasil pembahasan RUU Cipta Kerja memang tak dapat memuaskan semua pihak. Namun, upaya pemerintah dalam memberikan kemudahan dalam berusaha masyarakat terus diupayakan. Seperti proses perizinan bagi pelaku UMKM, dukungan terhadap pendirian koperasi minimal 9 orang, serta keleluasaan dalam melaksanakan prinsip usaha syariah.

Terhadap keterlanjuran perkebunan, menurut Airlangga, masyarakat di kawasan konservasi hutan diberikan izin atau legalitas memanfaatkan keterlanjuran lahan dalam kawasan hutan. Sehingga masyarakat tetap dapat memanfaatkan hasil perkebunan dengan pengawasan pemerintah. “Semoga undang-undang ini akan bermanfaat besar mendorong pemulihan ekonomi, membawa Indonesia menuju masyarakat yang adil makmur dan sejahtera,” katanya.

Tags:

Berita Terkait