Dirjen Pemasyarakatan Sebut Napi Asimilasi Berulah Jumlahnya Sedikit
Berita

Dirjen Pemasyarakatan Sebut Napi Asimilasi Berulah Jumlahnya Sedikit

Ditjen Pemasyarakatan mencatat jumlah narapidana asimilasi yang melakukan pelanggaran tercatat ada 70 orang.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Pembebasan program asimilasi-integrasi, warga binaan Rutan Kelas I Depok dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19. Foto: RES
Pembebasan program asimilasi-integrasi, warga binaan Rutan Kelas I Depok dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19. Foto: RES

Pemerintah berupaya menangani pandemi Covid-19 melalui berbagai langkah, salah satunya menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM No.10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana dan Anak Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19. Melalui Permenkumham ini per 30 April 2020, jumlah narapidana yang dikeluarkan lewat program asimilasi dan integrasi sebanyak 39.193 orang.

 

Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Reynhard Silitonga mengatakan asimilasi dan integrasi merupakan langkah terbaik untuk memutus mata rantai penularan Covid-19 di lapas dan rutan. Dia mengingatkan Permenkumham No.10 Tahun 2020 disebutkan asimilasi diberikan bagi narapidana yang melakukan tindak pidana selain terorisme, narkotika, dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan HAM berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi.

 

Narapidana yang ingin mendapat asimilasi menurut Reynhard harus memenuhi syarat yang ditetapkan misalnya berkelakuan baik dibuktikan dengan tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam kurun waktu 6 bulan terakhir; mengikuti program pembinaan dengan baik; dan telah menjalani satu per dua (1/2) masa pidana.

 

Untuk asimilasi anak, syaratnya harus berkelakuan baik dibuktikan dengan tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam kurun waktu 3 bulan terakhir; aktif mengikuti program pembinaan dengan baik; dan telah menjalani masa pidana paling singkat 3 bulan. Narapidana yang bersangkutan juga harus membuat surat pernyataan tidak akan melarikan diri dan tidak melakukan perbuatan melanggar hukum.

 

Reynhard melihat kebijakan ini mendapat beragam respon dari masyarakat ada yang setuju dan tidak. Ada pandangan yang khawatir narapidana yang dilepas itu akan kembali mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya. “Di Indonesia tingkat narapidana yang mengulangi kejahatannya sangat rendah dibandingkan negara lain yakni 0,2 persen (70 orang, red),” ujarnya dalam diskusi secara daring di Jakarta, Rabu (6/5/2020). 

 

Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan mengapresiasi kebijakan pemerintah yang mengeluarkan narapidana melalui asimilasi dan integrasi. Ini merupakan upaya pemerintah untuk menyelamatkan penghuni lapas dan rutan dari ancaman pandemi Covid-19. Hal ini penting mengingat kapasitas lapas dan rutan sudah berlebih atau overcapacity. “Dengan kondisi ini, lapas dan rutan tidak dapat menerapkan physical distancing atau jaga jarak, sehingga fatal jika ada satu orang yang terpapar penyebarannya akan terjadi sangat cepat,” kata Arteria dalam kesempatan yang sama.

 

Arteria menjelaskan asimilasi dan integrasi bukan kebijakan baru, melainkan program rutin karena asimilasi dan integrasi merupakan instrumen pembinaan dan hak warga binaan. Arteria melihat pelaksanaan asimilasi dan integrasi dilakukan secara selektif dan ketat. Bagi narapidana asimilasi yang melakukan pelanggaran, ada sanksi berupa pencabutan asimiliasi dan integrasi.

 

“Komisi III DPR telah sepakat mendukung kebijakan ini,” kata dia. Kendati mengapresiasi, Arteria mengingatkan pemerintah agar memaksimalkan sosialisasi, sehingga masyarakat dapat memahami program asimilasi dan integrasi ini. Baca Juga: Dampak Negatif Pembebasan Napi Harus Diantisipasi

 

Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi Kemenkumham Junaedi menghitung periode 2015-2020 jumlah penghuni lapas dan rutan bertambah 20 ribu orang, tapi penambahan kapasitas hanya 2.700. Anggaran yang dibutuhkan untuk menambah kapasitas lapas tergolong besar, misalnya untuk hunian 1.000 orang membutuhkan dana Rp150 miliar.

 

Untuk mengatasi persoalan ini, Kementerian Hukum dan HAM menyederhanakan prosedur asimilasi dan integrasi. “Kondisi rutan dan lapas sudah over capacity, penghuninya 270 ribu orang, tapi kapasitas hanya 130 ribu orang, ini rasionya sudah lebih dari 100 persen,” kata dia.

 

“Sejumlah negara juga melaksanakan kebijakan serupa antara lain Amerika Serikat sudah mengeluarkan sekitar 9 ribu narapidana, dan Iran 95 ribu orang.”

 

Menurutnya, selain membantu mengurangi over capacity, kebijakan ini mampu menghemat anggaran per 3 April 2020 mencapai Rp341 milyar. Hasil penghematan ini akan digunakan untuk membangun dan menambah hunian lapas serta rutan.

 

Pihaknya mencatat jumlah narapidana asimilasi yang melakukan pelanggaran tercatat ada 70 orang. “Ingat, asimilasi itu artinya dikeluarkan dengan status masih narapidana, jika melakukan pelanggaran, maka narapidana yang bersangkutan bisa dimasukan lagi dalam lapas/rutan,” tegas Junaedi.

 

Sebelumnya, hingga 22 April 2020, Polri mencatat ada sebanyak 28 residivis berulah berhasil dibekuk aparat kepolisian. Ke-28 residivis itu tersebar di sejumlah wilayah yuridiksi kepolisian daerah (Polda). Pertama, Polda Jateng menangani 8 tersangka dengan kasus pencurian kendaraan bermotor (curanmor), pencurian dengan kekerasan (curas), pencurian dengan pemberatan (curat) dan pelecehan seksual. Kedua, Polda Kalbar menangani 3 tersangka dengan kasus curanmor.

 

Ketiga, Polda Jatim menangani 2 tersangka dengan kasus curanmor. Keempat, Polda Banten menangani 1 tersangka dengan kasus pencurian. Kelima,Polda Kaltim menangani 2 tersangka dengan kasus pencurian dan penipuan. Keenam, Polda Metro Jaya menangani 1 tersangka dengan kasus curas. (Baca Juga: Aksi Tembak di Tempat, IPW: Harus Sesuai SOP dan Misi Melumpuhkan)

 

Ketujuh, Polda Kalsel menangani 2 tersangka dengan kasus pencurian dan curat. Kedelapan, Polda Kaltara menangani 3 tersangka dengan kasus pencurian, curas, dan curat. Kesembilan, Polda Sulteng menangani 1 tersangka dengan kasus pencurian. Kesepuluh, Polda NTT menangani 1 tersangka dengan kasus penganiayaan. Kesebelas, Polda Sumut menangani 4 tersangka dengan kasus curas dan pencurian.

Tags:

Berita Terkait