Dirjen Pajak Klaim Bakal Terus Kejar Pajak dari Google di Indonesia
Utama

Dirjen Pajak Klaim Bakal Terus Kejar Pajak dari Google di Indonesia

Telah ada pembicaraan dengan Google Asia Pacific Pte Ltd yang berlokasi di Singapura terkait kemungkinan dilakukan pemeriksaan pajak. Namun proses tersebut gagal karena penolakan perusahaan.

ANT | Sandy Indra Pratama
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pajak. Ilustrator: BAS
Ilustrasi pajak. Ilustrator: BAS
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memastikan akan terus mengejar kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara tepat oleh perusahaan jaringan internet Google di Indonesia. "Mereka telah menolak diperiksa dan menolak ditetapkan sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT), maka kita akan melakukan langkah lebih keras," kata Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv dalam jumpa pers di Jakarta, kemarin
Haniv mengatakan sebelumnya telah ada pembicaraan dengan Google Asia Pacific Pte Ltd yang berlokasi di Singapura terkait kemungkinan dilakukan pemeriksaan pajak. Namun proses tersebut gagal karena penolakan perusahaan jaringan yang berbasis di AS tersebut.
Haniv mengakui langkah lanjutan melalui penegakan hukum secara mendalam tidak mudah dilakukan, apalagi Google diduga juga tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar di negara lain. ”Kami akan mencoba melakukan negosiasi agar mereka mau membayar pajak, terutama dari isu 'fairness' atau keadilan, karena upaya ini berhasil di Inggris," kata Haniv.
Menurut Haniv, pendapatan Google dari Indonesia mencapai triliunan rupiah, terutama dari iklan, namun karena beroperasi sebagai kantor perwakilan, bukan sebagai BUT, maka selama ini Google tidak pernah dipotong PPN maupun PPh-nya. (Baca juga: Tommy Soeharto Minta Ampun Pajak)
Ia memastikan upaya pemeriksaan serupa akan dilakukan terhadap perusahaan jaringan maupun media sosial yang selama ini telah beroperasi di Indonesia dan memperoleh pendapatan rutin dari iklan, seperti Twitter maupun Facebook.
"Untuk Facebook dan Twitter masih kami lihat, kami 'test the water' (dengan investigasi lanjutan kepada Google), agar mereka berpikir ini serius. Kami akan 'raise' isu 'fairness' dan harga diri perusahaan agar mereka mau membayar," ujarnya.
Dalam jangka panjang, Haniv mengharapkan peraturan perpajakan mengenai pelayanan melalui jaringan dan transaksi e-dagang segera terbit agar kendala pungutan pajak dari bisnis online tidak terjadi di masa mendatang. "Kalau nanti peraturan Kemenkeu sudah ada, uang bisa masuk. Tinggal Kominfo yang mengawasi 'web'. Jadi Kominfo yang menjadi tempat memantau bagi 'web' yang selama ini memasang iklan, namun belum membayar pajak," ungkapnya.
Sebelumnya Direktorat Jenderal Pajak telah memantau perlakuan pajak dari Google, Twitter, Facebook maupun Yahoo dari April 2016 untuk menggali potensi penerimaan dari bisnis teknologi informasi yang saat ini telah berkembang pesat.  (Baca juga: Punya Aset Ratusan Juta, Boleh Tak Ikut Tax Amnesty? Ini Syaratnya)
Menurut catatan Direktorat Jenderal Pajak, Google di Indonesia telah terdaftar sebagai badan hukum dalam negeri di KPP Tanah Abang III dengan status sebagai PMA sejak 15 September 2011 dan merupakan "dependent agent" dari Google Asia Pacific Pte Ltd di Singapura.
Dengan demikian, menurut Pasal (2) ayat (5) huruf (N) UU Pajak Penghasilan, Google seharusnya berstatus sebagai BUT, sehingga setiap pendapatan maupun penerimaan yang bersumber dari Indonesia berhak dikenakan pajak penghasilan.
Seperti dikutip dari Antaranews.com, Google Indonesia menyatakan telah bekerja sama dengan pemerintah dan telah membayar pajak. "PT Google Indonesia telah beroperasi sebagai perusahaan Indonesia sejak tahun 2011. Kami telah dan akan terus bekerjasama dengan pemerintah Republik Indonesia dan telah dengan taat membayar semua pajak yang berlaku di Indonesia," tulis Jason Tedjasukmana, Head of Corporate Communications Google Indonesia, dalam pesan singkatnya kepada ANTARA, kemarin.  (Baca juga: UU Pengampunan Pajak Diuji, Dirjen Sebut ‘Perlawanan’)


Tags:

Berita Terkait