Dinilai Tidak Profesional, Koalisi Desak Presiden dan DPR Evaluasi KSAD Dudung
Terbaru

Dinilai Tidak Profesional, Koalisi Desak Presiden dan DPR Evaluasi KSAD Dudung

Karena menunjukan sikap tentara berpolitik dan tidak menghormati supremasi sipil, bukan tentara profesional.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Pernyataan Anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon dalam rapat kerja antara Komisi I DPR dengan Menteri Pertahanan, Panglima TNI, KASAD, KASAL, dan KASAU di Gedung MPR/DPR, Senin (05/09/2022) lalu mendapat respon dari kalangan TNI AD.

Dalam rapat tersebut, KSAD Dudung Abdurachman tidak hadir, sehingga Effendi Simbolon menanyakan hal itu dalam rapat tersebut. Bahkan dia menduga ada hubungan yang tidak biasa antara Panglima TNI, Andika Perkasa dengan KSAD Dudung karena setiap ada Panglima, KSAD tidak hadir.

Pada kesempatan itu, Effendi juga menanyakan berbagai kasus yang melibatkan anggota TNI, misalnya kekerasan yang terjadi di Papua dan kasus pembuangan korban kecelakaan di Nagreg. Dia menilai TNI seolah bertindak tanpa komando. Hal itu rupanya mendapat respon dari kalangan TNI AD. Masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai berbagai kasus yang muncul belakangan terkait TNI/Polri menunjukan persoalan serius.

Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, mencatat Dudung meminta anggotanya untuk merespon pernyataan politisi PDIP itu. Menurutnya, hal itu tidak tepat, bertentangan dengan prinsip demokrasi dan negara hukum. “Koalisi menila pandangan dari anggota DPR terhadap TNI dalam suatu rapat koordinasi antar kelembagaan negara merupakan hal yang bersifat konstitusional dan dijamin UU,” kata Isnur ketika dikonfirmasi, Jum’at (16/9/2022).

Koalisi menilai apa yang dilakukan Effendi sebagai Komisi I DPR pada hakikatnya juga memiliki wilayah tugas untuk mengawasi dan/atau mitra kerja institusi TNI. Kritik yang disampaikan anggota DPR itu adalah evaluasi atas kinerja Panglima TNI dalam memastikan anggotanya menghormati HAM. 

Menurut Isnur, tindakan KSAD atas pandangan seorang anggota DPR sebagai bentuk pembangkangan terhadap otoritas sipil. Tindakan itu tidak dibenarkan dengan dalih apapun. “Sikap tersebut adalah cermin dari tentara berpolitik dan tidak menghormati supremasi sipil, bukan tentara profesional,” tegasnya.

Isnur menegaskan dalam negara hukum dan demokrasi, DPR dan Presiden adalah otoritas sipil yang dipilih oleh rakyat melalui proses pemilu yang merupakan mekanisme formal demokrasi yang ditegaskan dalam Konstitusi. Tugas dan fungsi utama Presiden dan DPR salah satunya mengawasi institusi militer. Dalam konteks itu, apa yang disampaikan oleh anggota DPR dalam mengawasi TNI adalah kewenangan otoritas sipil yang diakui dan ditegaskan dalam Konsitusi dalam rangka melakukan kontrol sipil demokratik terhadap militer.

Sistem demokrasi menempatkan institusi militer sebagai instrumen pertahanan negara yang harus tunduk terhadap kebijakan maupun pengawasan yang dilakukan oleh otoritas sipil. Sebagai alat, Isnur menegaskan tidak dimungkinkan pimpinan militer melakukan protes atau kritik secara terbuka di luar sarana/forum formil kepada pemimpin sipil. Militer harus tunduk atas kebijakan dan pengawasan yang dilakukan oleh otoritas sipil.

Isnur menilai pernyataan anggota dewan seharusnya dijadikan bahan refleksi dan evaluasi diri atas berbagai permasalahan yang melibatkan anggota TNI. Pernyataan anggota parlemen bukan representasi perorangan, melainkan representasi rakyat yang dipilih rakyat. Oleh karena itu, protes maupun intimidasi atas kerja-kerja yang dilakukan oleh DPR sama saja artinya pimpinan TNI AD tidak menghargai mandat rakyat yang telah dititipkan kepada anggota DPR terpilih.

Sampai sekarang Isnur mencatat TNI masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi, khususnya terkait dengan proses reformasi TNI yang mandek. Dalam rangka itu, kritik terhadap berbagai persoalan di institusi TNI jangan dipandang sebagai bentuk penghinaan atau merusak TNI. Kritik itu menjadi bagian dari upaya untuk mendorong TNI sebagai tentara yang profesional, terutama meningkatkan komitmen dalam menjalankan fungsinya sebagai alat pertahanan negara.

Koalisi mendesak DPR dan Presiden segera mengevaluasi KSAD, karena sikap tindak KSAD itu merupakan bentuk pembangkangan terhadap otoritas sipil yang tidak dibenarkan dalam sistem demokrasi dan negara hukum. Evaluasi juga harus dilakukan terhadap Panglima TNI berkaitan dengan berulangnya kasus pelanggaran HAM oleh anggota TNI khususnya di Papua.

“Langkah evaluasi itu juga harus dibarengi dengan upaya melakukan tata kelola reformasi TNI dan transformasi TNI ke arah yang lebih profesional,” imbuh Isnur.

Tags:

Berita Terkait