Dinilai Sering Salah Sasaran, Hukuman Mati Layak Dihapus
Terbaru

Dinilai Sering Salah Sasaran, Hukuman Mati Layak Dihapus

Terpidana mati di Indonesia mayoritas kasus narkotika. Terpidana kasus narkotika yang paling banyak dijerat pidana mati bukan bandar, tapi kurir.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Hal itu menurut Ma’ruf terjadi karena pemangku kepentingan minim literasi. Hanya berbasis asumsi dan akrobat hukum pimpinan negara. Lebih menyedihkan lagi yang terjerat pidana mati mayoritas hanya kurir, bukan bandar narkotika. Klaim pidana mati sebagai efek jera juga tak terbukti karena kasus narkotika tetap tinggi dibanding lainnya.

“Banyak fakta di lapangan yang dijerat pidana mata adalah kurir, ini lapisan paling bawah, bukan bandar. Artinya ini salah sasaran,” ujar pria jebolan sarjana hukum Universitas Trisakti itu.

Berbagai fakta itu menurut Ma’ruf semakin meyakinkan hukuman mati layak dihapus. Kebijakan pidana tak jarang menjadi ajang populisme politik. Sikap pemerintah masih menjalankan hukuman mati seolah wujud ketegasan pemimpin politik. Dianggap sikap itu mengakomodasi aspirasi banyak kelompok masyarakat yang mendukung hukuman mati.

Tak sejalan dengan semangat pemasyarakatan

Praktik hukuman mati tak sejalan dengan semangat pemasyarakatan yang menekankan pembinaan sehingga bisa kembali ke masyarakat untuk menjalankan fungsi sosial. Hukuman mati justru merampas nyawa manusia dan tidak mungkin untuk dikembalikan. Ma’ruf menyimpulkan hukuman mati sebagai upaya pemerintah mencari jalan pintas.

Padahal sistem pidana mencakup banyak hal dan rumit. Masih banyak praktik korupsi yang dilakukan aparat penegak hukum sehingga membuat sistem pidana di Indonesia rapuh. Proses eksekusi terhadap terpidana mati juga sembrono, tidak dilakukan hati-hati. Ma’ruf berbagi pengalaman ketika LBH Masyarakat mendampingi salah satu terpidana mati Humprey Jefferson.

Kala itu Humphrey dalam proses mengajukan peninjauan kembali (PK), tapi pemerintah tetap memasukkannya dalam daftar terpidana mati yang bakal dieksekusi. Padahal aturannya jelas sebelum eksekusi dilakukan semua upaya hukum harus tuntas diselesaikan. Alhasil Humphrey tetap dieksekusi mati tahun 2016. Setelah melaporkan kasus ini kepada Ombudsman, dinyatakan proses eksekusi terhadap terpidana mati itu maladministrasi.

Ma’ruf berharap pemerintah serius menghapus hukuman mati. Mengingat ketentuan itu masih tercantum dalam UU 1/2023, langkah yang diperlukan untuk menghentikan hukuman mati melalui peraturan pelaksana. Harus diatur secara hati-hati soal komutasi dan bagaimana majelis hakim menjatuhkan pidana mati. Tak ketinggalan dia menjelaskan negeri jiran Malaysia telah meninggalkan hukuman mati. Proses pidana terhadap kejahatan narkotika dilakukan komutasi penjara 30 tahun, dan pembunuhan 35-40 tahun.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) untuk Keadilan dan Demokrasi, Mike Verawati Tangka, mencatat dari 165 WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri sebanyak 30 persen perempuan. Perempuan terpidana mati itu mengalami penyiksaan, pemerkosaan, dan bentuk kekerasan lainnya. Seperti yang dialami terpidana mati Merri Utami dan Mary Jane Veloso, awalnya sebagai korban tindak pidana perdagangan orang kemudian terjerat kasus narkotika.

“Fakta yang dialami perempuan terpidana mati itu tidak diungkap, malah berbalik memberikan hukuman yang tidak adil bagi perempuan,” tegasnya.

Mike mengingatkan bekal yang paling penting dimiliki pekerja migran Indonesia sebelum pergi ke luar negeri tak sekedar keterampilan, keahlian, kompetensi dan kemampuan lainnya. Lebih dari itu, pekerja migran Indonesia harus memahami hukum apalagi bantuan hukum yang diberikan pemerintah tergolong minim dan lambat.

Tags:

Berita Terkait