Dinilai Salah Rujuk, Tiga Advokat Uji Beberapa Pasal UU Cipta Kerja
Berita

Dinilai Salah Rujuk, Tiga Advokat Uji Beberapa Pasal UU Cipta Kerja

Para pemohon meminta Mahkamah mempercepat proses persidangan dengan alasan peraturan pelaksanaan yang diamanatkan dalam UU Cipta Kerja cukup banyak dan bersifat lintas sektoral.

Aida Mardatillah
Bacaan 3 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Sejumlah advokat yakni Ignatius Supriyadi, Sidik, Janteri berprofesi mempersoalkan sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja melalui uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal-Pasal yang diuji yakni Pasal 6, Pasal 17 angka 16, Pasal 24 angka 44, Pasal 25 angka 10, Pasal 27 angka 14, Pasal 34 angka 2, Pasal 41 angka 25, Pasal 50 angka 9, Pasal 52 angka 27, Pasal 82 angka 2, Pasal 114 angka 5, Pasal 124 angka 2, Pasal 150 angka 31, Pasal 151, dan Pasal 175 angka 6.

Mereka menilai pasal-pasal itu terdapat rujukan pasal atau ayat yang salah dan dan juga ada yang memuat materi atau substansi yang tidak jelas dan pasti, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. “Ketidakpastian hukum itu terjadi karena muatan pasal-pasal yang dimohonkan selain merujuk pada pasal atau ayat yang salah dan ambigu,” kata salah satu pemohon sidik dalam sidang secara virtual, Senin (7/12/2020). (Baca Juga: Penundaan Sidang MK Sepekan, Pemohon Uji UU Cipta Kerja Kecewa)

Menurut Sidik, ketidakjelasan dan ketidakpastian kalimat peraturan perundang-undangan menjadi penyebab timbulnya multitafsir dalam rumusan peraturan perundang-undangan. Padahal, persoalan multitafsif peraturan perundang-undangan harus dihindari. “Peraturan perundang-undangan harus tertulis, harus pasti, baku, dan harus jelas,” kata dia.

Ia menjelaskan dalam melakukan pekerjaan profesinya (sebagai advokat), para pemohon dalam memberikan jasa hukum kepada kliennya merasa berpotensi mengalami kerugian dengan adanya materi atau substansi yang tidak jelas dan pasti. Para pemohon meminta Mahkamah mempercepat proses persidangan dengan alasan peraturan pelaksanaan yang diamanatkan dalam UU Cipta Kerja cukup banyak dan bersifat lintas sektoral.

Sidik mencatat tidak kurang dari 15 kementerian/lembaga harus mempersiapkan peraturan pelaksanaan yang diamanatkan UU Cipta Kerja. Dalam petitum, ia meminta Mahkamah menyatakan rujukan dalam pasal-pasal a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sesuai rujukan yang diajukan oleh para pemohon. 

Menanggapi permohonan ini, Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul memberikan beberapa saran perbaikan untuk kesempurnaan permohonan. Saran tersebut diantaranya meminta pemohon menguraikan kerugian konstitusional yang dialami atas berlakunya UU Cipta Kerja ini.

Ketua Majelis Panel Aswanto menilai bahwa sistematika permohonan sudah bagus, namun pada bagian kewenangan MK terlalu panjang. Kemudian, Aswanto meminta para pemohon untuk mengelaborasi kerugian konstitusional yang dialami baik secara faktual maupun potensial. 

Tags:

Berita Terkait