Dinilai Berpihak ke Peneliti, UU Paten Bisa Menggairahkan Iklim Riset
Berita

Dinilai Berpihak ke Peneliti, UU Paten Bisa Menggairahkan Iklim Riset

Inovasi dan alih teknologi di Indonesia masih tertinggal jauh dibanding negara-negara Asia lainnya.

CR-20
Bacaan 2 Menit
Dinilai Berpihak ke Peneliti, UU Paten Bisa Menggairahkan Iklim Riset
Hukumonline
Direktur Jenderal Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Dirjen Kemenristek Dikti) Muh. Dimyati berharap lahirnya UU No. 13 Tahun 2016 tentang Paten mampu menggairahkan kembali iklim riset di Indonesia.

“Paten menjadi sub-paramater yang penting untuk menilai daya saing. Trend daya saing Indonesia turun, salah satu pelaksanaan hak atas paten tidak terealisasi maksimal. Paten bisa direalisasikan karena riset, untuk memperbaiki paten adalah dengan memperbaiki iklim riset. UU Paten menjadi salah satu insentif untuk memperbaiki iklim riset,” kata Dimyati dalam Seminar Nasional Sosialisasi UU No. 13 Tahun 2016 tentang Paten yang digelar di Jakarta, Rabu(21/9).

Menurut Muh. Dimyati, para peneliti di Indonesia saat ini masih terjebak dengan persoalan-persoalan yang sifatnya administratif, termasuk berbagai pernak-pernik persoalan birokrasi yang rumit, yang membuat peneliti enggan melakukan penelitian dengan menggunakan dana dari Pemerintah atau menggunakan dana yang difasilitasi oleh Pemerintah. Akibatnya, publikasi dan hak atas paten yang dimiliki peneliti Indonesia masih kalah jauh dibandingkan dengan negara lain.(Baca Juga: Ini Peran Strategis UU Paten di Berbagai Sektor).

Dimyati memberikan gambaran potret inovasi dan alih teknologi di Indonesia, “58% dari sumber teknologi utama di Indonesia masih berasal dari luar negeri. Pemasuk teknologi utama tersebut didominasi oleh tiga negara yakni Jepang, China, dan Jerman. Sementara alih teknologi di Indonesia juga kondisinya masih memprihatinkan. 59% industri tidak pernah melakukan kerjasama riset dengan Perguruan Tinggi atau Lembaga Penelitian. 56% industri tidak memiliki unit riset dan pengembangan.”

Dimyati menjelaskan bahwa jumlah perguruan tinggi yang berada di bawah koordinasi Kemenristek Dikti sekitar 3.246 kampus, dimana 122 diantaranya merupakan kampus negeri. Belum lagi perguruan tinggi yang berada di bawah koordinasi Kementerian lain, atau yang berada di bawah lembaga penelitian pemerintah. Artinya, potensi riset di perguruan tinggi ini banyak,tetapihak paten masih sedikit. Artinya,menurut Dimyati, kualitas perguruan tinggi perlu ditingkatkan, dan infrstruktur penelitian yang ada saat ini juga belum menunjang kegiatan riset dan pengembangan.

Menurut Dimyati, masalah riset dan pengembangan di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam lima kelompok masalah: Pertama, karena rendahnya kualitas SDM peneliti dan rendahnya kualitas lembaga penelitian dan pengembangan. Kedua, keterbatasan infrastruktur kegiatan penelitian dan pengembangan. Ketiga, rendahnya anggaran penelitian dan pengembangan dibanding negara lain. (Baca Juga: Sosialisasikan UU Paten, Ketua Pansus Ungkap Sempat Ada Intervensi Asing)

Perbandingan Paten, publikasi, dan pendapatan per kapita, Indonesia kalah jauh dibandingkan misalnya dengan negara tetangga seperti Malaysia, atau seperti negaraasalAsia lain yang majudalampengembangan risetnya,seperti Korea Selatan dan Taiwan. Perbandingannya, Korea Selatan bisa mencapai 4,1%, sementara Taiwan menyusul dengan 3%. Indonesia nilai belanja litbangnya masih sebatas 0,2%, masih kalah dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia yang lebih dai 1,1%.

Padahal menurut Dimyati, semakin tinggi belanja litbang maka akan semakin tinggi publikasi dan paten granted-nya. “Indonesia bisa tinggi jumlah patennya bila regulasi yang dibuat terkait paten itu berpihak kepada peneliti. Ada lembaga kredibel yang bertanggung jawab penuh mengurusinya. Dan industri sebagai user juga mau menggunakan hasil penelitian dan pengembangan yang dihasilkan oleh para peneliti dan lembaha penelitian di Indonesia,” Dimyati mengusulkan.

Dalam kesempatan yang sama, Sekjen KI Kemenkumham, Rizuli mengatakan bahwa, “UU Paten yang baru memang dirancang untuk menjadi katalisator peningkatan paten nasional. Dari catatan saya, setidaknya terdapat 13 point ketentuan yang dirancang untuk menjadi katalisator peningkatan paten nasional.”(Baca Juga: Disetujui Jadi UU, Ini Hal Penting yang Diatur dalam UU Paten)

Rizuli menjabarkan 13 point ketentuan dari UU Paten yang baru yang dirancang untuk menjadi katalisator peningkatan paten nasional. “Perluasan objek paten sederhana, publikasi di Perguruan Tingi atau Lembaga Ilmiah lain, royalti bagi inventor ASN, pengangkatan ahli sebagai pemeriksa paten, percepatan waktu penyelesaian pemeriksaan substantif, pengurangan dan pembebasan pembayaran biaya tahunan bagi Perguruan Tinggi dan Litbang Pemerintah, pendaftaran paten dengan sistem elektronik (e-filing), hak paten dapat dijadikan objek jaminan fidusia, imbalan kepada inventor didasarkan atas hubungan kerja bukan hubungan kedinasan, lisensi-wajib bersifat non-eksklusif yang diatur secara terperinci dalam peraturan ini, serta pelaksanaan paten yang dilakukan oleh Pemerintah.”

Salah suatu muatan penting UU Paten yang baru adalah perluasan objek paten sederhana menjadi invensi atas setiap produk dan proses diharapkan mampu meningkatkan jumlah paten nasional. Rizuli mencontohkan, “Dari sekitar 2 juta hak paten yang terdaftar di WIPO (World Intellectual Property Organization), jumlah paten yang terdaftar di Indonesia hanya sekitar 8000-an. Artinya, Inventor Indonesia punya banyak peluang untuk mengembangkan hak paten yang sudah terdaftar di WIPO, karena paten sederhana juga termasuk pada proses pengembangannya juga. Jadi inventor ini bisa langsung mulai dari step kesebelas, tidak harus mulai dari nol prosesnya.”(Baca Juga: Terduga Pembajak Film ‘Warkop DKI Reborn’ Terancam Hukuman Berat).

Dengan berlakunya UU Paten yang baru, yang memiliki keberpihakan kepada para peneliti (Indonesia), diharapkan mampu menjadi faktor pendorong bagi para peneliti untuk mempatenkan hasil karyanya. Dengan adanya insentif dan kemudahan bagi para peneliti, diharapkan bisa meningkatkan jumlah dan kualitas paten di Indonesia,” pungkas Dimyati.
Tags:

Berita Terkait