Dinilai Abai Prosedur Penyidikan Kasus Karhutla, Kapolda Riau: Kami Siap Salah
Berita

Dinilai Abai Prosedur Penyidikan Kasus Karhutla, Kapolda Riau: Kami Siap Salah

Mulai ketiadaan SPDP, tidak ada tersangka, hingga keterangan ahli yang tidak berkompeten sebagai seorang ahli di bidangnya.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kasus kebakaran lahan. Foto: RES
Ilustrasi kasus kebakaran lahan. Foto: RES
Suara sejumlah anggota Panitia Kerja (Panja) Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) meninggi. Sesekali terdengar suara sorakan nyinyir dari balkon Komisi III DPR terhadap jajaran kepolisian daerah (Polda) Riau. Sebabnya, penyidikan yang dilakukan Polda terhadap kasus kebakaran hutan berujung dihentikannya proses penyidikan dan mengabaikan banyak aturan.

Ketiadaan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan tersangka dalam penghentian penyidikan merupakan keteledoran penyidik. Bahkan, ahli yang tidak memiliki kompetensi sebagai ahli yang keterangannya dijadikan dasar penghentian penyidikan menjadi kejanggalan.

Terhadap beberapa kejanggalan dan keteledoran itulah anggota Panja Karhutla, Masinton Pasaribu, mengusulkan pejabat serta penyidik di Polda untuk diusulkan dalam rekomendasi dipecat dari Polri. Terlebih, alasan Masinton bahwa kasus kebakaran hutan dengan menghentikan penyidikan sebanyak 15 perusahaan dilakuakn secara tertutup dan tidak trasparan.

“Ini sudah terang benderang. Maka dalam rekomendasi ini tidak main-main karena menyangkut sisi profesionalisme Polri ke depan. Saya juga usulkan pejabat yang terlibat dipecat, kalau terlibat maka pidana,” ujarnya dengan suara meninggi di ruang Komisi III, Kamis (27/10).

Achmad Syafii mengamini Masinton. Anggota Panja dari Fraksi Gerindra itu menambahkan, dari keterangan ahli yang dijadikan dasar penghentian penyidikan oleh penyidik Poda Riau pun tak bulat. Pasalnya, terdapat seorang ahli bernama Nelson Sihotang mengaku bukan seorang ahli di bidang kebakaran hutan maupun lingkungan hidup.

Pasalnya, keterangan Nelson dimintakan lantaran adanya perintah dari Balai Lingkungan Hidup (BLH) tempatnya bekerja. Sementara dua ahli lainnya meminta kasus kebakaran hutan dilanjutkan, bukan dihentikan. (Baca Juga: SP3 Kasus Kebakaran Hutan, Panja Bakal Konfrontir Pejabat dan Mantan Kapolda Riau)

“Jadi bisa dikatakan SP3 ini minus ahli. Apa landasan hukum melakukan SP3, ini pelanggaran hukum. Tidak ada SPDP nya, tidak ada tersangkanya, kemudian kenapa surat SP3 nya tidak diberikan ke tersangka dan ke kejaksaan. SP3 ini harusnya dianulir,” ujarnya.

Dua mantan Kapolda Riau, Brigjen Dolly Bambang dan Brigjen Supriyanto sudah menjelaskan hal tersebut. Malahan keduanya melempar ke penyidik yang menangani serta menghentikan penyidikan, yakni AKBP Arif Rahman. Dalam rapat tersebut, argumentasi Arif terkait penyidikan serta alasan penghentian penyidikan ‘ditekuk’ Ketua Panja, Benny K Harman.

Jawaban Arif ketika dicecar anggota Panja menunjukan kekurangpahaman dalam hukum acara pidana. Padahal sudah dikuatkan dengan peraturan Kapolri tentang manajemen penyidikan. Arif mengatakan penyidikan dapat dilakukan tanpa didahului pemberitahuan SPDP ke Kejaksaan.

Termasuk, belum adanya tersangka ketika meningkatkan status penyelidikan ke penyidikan. Bahkan saat gelar perkara tanpa dihadiri oleh Kapolda. Namun hanya dihadiri oleh Kabidkum, Propam, dan Itwasu. Hal itu pun menyulut cecaran dari sejumlah anggota Panja.

Ketua Panja Karhutla Benny K Harman berang. Benny kesal terhadap jajaran kepolisian setingkat penyidik justru mengabaikan prosedur hukum acara. Menurutnya, penegak hukum mesti taat terhadap hukum acara pidana. (Baca Juga: 5 Rekomendasi Komnas HAM Terkait Kebakaran Hutan dan Lahan)

“Apakah bisa SP3 ditebitkan baru ada pelapor? SP3 wajib diserahkan ke siapa? Anda sudah lama jadi penyidik.  Penyidikan itu sudah ada tersangkanya. Kalau belum ada tersangkanya dinaikan ke penyidikan,” ujar politisi Demokrat itu.

Anggota Panja Wenny Warouw mengaku geram dengan tindakan penyidik Polda Riau daam menangani kasus Karhutla. Bahkan Wenny menunjuk-nunjuk penyidik yang duduk di seberan kursinya. “Ada kalian cepat-cepat meng-SP3, ada apa. Siapa sih perusahaan-perusahaan ini,” bentaknya.

Maklum, Wenny merupakan pensiunan penyidik Polri berpangkat bintang satu. Menurutnya bila penyidik menggunakan UU Kehutanan maka korporasi. Ia menilai terdapat keanehan. Pasalnya setelah tujuh hari kedatangan Presiden Jokowi ke Riau kala itu, muncul laporan ke Polres dan Polda secara serentak.

“Apa mau menyenangkan presiden. Keanehan berikutnya, tidak dalam setahun keluar SP3.  Saya malu, masa polisi diadili disini, saya malu sekali,” pungkasnya.

Siap Salah
Sementara itu,Kapolda Riau Brigjen Zulkarnain Adinegara mengataka bakal terus melakukan evaluasi terhadap jajarannya. Maklum, penghentian penyidikan terhadap 15 perusahaan dilakukan bukan di era kepemimpinanya sebagai Kapolda Riau. Zul, begitu pria itu disapa, menjabat Kapolda terhitung baru dua bulan. (Baca Juga: Polda Riau Siap Hadapi Gugatan SP3 Karhutla)

Zul mengakui penyidikan yang dilakukan penyidik Polda Riau memang banyak kekurangan. Bahkan dilakukan tidak dengan profesional.  Makanya, penyidikan pun sedianya dapat dibuka kembali dengan mekanisme penetapan pengadilan melalui praperadilan. Ia mengatakan bakal pihaknya bakal mengakui adanya banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penyidikan. “Kami siap salah,” ujarnya.

Ia berjanji bakal memberikan seluruh dokumen terkait penyidikan hingga penghentian penyidikan. Dengan begitu, nantinya pengadilan dapat mengabulkan permohonan praperadilan untuk kembali membuka penyidikan. “Saya mempersilahkan memberikan dokumen SP3 yang memang 15 perusahaan tersebut. Sehingga Insyallah tanggal 31 Oktober pada hari senin, sidang pertama pra peradilan,” pungkas jenderal polisi bintang satu itu.

Tags:

Berita Terkait