Dinanti Sejak 1970, Pembahasan 'Undang-undang Babon' Akhirnya Tuntas
Utama

Dinanti Sejak 1970, Pembahasan 'Undang-undang Babon' Akhirnya Tuntas

Pembahasan RUU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Komisi II DPR tuntas sudah. Bagi pemerintah, pembentukan RUU itu merupakan tonggak sejarah bersatunya bahasa Indonesia dan bahasa hukum.

Amr
Bacaan 2 Menit
Dinanti Sejak 1970, Pembahasan 'Undang-undang Babon' Akhirnya Tuntas
Hukumonline

 

"Menurut ahli bahasa Undang-undang ini adalah undang-undang babon bagi seluruh sistem pembentukan hukum di Indonesia. Oleh karena itu, harus mengacu pada Bahasa Indonesia dalam sistem yang benar dan betul," jelas Gani dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi II DPR A. Teras Narang.

 

Gani menegaskan bahwa pemerintah dan DPR telah berupaya memasukkan kaidah-kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam RUU PPP. "Ini semua agar dimuat dalam risalah bahwa semua hukum bahasa, ketentuan kaidah-kaidah Bahasa Indonesia yang diinginkan semuanya masuk ke dalam undang-undang babon ini," paparnya.

 

Teras sendiri mengatakan bahwa setelah disepakatinya, draf RUU PPP nantinya akan dibawa ke dalam Rapat Paripurna DPR pada Senin mendatang (24/05) untuk mendapatkan persetujuan dari seluruh anggota DPR dan pemerintah. Meski demikian, lanjut Teras, persetujuan atas RUU PPP di tingkat Komisi II belum dapat dilakukan secara bulat karena Fraksi Partai Golkar belum dapat menyepakati rumusan Pasal 3 RUU PPP.

 

Fraksi Partai Golkar yang diwakili Agun Gunanjar Sudarsa mengatakan bahwa fraksinya belum dapat menyepakati rumusan pasal 3 RUU PPP yang mengharuskan pemerintah menempatkan UUD 1945 ke dalam Lembaran Negara RI. Mengenai hal ini, Teras mengatakan bahwa RUU PPP akan dibawa ke rapat paripurna DPR dengan dua alternatif untuk Pasal 3, untuk kemudian diputuskan lewat voting.

Pemerintah dan Komisi II DPR pada akhirnya berhasil menyelesaikan pembahasan RUU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP). Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa dengan tuntasnya pembahasan RUU PPP merupakan langkah besar pemerintah dan DPR untuk mengganti peraturan Hindia Belanda Abad 19.

 

"Meski kelihatannya kecil, tapi ini merupakan satu kerja besar karena yang berlaku selama ini adalah ketentuan-ketentuan di dalam AB (Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie, red)," ucap Yusril kepada wartawan di gedung DPR, pada Rabu (19/05).

 

Menkeh mengatakan bahwa pemerintah telah menyusun RUU PPP sejak 1970, tapi tidak pernah terwujudkan hingga saat ini. Ia menjelaskan, UU PPP akan menjadi dasar bagi penyusunan semua peraturan perundang-undangan sampai ke Peraturan Daerah yang meliputi Peraturan Desa dan Kelurahan.

 

Lebih jauh, Yusril juga mengatakan bahwa dengan lahirnya UU PPP, maka pemerintah dan DPR mulai menyatukan bahasa Indonesia dan bahasa hukum yang selama ini terkesan berbeda. "Alhamdulillah, ini merupakan satu prestasi yang baik yang dapat dicapai DPR dan pemerintah sekarang ini," ucapnya.

 

'Undang-undang babon'

Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Depkeh dan HAM Abdul Gani Abdullah menjelaskan bahwa pemerintah dan DPR secara bertahap telah memasukkan kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang baku di dalam RUU PPP. Hal demikian, kata Gani, untuk menjawab aspirasi dari pihak Pusat Bahasa Indonesia.

Tags: