Dilema Sidang Pidana Secara Online Saat Pandemi
Berita

Dilema Sidang Pidana Secara Online Saat Pandemi

Karena praktiknya masih menemui kendala/hambatan, disebabkan belum ada regulasi yang mengaturnya. Di sisi lain, sidang pidana secara elektronik dibutuhkan saat pandemi Covid-19.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Sidang perkara pidana secara online di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Foto: Istimewa
Sidang perkara pidana secara online di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Foto: Istimewa

Meningkatnya penyebaran pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) mendorong sejumlah lembaga penegak hukum bersepakat menggelar sidang secara online untuk perkara pidana. Awanya, melalui SEMA No. 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Covid-19 di Lingkungan MA dan Badan Peradilan di Bawahnya tertanggal 23 Maret 2020, persidangan perkara pidana tetap dilaksanakan khusus terhadap perkara-perkara yang terdakwanya sedang ditahan dan penahanannya tidak dapat diperpanjang lagi selama masa pencegahan Covid-19.

Atau persidangan perkara pidana, pidana militer, jinayat terhadap terdakwa yang secara hukum penahanannya masih beralasan untuk dapat diperpanjang, ditunda sampai berakhirnya masa pencegahan penyebaran Covid-19 di lingkungan MA dan Badan Peradilan di bawahnya. Namun, MA, Kejaksaan, Kepolisian, dan Ditjen Pemasyarakatan sepakat menandatangani Nota Kesepahaman tentang Pelaksanaan Sidang Perkara Pidana melalui Konferensi Video dalam Rangka Pencegahan Covid-19 pada 13 April 2020.

“Sidang perkara pidana saat masa pandemi ini juga dituntut dilakukan secara elektronik. Tapi, praktiknya menimbulkan masalah atau kendala karena belum ada regulasi yang mengaturnya,” ujar Konsultan Reformasi Peradilan Archipel Prime Advisory Yunani Abiyoso dalam Diskusi bertajuk “Litigasi Elektronik di Masa Pandemi dan Pasca Pandemi, Rabu (20/5/2020) lalu. (Baca Juga: MA: Sidang Perkara Pidana Tetap Digelar atau Ditunda, Ini Syaratnya!)

Yunani mengakui persidangan elektronik bukan barang baru di Indonesia. Melalui kebijakan e-Court dan e-Litigation, pengadilan sudah menerapkan sidang elekronik sebelum masa pandemi Covid-19. Hanya saja, persidangan elektronik ini hanya berlaku pada perkara perdata, perdata agama, TUN. Sedangkan perkara pidana belum ada aturannya. “Praktik sidang pidana online di pengadilan terlihat gagap. Ini menjadi kesulitan bagi korban atau pelaku saat bersidang di pengadilan,” kata dia.

Ia menceritakan ada seorang ayah yang tidak terima anaknya di sidang pidana secara online karena sang ayah tidak bisa menemani dan mendampingi anaknya ketika sidang elektronik di pengadilan. “Jika diharuskan sidang langsung menjadi kewenangan Majelis dan ada pembatasan jumlah pengunjung di ruang sidang. Dalam praktiknya juga ada penundaan sidang jika tidak memungkinkan persidangan sesuai SEMA 1/2020,” kata Yunan.

Persoalan lain dalam sidang perkara pidana di masa pandemi: kurangnya pemenuhan hak-hak para pihak; proses persidangan terhambat; adanya kekhawatiran penularan Covid-19 di pengadilan; mekanismenya terpaksa berubah; ada penetapan kebijakan darurat. “Memang sudah ada MoU dengan kejaksaan dan Ditjen Pemasyarakatan terkait video conference untuk perkara pidana, terutama untuk pemeriksaaan saksi. Namun, ada hambatan ketersediaan perangkat elektronik, posisi terdakwa, keberadaan pihak lain,” lanjutnya.  

Belum lagi, masih banyak masyarakat yang belum bisa menggunakan teknologi informasi meski mereka sudah menggunakan telepon android dan ketersediaan jaringan internet di daerah tertentu ketika ingin melakukan persidangan elektronik. “Butuh waktu untuk dapat menggunakan persidangan elektronik dalam perkara pidana.”

Penting bagi Advokat

Senior Partner Mulyana Abrar Advocates Fauzul Abrar mengatakan adanya kebijakan aplikasi e-court dan e-litigation atau digitalisasi peradilan mewujudkan asas cepat, sederhana, dan biaya ringan. Hal ini memangkas rantai birokrasi yang tidak perlu dan mencegah praktik menyimpang. persidangan elektronik ini adanya perubahan adaptasi, selain memang telah berkembangnya dunia teknologi informasi. “Adaptasi digitalisasi peradilan diperlukan pada kondisi new normal nanti dalam pola hubungan kerja antar manusia, terutama penting bagi advokat,” kata Fauzul dalam kesempatan yang sama.  

Fauzul mengatakan para advokat harus melihat kemampuan dan menerima sistem elektronik. Sebab, selama ini masih ada advokat yang gagap teknologi, sehingga malas menggunakan sistem elektronik. “Ini menjadi salah satu harus dipersiapkan advokat, edukasi terus menerus, mungkin sudah saatnya perlu dimasukkan dalam materi pendidikan profesi advokat terkait persidangan elektronik ini,” usulnya.

Ia menuturkan penerapan sidang digital belum mandatory, masih bersifat kesepakatan para pihak. Saat ini masih kombinasi antara persidangan elektronik dengan sidang tatap muka langsung di pengadilan. “Diperlukan kualitas acara persidangan dan konsistensi serta sinkronisasi dengan hukum acaranya. Kemudian diperlukan backup system jika terjadi technical failure atau error.”

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) Liza Farihah mengatakan dalam persidangan masa pandemi masih terbatasnya alat pelindung diri (APD) dan kelengkapan kesehatan pendukung untuk melindungi aparat peradilan, petugas lembaga pemasyarakatan, dan pejabat lain dari risiko tertular virus Corona saat bersidang.

“Ada koordinasi dengan kejaksaan negeri dan rutan atau lapas demi kelancaran persidangan elektronik karena masih terbatasnya SDM pengadilan untuk melaksanakan sidang e-litigasi (dalam perkara pidana). Diperlukan pula proses yang memudahkan bagi pihak berperkara untuk mengakses layanan bantuan hukum dan layanan pengadilan secara prodeo di tengah pandemi covid-19,” kata Liza.

Selain itu, tetap diperlukan transparansi dan akuntabilitas persidangan terbuka untuk umum dalam perkara pidana karena sejauh ini belum ada peraturan e-litigasi. Artinya, ada ketentuan yang dapat menyiarkan sidang secara live, misalnya melalui youtube dan terdapat fitur chat dalam sebuah aplikasi khusus.

Untuk menghadapi kehidupan new normal di tengah pandemi Covid-19, Liza mengusulkan beberapa catatan pelaksanaan e-litigasi yang harus segera diatasi yakni dukungan teknologi informasi untuk mengakses internet; perangkat elektronik untuk sidang e-litigasi; keamanan aplikasi; dan prosedur teknis tata cara persidangan elektronik  yang saat ini belum ada aturannya.

Tags:

Berita Terkait