Dilema Ketika Pengesahan RKUHP Jadi UU Hukum Pidana Nasional
Utama

Dilema Ketika Pengesahan RKUHP Jadi UU Hukum Pidana Nasional

Pemerintah dan DPR tetap mentargetkan pengesahan RKUHP pada Agustus 2018 sebagai kado HUT RI. Masyarakat masih diberi kesempatan untuk memberi masukan, khususnya pasal-pasal yang dinilai bermasalah.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Para narasumber diantaranya Ketua Umum Peradi Luhut MP Pangaribuan, Kepala BPHN Enny Nurbaningsih, Pengajar Fakultas hukum Unpar Agustinus Pohan dalam seminar nasional bertemakan “Merancang Arah Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia” di Jakarta, Rabu (5/2). Foto: RES
Para narasumber diantaranya Ketua Umum Peradi Luhut MP Pangaribuan, Kepala BPHN Enny Nurbaningsih, Pengajar Fakultas hukum Unpar Agustinus Pohan dalam seminar nasional bertemakan “Merancang Arah Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia” di Jakarta, Rabu (5/2). Foto: RES

Pemerintah dan DPR masih terus membahas Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Pandangan sejumlah masyarakat agar pembahasan RKUHP ditunda karena masih menyisakan sejumlah persoalan, tak menyurutkan langkah pemerintah untuk melanjutkan pembahasan bersama Panja DPR. Sebab, pemerintah sudah mentargetkan pada Agustus 2018 mendatang RKUHP bakal disahkan menjadi UU.

 

Ketua DPN Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Luhut MP Pangaribuan menilai pembahasan RKUHP antara Panja DPR dan pemerintah sudah mencapai 90 persen. Berdasarkan pengamatannya, dari 786 pasal dalam RKUHP hampir rampung seluruhnya. Hanya saja masih terdapat 12 isu yang masih dalam pertimbangan dan pendalaman untuk diambil keputusan.

 

“Semestinya, pemerintah dan DPR sudah dapat mengesahkan RKUHP pada April ini. Hanya saja, terhadap 12 isu belum rampung pembahasannya. Akhirnya, pemerintah dan DPR memperpanjang hingga Agustus mendatang,” ujar Luhut saat berbicara dalam seminar bertajuk “Merancang Arah Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia” di Jakarta, Rabu (5/2/2018). Baca Juga: Ini 12 Isu Pending dalam RKUHP

 

Luhut mempertanyakan belum rampung pembahasan hingga lolosnya sejumlah rumusan pasal yang masih bermasalah. Menurutnya, bila RKUHP belum juga rampung hingga berakhirnya DPR periode 2014-2019 ini, konsekuensinya pembahasan RKUHP yang sudah dilakukan sejak puluhan tahun lalu mesti dimulai dari titik nol. Sebab, pembahasan RUU yang tidak rampung dalam masa satu periode, tidak dapat di-carry over.

 

“RKUHP bila dibahas pada periode DPR berikutnya dimulai dari awal. Sedangkan, pembahasan sebuah UU membutuhkan biaya yang besar,” ujar Luhut.  

 

Sementara bila RKUHP tetap “dipaksakan” disahkan menjadi UU di penghujung 2018, maka konsekuensinya masih ada pasal-pasal yang dinilai bermasalah. “Tetapi, masih bisa dikoreksi dengan mengajukan ke MK untuk diuji materi agar dilakukan perbaikan. Saya kecenderungan yang kedua, uji materi ke MK,” ujarnya.

 

Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Prof Eni Nurbaningsih mengatakan bisa saja uji materi dapat dilakukan bila sebuah UU sudah disahkan menjadi UU. Namun, pihaknya berupaya agar pasal-pasal dalam RKUHP tidak diuji materi ke MK. Sebab, dalam masa sisa waktu tiga bulan ke depan, masyarakat masih dapat memberi masukan.

 

Menurutnya, substansi pasal yang masih dinilai bermasalah, Panja RKUHP dari pemerintah membuka diri untuk menerima masukan dari berbagai elemen masyarakat. Dengan catatan, masukan yang dimaksud mesti disertai usulan rumusan kajian pasal-pasal yang jelas. Sayangnya, saat pembahasan tidak banyak masyarakat yang datang memberi masukan.

 

“Kenapa harus uji materi? Ini kan masih bisa diperbaiki, kalau ada yang kurang dan layak memang untuk diperbaiki. Sebab, ini sudah luar biasa melewati prosesnya. Tim perumus pemerintah dan Panja RKUHP sudah hati-hati dan penuh ketelitian membahas RKUHP ini,” kata Enny.

 

Meski begitu, pihaknya tetap mempersilakan apabila ada masyarakat mengajukan uji materi ketika RKUHP ini disahkan menjadi UU sebagai hak setiap warga negara. “Ketika ini sedang dibahas, apa kita berpikir ini mau diuji materi? RKUHP ini sedang dibahas, apa yang kurang?” tegasnya. Baca Juga: Menkumham Berharap RKUHP Disahkan 2018

 

Dosen Pidana Fakultas Hukum Universitas Parahiyangan Bandung, Agustinus Pohan mengatakan ketika target pemerintah dan DPR bakal mengesahkan RKUHP pada Agustus 2018 ini, masyarakat mesti memanfaatkan waktu yang ada untuk memberi masukan. Meskipun pada akhirnya tidak semua masukan yang disampaikan masyarakat diakomodir/diterima oleh pemerintah dan DPR.

 

“Harapan kita tim pemerintah membuka diri agar ada pemikiran-pemikiran baru bisa untuk menyempurnakan, menambah perubahan RKUHP lebih berarti. Kesempatan kita untuk mengubah RKUHP kan sekali dalam 100 tahun. Tentu tidak semua bisa diterima,” katanya.

 

Kado HUT RI

Penyusunan draf hukum pidana nasional sudah dilakukan sejak puluhan tahun silam. Tarik ulur pembahasan perumusan pasal-pasal RKUHP di tim perumus pemerintah menjadi bagian dari dinamika. Singkat cerita, akhirnya pemerintah menyerahkan draf RKUHP ke DPR kali pertama di era pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono. Tak rampung. Pembahasan dimulai kembali di era pemerintahan Joko Widodo pada 2015.

 

“Kalau tidak selesai, Agustus nanti persis 100 tahun. Kesepakatan DPR harus terus dilanjutkan,” ujar Prof Eni. Baca Juga: Sekilas Sejarah dan Problematika Pembahasan RKUHP

 

Dia mengakui masih terdapat kekurangan di beberapa pasal RKUHP. Namun tidak kemudian RKUHP yang sudah nyaris “matang” ini dibongkar dan dirancang kembali. Menurutnya, dari 12 isu yang berstatus “pending” sudah mengalami perbaikan. Ia yakin ketika dibahas di tingkat Panja DPR bakal tidak sulit mendapatkan kesepakatan. Karena itu, sebelum naik ke tingkat rapat paripurna, pemerintah masih menerima masukan dari berbagai masyarakat.

 

Yang pasti, kata dia, landasan pemerintah dalam membuat RKUHP adalah Pancasila, UUD Tahun 1945 dan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM). Meski demikian, setelah RKUHP disahkan menjadi UU, nantinya rancangan KUHAP bakal masuk Prolegnas dan segera dibahas. Nantinya, sepanjang belum terdapat KUHAP yang baru, disisipkan ketentuan peralihan dalam RKUHP.

 

Semoga ini menjadi hadiah Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) ke-73. Ini menjadi proses legislasi panjang yang harus kita segera selesaikan,” katanya.

 

Sebelumnya, Panja DPR dan pemerintah masih menghadapi 12 isu pending dalam pembahasan RKUHP. Yakni, rumusan hukum yang hidup dalam masyarakat atau living law (Pasal 2 ayat 1 RKUHP); ketentuan pidana mati (Pasal 67 RKUHP); batas usia minimal dan maksimal pemidanaan (Pasal 76 ayat (1) RKUHP); pengertian dan istilah; memperingan dan memperberat pidana; mendirikan organisasi yang mengatur ajaran komunisme, marxisme, dan leninisme; penghinaan martabat presiden dan wakil presiden; tindak pidana kesusilaan; perjudian; ketentuan peralihan; judul RUU; dan tindak pidana khusus.

Tags:

Berita Terkait