Dijalankan dengan Baik, PKPU Jadi Win-win Solution untuk Semua Pihak
Terbaru

Dijalankan dengan Baik, PKPU Jadi Win-win Solution untuk Semua Pihak

Agar proses PKPU berjalan lancar, semua pihak baik itu debitur, kreditur, pengurus maupun konsultan hukum harus memahami proses PKPU. Jangan ada penumpang gelap.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Acara IG Live Hukumonline bertema PKPU di Tengah Krisis, Jalan Buntu atau Untung?, Selasa (14/12).
Acara IG Live Hukumonline bertema PKPU di Tengah Krisis, Jalan Buntu atau Untung?, Selasa (14/12).

Moratorium pelaksanaan UU No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sempat menggema pada medio 2021 lalu. Wacana moratorium PKPU tersebut dihembuskan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) karena terjadinya peningkatan permohonan PKPU yang cukup signifikan pada masa krisis pandemi Covid-19.

Saat itu Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani menyampaikan bahwa permohonan PKPU maupun pailit di masa pandemi dikhawatirkan tak sejalan dengan semangat UU Kepailitan. Dia juga mengatakan bahwa situasi pandemi bisa dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk tujuan yang kurang baik lewat pengajuan PKPU dan pailit.

“PKPU dan pailit meningkat selama pandemi, kami khawatir banyak pihak tertentu yang akan memanfaatkan celah UU Kepailitan untuk tujuan-tujuan yang kurang baik,” kata Hariyadi dalam Rakornas Apindo secara daring, Selasa (24/8).

Tindakan tersebut, lanjut Hariyadi, berdampak buruk terhadap dunia usaha. Adanya moral hazard dalam permohonan PKPU dan pailit dapat memberikan tekanan untuk dunia usaha di tengah upaya pelaku usaha untuk menata usaha menjadi lebih baik. Atas pertimbangan itu pula Hariyadi meminta pemerintah untuk melakukan moratorium pengajuan PKPU dan pailit hingga 2025 mendatang. (Baca: Berstatus PKPU Sementara, Garuda Siapkan Proposal Perdamaian Berimbang dan Proposional)

“Dan kami mohon lakukan moratorium PKPU dan pailit sejalan dengan permintaan kami ke OJK bisa di moratorium hingga 2025. Sehingga tekanan lebih longgar dan pelaku usaha dapat menyusun usaha menjadi lebih baik,” harap Hariyadi.

Menurut Partner DSLC Lawfirm Rizky Dwinanto dalam IG Live Hukumonline “PKPU di Tengah Krisis, Jalan Buntu atau Untung?”, Selasa (14/12), jika digunakan dengan sebagaimana mestinya, PKPU bisa menjadi jalan keluar bagi semua pihak. PKPU bisa memberikan kepastian hukum bagi kedua belah pihak dimana debitur memiliki kesempatan untuk merestrukturisasi seluruh utang, sementara kreditur mendapat kepastian terkait pembayaran utang.

“Mekanisme restrukturisasi perusahaan bisa cooling down, tidak ditagih utang sampai 270 hari, sampa bikin skema pembayaran utang. Debitur juga bisa membuat platform sendiri bagaimana skema pembayaran utang ke depan dan ini harus dipahami semua pihak. Jika PKPU digunakan dengan semestinya, maka tidak ada masalah mau itu perusahaan BUMN atau non BUMN,” katanya.

Perusahaan yang dinyatakan dalam PKPU, lanjut Rizky, bisa memanfaatkan peluang baik untuk menjadwalkan pembayaran utang lewat proposal perdamaian. Di sisi lain, perusahaan tetap bisa menjalankan bisnis meskipun PKPU. Dan secara konsep hal tersebut yang membedakan PKPU dengan permohonan kepailitan.

“Jadi perusahaan punya satu buku seluruh utang perusahaan. Bagaimana utang dibayar, dengan cara apa dan sampai kapan. Bagaimana caranya, jangan sampai PKPU berakhir pailit,” tambah Rizky.

Dengan beberapa catatan, semua pihak baik kreditur, debitur dan pengurus harus saling memahami proses PKPU dan posisi masing-masing pihak. Kreditur misalnya, jika debitur masuk dalam PKPU maka utang tak bisa diselesaikan dalam waktu dekat. Atau pengurus yang juga memahami bisnis flow dan menjadi jembatan antara kreditur dan debitur saat rapat kreditur untuk membahas proposal perdamaian.

“Pengurus harus menjadi penjembatan antara kreditur dan debitur. Posisi pengurus ini esensial karena debitur saat ini mungkin secara nilai di mata kreditur menurun, pengurus masuk ke sana untuk meyakinkan kreditur. Konsultan hukum yang mendampingi kreditur dan debitur juga harus paham, jangan malah jadi penumpang gelap,” paparnya.

Rizky pun mengamini fenomena kenaikan permohonan PKPU yang cukup signifikan di berbagai Pengadilan Niaga. Terutama Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada periode 2019-2021, dimana mayoritas atau hampir 90 persen permohonan PKPU diajukan oleh kreditur. Namun hal tersebut tak bisa dijadikan alasan untuk melakukan moratorium UU Kepailitan.

Dia menilai pemerintah bisa mengantisipasi maraknya permohonan PKPU jika menetapkan debitur sebagai satu-satunya pihak yang bisa mengajukan PKPU, lewat revisi UU PKPU yang sudah dibahas sejak beberapa tahun lalu. Sisi positifnya, banyaknya permohonan PKPU yang masuk ke PN Niaga membuktikan bahwa upaya hukum ini menjadi pilihan utama pelaku bisnis saat mengalami masalah keuangan. artinya tingkat pemahaman dan pengenalan PKPU ke masyarakat juga mengalami peningkatan.

“Harus diteliti juga berapa banyak perusahaan yang terselamatkan dari PKPU. Memang ada beberapa kekurangan yang harus diperbaiki bersama dengan naiknya permohonan PKPU, namun pengenalan PKPU ke masyarakat meningkat, dan ini hal positif,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait