Dihukum 16 Tahun Penjara, LHI Banding
Berita

Dihukum 16 Tahun Penjara, LHI Banding

Majelis menganggap ada kerjasama yang erat antara Luthfi dan Fathanah.

NOV
Bacaan 2 Menit
Eks Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: SGP
Eks Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: SGP

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang diketuai Gusrizal menghukum mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq dengan pidana penjara selama 16 tahun dan denda Rp1 miliar subsidair satu tahun kurungan. Putusan tersebut lebih berat dari vonis terdakwa sebelumnya, Ahmad Fathanah yang dihukum 14 tahun penjara.

Gusrizal mengatakan, Luthfi terbukti melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama Fathanah sebagaimana dakwaan kesatu pertama, Pasal 12 huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Selain itu, perbuatan Luthfi telah memenuhi semua unsur tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam dakwan kedua dan ketiga.

Dalam pertimbangan majelis, Gusrizal menyebut Luthfi terbukti menerima uang Rp1,3 miliar dari Direktur Utama PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman melalui Fathanah dan Elda Devianne Adiningrat. Luthfi juga terbukti menerima janji Rp40 miliar untuk pengurusan penambahan kuota impor daging sapi PT Indoguna.

Padahal, uang itu patut diketahui untuk menggerakan Luthfi melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya sebagai anggota DPR. “Bahkan, terdakwa mengupayakan penambahan kuota 10000 ton, sehingga fee menjadi Rp50 miliar,” kata Gusrizal saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/12).

Mengenai pembelaan Luthfi yang menyatakan jabatan di Komisi I DPR tidak berkaitan dengan penambahan kuota impor daging, sudah sepatutnya ditolak. Gusrizal beralasan, penerimaan uang atau janji tidak perlu berhubungan langsung dengan jabatan Luthfi. Tidak perlu ada kewenangan Luthfi untuk menambah kuota impor.

Penambahan kuota impor daging sapi itu merupakan kewenangan Menteri Perekonomian, Menteri Pertanian (Mentan), dan Menteri Perdagangan yang akan dibahas dalam rapat koordinasi terbatas. Meski penambahan kuota impor daging belum terjadi, Luthfi terbukti menerima komitmen fee Rp40 miliar dari Elizabeth.

Luthfi memfasilitasi pertemuan Elizabeth dengan Mentan Suswono di kamar hotelnya di Medan dan melakukan sejumlah upaya untuk membantu Elizabeth mendapatkan rekomendasi penambahan kuota impor daging sapi dari Mentan. Perbuatan itu dilakukan Luthfi karena adanya fee Rp40 miliar yang dijanjikan Elizabeth.

Berdasarkan keterangan saksi-saksi yang didukung dengan alat bukti lainnya, Gusrizal berpendapat Luthfi terbukti bersalah. Ia melihat adanya kerja sama yang sedemikian erat dan diinsyafi oleh Luthfi. “Kerja sama itu dilakukan agar terdakwa memperoleh fee. Terdakwa terbukti melakukan perbuatan penyertaan,” ujarnya.

Sementara, anggota majelis, Purwono Edi Santoso menyatakan Luthfi terbukti melakukan TPPU dalam rentang waktu 2004-2012. Luthfi terbukti menerima penempatan uang, menransfer, membayarkan, serta membelanjakan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduganya bersumber dari tindak pidana korupsi.

Maksud menyembunyikan harta kekayaan itu terlihat saat Luthfi tidak melaporkan secara jujur semua rekening miliknya dalam LHKPN. Luthfi juga tidak pernah mencantumkan utang piutang dan penghasilan lainnya di luar penghasilan sebagai anggota DPR. Padahal, Luthfi melakukan sejumlah transaksi dengan rekening tersebut.

Dalam LHKPN, Luthfi tercatat memiliki harta kekayaan Rp2,518 miliar. Harta itu didapat dari gaji dan tunjangan Luthfi sebagai anggota DPR ditambah dana operasional dari DPP PKS. Namun, untuk membiayai kebutuhan keluarga, Luthfi mengeluarkan Rp764 juta per tahun. Jumlah transaksi yang dilakukan Luthfi dianggap tidak sesuai dengan profil.

Sepanjang periode Maret 2007-Desember 2008, Luthfi membayarkan Rp350 juta dan Rp1,5 miliar kepada Hilmi Aminudin untuk pembelian Nissan Frontier dan rumah di Jl Loji Timur No 24, Cipanas, Pacet, Cianjur. Luthfi kembali membelanjakan Rp3,5 miliar untuk pembelian lima bidang tanah di Desa Leuwimekar, Leuwiliang, Bogor.

Pada 2009, Luthfi menerima transfer Rp1,787 miliar dan hibah Mitsubishi Pajero Sport senilai Rp445 juta dari Ahmad Maulana. Luthfi juga menerima penempatan Rp1,84 miliar dan membelanjakan Rp10,308 miliar untuk sejumlah kendaraan bermotor dan properti, seperti mobil Mazda CX-9, Volvo XC 60 T6 AWD, dan Toyota Alphard.

Meski Luthfi mengaku memiliki penghasilan lain selaku komisaris utama PT Sirat Inti Buana, keterangan tersebut tidak dapat diterima majelis. Purwono menyatakan, PT Sirat tidak memiliki operasional dan memberikan keuntungan. Malahan, salah seorang saksi di persidangan mengaku tidak mendapatkan gaji dari PT Sirat.

Majelis juga tidak dapat menerima keterangan Ahmad Maulana yang memberikan mobil Pajero Sport Exceed AT 4x4 sebagai wujud sedekah seorang murid kepada gurunya. Purwono menganggap pemberian itu sebagai gratifikasi yang seharusnya dilaporkan Luthfi ke KPK. Sama halnya dengan VW Caravelle milik Luthfi yang ada di DPP PKS.

Seorang saksi mengaku Luthfi meminta mobil tersebut dimasukan ke dalam daftar inventaris PKS setelah penangkapan Fathanah. Selain itu, majelis tidak menerima keterangan menantu Luthfi, Shamil Gadzhima yang mengaku membeli rumah di Kebagusan dan mobil Toyota Alphard karena tidak didukung bukti-bukti.

Tidak hanya itu, Luthfi dianggap terbukti melakukan TPPU bersama-sama Fathanah dan Yudi Setiawan. Pemilik PT Cipta Inti Parmindo, PT Cipta Terang Abadi, PT Cipta Kelola Bersama, dan CV Visi Nara Utama ini beberapa kali melakukan pertemuan dengan Luthfi dan Fathanah untuk membahas rencana lelang tahun 2012 dan 2013 di Kementan.

Ada sejumlah proyek, seperti pengadaan benih jagung hibrida, bibit kopi, bibit pisang dan kentang, pengadaan laboratorium benih padi, proyek bantuan bio komposer, pupuk NPK, serta proyek bantuan sarana light trap, pengadaan hand tractor dan kuota daging sapi di Kementan yang rencananya akan diijon oleh Yudi.

Purwono mengungkapkan, dari hasil pertemuan, Luthfi, Fathanah, dan Yudi menyepakati proyek-proyek itu akan diijon dengan komisi satu persen dari nilai pagu anggaran. Luthfi menerima sejumlah uang dari Yudi secara langsung maupun melalui Fathanah. Luthfi juga menerima pembelian Toyota FJ Cruiser, Mazda CX-9, dan jas mewah.

Dengan demikian, majelis menganggap Luthfi terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan TPPU. Namun, putusan tidak diambil secara bulat. Anggota majelis, I Made Hendra dan Djoko Subagyo tidak sependapat mengenai kewenangan jaksa KPK melakukan penuntutan terhadap TPPU. Keduanya menyatakan dissenting opinion.

Hakim anggota tiga, Hendra menjelaskan, dakwaan terkait TPPU tidak dapat diterima karena jaksa KPK tidak berwenang melakukan penuntutan terhadap perkara TPPU. Dalam UU No.8 Tahun 2010, kewenangan pemblokiran dan penuntutan TPPU merupakan kewenangan jaksa yang berada di bawah Jaksa Agung.

Sementara jaksa KPK diangkat dan diberhentikan pimpinan KPK. Walau penuntut umum KPK berwenang menggabungkan penyidikan perkara korupsi dan TPPU, bukan berarti jaksa KPK memiliki kewenangan untuk melakukan penuntutan perkara TPPU. Jaksa KPK harus melimpahkan perkara itu kepada jaksa pada Kejaksaan Negeri.

Hendra berpendapat, kewenangan KPK menuntut perkara TPPU tidak datang dari langit. KPK tidak boleh menginterpretasikan sendiri kewenangannya jika tidak diatur dalam UU No.8 Tahun 2010. Kewenangan jaksa KPK menuntut perkara TPPU harus diatur secara jelas sebagai legitimasi penuntutan TPPU yang dilakukan jaksa KPK.

Jika setiap penegak hukum dapat menginterpretasikan sendiri kewenangannya, Hendra berpendapat, penegak hukum lainnya, seperti Polri bisa melakukan penuntutan TPPU. Alasan peradilan cepat dan biaya murah juga tidak dapat diterima. Berdasarkan hal itu, Hendra dan Djoko menilai dakwaan TPPU tidak dapat diterima.

Atas putusan majelis, Luthfi langsung menyatakan banding. Luthfi mengatakan, majelis hakim telah menerima 100 persen tuntutan jaksa dan mengenyampingkan pembelaannya. “Tanpa mengurangi rasa hormat, saya akan melanjutkan proses hukum berikutnya, baik proses hukum di dunia ini maupun di akherat nanti,” tuturnya.

Luthfi tidak terlalu mempersoalkan lamanya masa pidana dan jumlah aset yang dirampas negara. Luthfi mempersoalkan masalah hukum yang dituduhkan kepadanya. Ia menyayangkan sikap majelis yang menolak pembelaan tim pengacara. Justru Luthfi menilai ada pernyataan menarik dari dua hakim yang menyatakan dissenting opinion.

“Semua pembelaan dikesampingkan. Padahal, mereka telah berkerja keras membuktikan satu persatu di proses persidangn. Ada kalimat yang sangat menarik dari dua hakim bahwa  KPK menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Itu untuk masalah TPPU. Untuk tindak pidana korupsi juga tidak jauh berbeda,” tandasnya.

Tags: