Diduga Melanggar Kode Etik, MKD Diminta Proses Arteria Dahlan
Utama

Diduga Melanggar Kode Etik, MKD Diminta Proses Arteria Dahlan

Setidaknya potensi melanggar Pasal 6 ayat (5) Peraturan DPR No.1 Tahun 2015 tentang Kode Etik DPR yang menyebutkan, “Anggota dilarang menggunakan jabatannya untuk mempengaruhi proses peradilan yang ditujukan untuk kepentingan pribadi dan/atau pihak lain”.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Melakukan pembelaan terhadap tersangka/terdakwa dalam kasus tindak pidana lazim dilakukan oleh seorang advokat. Tapi lain cerita bila pembelaan dilakukan oleh seorang anggota DPR sebagaimana diduga dilakukan oleh Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan meskipun yang bersangkutan sebelumnya berprofesi sebagai advokat. Tindakan tersebut dianggap sebagian kalangan sebagai pelanggaran kode etik dari jabatan wakil rakyat. Karena itu, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) diminta menindaklanjuti dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Arteria Dahlan dalam kasus pengeroyokan tenaga kesehatan di Puskesmas Kedaton Bandar Lampung.

Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Prof Asep Warlan Yusuf menilai tindakan yang dilakukan Arteria Dahlan sebagai dugaan pelanggaran kode etik. Sebab, Arteria Dahlan membela pelaku pengeroyokan tenaga kesehatan di Bandar Lampung dengan pernyataan yang terkesan mengintervensi pokok perkara. Tindakan ini lebih tepat sebagai kuasa hukum dari pihak pelaku penggeroyokan.

“Tindakan itu tidak mencerminkan seorang wakil rakyat. Seyogyanya segera ditindaklanjuti oleh MKD dan PDI-Perjuangan. Walaupun secara pribadi saya merasa pesimis akan ada tindak lanjutnya,” ujar Prof Asep dalam keterangannya, Jumat (13/8/2021). (Baca Juga: Menggaungkan Kembali RUU Advokat Demi Penguatan Sistem Peradilan Pidana)

Terlebih, kata Prof Asep, ada ancaman bakal menuntut balik pihak terkait dengan dugaan keterangan palsu. Hal ini dianggap mencerminkan tindakan seorang kuasa hukum, tidak lagi sebagai seorang anggota dewan. Asep menyayangkan sikap dan tindakan Arteria yang membela pelaku pengeroyokan karena dianggap tidak memiliki empati terhadap korban pengeroyokan. Apalagi nakes sedang berjuang di garda terdepan menghadapi pandemi Covid-19.

Untuk itu, MKD sebagai alat kelengkapan dewan mesti bergerak cepat merespon adanya dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Arteria. Tindakan ini dapat mencoreng wajah parlemen. “Jika PDI-Perjuangan dan MKD DPR tidak ingin disebut disfungsi, maka dugaan pelanggaran etik oleh Arteria Dahlan ini harus ditindaklanjuti. Dimana hati seorang wakil rakyat ketika memilih membela pelaku pengeroyokan ketimbang korban? Apakah begitu karakter pejabat dari PDI-Perjuangan, dimana empatinya?”

“Teguran dari partai seyogyanya dilakukan. Selanjutnya MKD bagaimana? Apa harus menunggu ada yang melaporkan? Inilah salah satu penyebab hilangnya kepercayaan rakyat terhadap DPR karena kesannya di mata rakyat, partai politik dan MKD DPR saat ini sudah disorientasi,” kritiknya.

Terpisah, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus punya pandangan serupa. Dia menilai tindakan Arteria Dahlan bak seorang lawyer. Padahal tindakan tersebut dilarang keras menggunakan jabatannya mempengaruhi proses hukum yang sedang berjalan. Merujuk Pasal 6 ayat (5) Peraturan DPR No.1 Tahun 2015 tentang Kode Etik DPR yang menyebutkan, “Anggota dilarang menggunakan jabatannya untuk mempengaruhi proses peradilan yang ditujukan untuk kepentingan pribadi dan/atau pihak lain.”

Dia melihat kasus pengeroyokan tersebut, Arteria yang bertindak sebagai anggota Komisi III terkesan memihak pelaku pengeroyokan. Bahkan seolah, tak peduli dengan nasib nakes yang menjadi korban pengeroyokan. Dia menilai adanya potensi pelanggaran kode etik yang dilakukan Arteria sepanjang terbukti menggunakan jabatannya untuk mempengaruhi proses huhkum kasus tersebut.

Sebagai anggota DPR, Arteria seharusnya bersikap netral terhadap perkara tersebut, bukan seolah bertindak sebagai lawyer dari pihak yang diduga pelaku pengeroyokan. Secara profesional urusan membela kasus hukum menjadi urusan advokat masing-masing pihak, bukan anggota dewan. Baginya, tindakan Arteria tak hanya melanggar kode etik, tapi mencoreng marwah DPR karena membela pelaku kekerasan.

“Anggota DPR itu bisanya mengadvokasi. Kalau sudah sampai mengurusi materi perkara, apalagi terkait kekerasan terhadap nakes, ini bukan hanya pelanggaran etik karena tidak profesional sebagai anggota DPR, tetapi juga mencoreng martabat parlemen.”

Ajukan penangguhan penahanan

Sebelumnya, keluarga tiga tersangka pelaku pengeroyokan nakes Puskesmas Kedaton Bandar Lampung mengajukan penangguhan penahanan melalui Arteria Dahlan kepada penyidik Polresta Bandar Lampung.  Arteria menjamin ketiga tersangka dalam penangguhan penahanan itu agar tidak mengulangi perbuatannya. Seperti melarikan diri, menghilangkan barang bukti, hingga melakukan perbuatan yang sama.

“Kami sudah ajukan penangguhan terkait ketiganya. Keluarga pelaku juga sudah meminta maaf kepada korban,” ujar Arteria sebagaimana dikutip dari Antara.

“Saya sendiri yang menjamin, saya jamin mereka tidak akan melakukan perbuatan melawan hukum,” sambungnya.

Menurut Arteria, pihak keluarga tersangka dalam perkara tersebut bersepakat melanjutkan perkara hingga ke persidangan. Dia pun bakal menanyakan ke penyidik terkait penetapan pasal yang dikenakan terhadap ketiga pelaku. Sebab, Arteria mengaku keberatan dengan pasal yang ditetapkan penyidik menjerat ketiga pelaku. “Tapi kami hargai itu, dan kami akan menguji apakah pasal ini tepat diterapkan kepada ketiga pelaku atau ada pasal yang lain,” ujarnya.

Arteria menilai ketidaktepatan pasal yang dijadikan penyidik menjerat ketiga pelaku lantaran terdapat salah satu tersangka berada dalam mobil saat terjadi peristiwa berlangsung. Satu tersangka atas nama Didit, kata Arteria, keluar dari mobil lantaran terdapat kerusuhan. “Tapi kenapa dia masuk juga pasal itu. Seharusnya tinggal buktikan apakah yang dua pelaku ini terbukti pasal itu. Pastinya bukan Pasal 170 KUHP menurut akal sehat saya.”

Politisi PDIP itu bakal melaporkan balik terhadap pihak-pihak terkait. Dia berjanji bakal mengungkap apakah ada tidaknya keterangan palsu yang diberikan dalam perkara tersebut. “Kami juga minta Kejaksaan untuk menempatkan jaksa terbaiknya untuk membantu mengawal proses penegakan hukum ini,” katanya.

Tags:

Berita Terkait