Didakwa Selewengkan DOM, Jero Wacik Berdalih Kesalahan Administrasi
Berita

Didakwa Selewengkan DOM, Jero Wacik Berdalih Kesalahan Administrasi

Jero menyebut penetapan tersangka atas dirinya sarat muatan politis.

NOV
Bacaan 2 Menit
Jero Wacik saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (22/9). Foto: RES
Jero Wacik saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (22/9). Foto: RES

Jero Wacik didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam penggunaan Dana Operasional Menteri (DOM) saat menjabat Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar). Jero diduga secara melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, sehingga merugikan keuangan negara.

"Terdakwa meminta DOM diberikan secara langsung kepada terdakwa. Terdakwa memperkaya diri sendiri sejumlah Rp8,408 miliar yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara Rp10,597 miliar," kata penuntut umum KPK, Dody Sukmono saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (22/9).

Dody menjelaskan, setiap tahun, Jero menunjuk Pejabat Pelaksana Anggaran pada Satker Sekretariat Jenderal Kemenbudpar untuk pelaksanaan alokasi DOM. Jero juga memerintahkan secara lisan kepada Kabag TU Pimpinan pada Biro Umum Setjen Kemenbudpar Luh Ayu Rusminingsih untuk memposisikan sebagai bendahara dalam mengurus uang DOM.

Setelah anggaran DOM tersimpan dalam rekening Bendahara Pengeluaran Satker, Luh memerintahkan Kasubag TU Menteri Siti Alfiah mengajukan permintaan uang muka DOM sesuai permintaan Jero selaku menteri atau untuk keperluan biaya penunjang kegiatan Menteri kepada Biro Keuangan.

Selanjutnya, atas permintaan Jero, Luh menyerahkan sebagian uang DOM secara langsung kepada Jero. Padahal, menurut Dody, uang DOM itu seharusnya digunakan untuk pembayaran kepada pihak ketiga atas kebutuhan operasional menteri. Namun, Jero meminta dan menerimanya secara tunai dengan menandatangani kwitansi.

"Sedangkan sisanya dikelola Luh untuk operasional menteri setiap bulannya. Setelah terdakwa menerima uang DOM secara tunai, terdakwa menggunakannya untuk keperluan pribadi, upacara adat, dan acara keagamaan dan tidak didukung dengan bukti-bukti pertanggungjawaban belanja yang lengkap, valid, dan sah," ujarnya.

Terhadap penggunaan DOM yang diterima langsung oleh Jero dan tidak didukung dengan bukti-bukti itu, PPK Maesaroh pernah menanyakan kepada Luh. Lalu, dijawab Luh, "Bahwa itu sudah kebiasaan dari dulu dan Bapak Menteri memberikannya begitu". Atas jawaban Luh, Maesaroh tidak berani menanyakan langsung kepada Jero.

Dody mengungkapkan, penggunaan DOM yang tidak sesuai peruntukannya tersebut terjadi dalam kurun waktu 2008 hingga 2011, dimana seluruhnya berjumlah Rp8,408 miliar. Berdasarkan catatan Luh, sebagian uang DOM digunakan untuk membayar biaya-biaya keperluan keluarga Jero, seperti pijat refleksi, potong rambut, dan salon.

Ada pula yang digunakan untuk transportasi panggil petugas medis, pembelian makanan untuk keluarga di kantor, transportasi mengambil makanan diet Jero, makan malam untuk staf dan ajudan yang lembur, transportasi mengantar berkas ke kediamam Jero, pembayaran kartu kredit Jero, serta membeli peralatan persembahyang/sesaji.

Oleh karena itu, Dody menganggap penggunaan DOM untuk keperluan Jero dan keluarganya tidak sesuai peruntukannya. Bahkan untuk melengkapi bukti-bukti pendukung penggunaan DOM, Luh, Siti, dan Murniyati Suklani membuat bukti pertanggungjawaban yang tidak sesuai dengan fakta sebenarnya.

"Diantaranya bukti pertanggungjawaban berupa biaya perjalanan dinas, biaya protokol, operasional menteri melalui ajudan, dan pembelian bunga hanya sebagai formalitas untuk memenuhi kelengkapan dokumen. Pembuatan dokumen formalitas ini dilakukan dengan cara membuat dokumen yang tidak benar," terangnya.

Selanjutnya, pada Oktober 2011, Jero memerintahkan Luh untuk memusnahkan seluruh bukti pertanggungjawaban DOM yang disimpan oleh Siti. Dody berpendapat, perbuatan Jero yang memperkaya diri Rp8,408 miliar dari DOM ini melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dalam dakwaan kedua, Jero diduga menerima hadiah atau janji berupa uang sejumlah Rp10,381 miliar untuk keperluan pribadi Jero. Padahal, diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya selaku Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Penuntut umum Yadyn menyatakan, Jero yang ketika itu menjabat Menteri ESDM merasa DOM di Kementerian ESDM sebesar Rp1,44 miliar pertahun kurang bisa menunjang kepentingannya. Jero memerintahkan Sekjen ESDM Waryono Karno untuk memperbesar DOM dan menyamakannya dengan DOM di Kemenbudpar, yaitu Rp3,6 miliar pertahun.

Demi memenuhi permintaan Jero, Waryono meminta seluruh Kabiro dan Kapus di Setjen Kementerian ESDM mengumpulkan dana yang berasal dari kegiatan pengadaan barang/jasa yang antara lain diperoleh dengan cara membuat pertanggungjawaban fiktif dan melakukan pemotongan atas pencairan dana yang diajukan rekanan.

Alhasil, setelah dana terkumpul, Jero meminta uang itu untuk keperluan pribadinya. Atas perbuatannya, Jero didakwa melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 11 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Jero, dalam dakwaan ketiga juga didakwa melanggar Pasal 11 UU Tipikor karena menerima uang Rp349,065 juta dari Herman Afif Kusumo.

Menanggapi dakwaan penuntut umum, Jero langsung membacakan nota keberatan atau eksepsi pribadinya. Jero menganggap penetapannya sebagai tersangka sarat muatan politis. Pasalnya, Jero ditetapkan KPK sebagai tersangka setelah ia ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai anggota DPR periode 2014-2019.

Bahkan, Ketua KPK kala itu, Abraham Samad, lanjut Jero, mengeluarkan pernyataan di media bahwa Jero suka berfoya-foya dan memeras. "Ini fitnah dan mencemarkan nama baik saya. Saya hanya bisa menyerahkan kepada Tuhan agar hukum karma bisa diterapkan. Siapa yang menanam, dia yang menuai buahnya," tuturnya.

Jero menganggap dakwaan penuntut umum tidak sesuai dengan keterangan para saksi dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Dalam BAP, tidak ada satupun saksi yang menyebut Jero meminta uang untuk keperluan pribadi, tetapi meminta DOM. Ia menilai KPK hanya mencari-cari kesalahan yang sebenarnya hanya kesalahan administrasi.

"Jika kesalahan administrasi dikriminalkan, pejabat di semua lapisan akan diliputi ketakutan melaksanakan tugas-tugasnya. Para pengusaha dan pejabat bank juga ikut ketakutan. Hal ini akan mematikan ekonomi dan membahayakan pembangunan bangsa. Saya mohon majelis agar mengabulkan eksepsi kami dan menolak surat dakwaan penuntut umum," tandasnya.

Tags:

Berita Terkait