Didakwa Pasal Berlapis Kumulatif, Advokat Terancam 12 Tahun Penjara
Berita

Didakwa Pasal Berlapis Kumulatif, Advokat Terancam 12 Tahun Penjara

Pengacara sang advokat menilai surat dakwaan penuntut umum tidak memenuhi standar.

Rfq
Bacaan 2 Menit
Pengacara Haposan Hutagalung terancam hukuman dua <br> belas tahun penjara, eks pengacara Gayus <br> Halomoan Tambunan. Foto: Sgp
Pengacara Haposan Hutagalung terancam hukuman dua <br> belas tahun penjara, eks pengacara Gayus <br> Halomoan Tambunan. Foto: Sgp

Seorang advokat terancam hukuman dua belas tahun penjara. Sang advokat tak lain adalah Haposan Hutagalung, eks pengacara Gayus Halomoan Tambunan. Setelah permohonan praperadilan yang dia ajukan kandas, Haposan duduk di kursi pesakitan PN Jakarta Selatan. Oleh jaksa Muhammad Sumartono, Haposan didakwa dengan pasal berlapis kumulatif. Jaksa menilai Haposan telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di muka pengadilan dalam perkara korupsi.

 

Di depan majelis hakim pimpinan Tahsin, jaksa menjerat Haposan dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto KUHP. Pasal yang menurut jaksa dilanggar, pertama primair, adalah pasal 21, pasal 22 jo 28; dakwaan kedua primair adalah pasal 5 ayat (1) hurup b, dan subsidair pasal 13; sedangkan pada dakwaan ketiga primair adalah pasal 15 ayat (1) huruf a,  subsidair pasal 13. Oleh karena perbuatan itu dilakukan bersama orang lain, jaksa memakai pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman maksimal terhadap pasal 21 adalah 12 tahun. Tetapi, proses penuntutan masih lama, dan belum tentu jaksa menggunakan ancaman maksimal. 

 

Duduk di kursi pesakitan, Senin (20/9) dan menggunakan kemeja lengan panjang berwarna abu-abu serta celana panjang hitam Haposan tampak mendengarkan secara seksama uraian jaksa. Dalam surat dakwaan, Haposan  dan Lambertus Palang Ama yang berprofesi sebagai advokat diperkenalkan oleh Peber Silalahi kepada Gayus Halomoan P Tambunan pada  Agustus 2009 di Hotel Sultan, Jakarta. Haposan dan Lambertus ditunjuk untuk mendampingi Gayus menjalani pemeriksaan di Mabes Polri lantaran telah berstatus tersangka sebagaimana Surat Perintah Penyidikan No. Pol. Sprin. Sidik/70/VII/2009/Dit II Eksus tanggal 27 Juli 2009. Gayus, kala itu ditenggarai telah melakukan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana korupsi atau suap.

 

Lantaran diduga melakukan tindak pidana pencucian uang dan korupsi, uang Gayus yang berada pada rekening di Bank Central Asia (BCA) berjumlah Rp 4 miliar dan Bank Panin berjumlah Rp24 miliar diblokir oleh penyidik. Tak terima dengan pemblokiran tersebut, Gayus melalui Haposan melancarkan serangkaian rencana dan strategi. Salah satunya, Haposan membuat perjanjian antara Gayus dengan Andi Kosasih. Perjanjian tersebut seolah harta kekayaan yang berada di BCA dan Bank Panin milik Gayus bukan berasal dari uang yang diterima dari wajib pajak ataupun konsultan pajak lantaran Gayus sebagai pegawai negeri sipil (PNS) pada Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak. Melainkan, hasil bisnis pengadaan tanah antara Gayus dengan  Andi di wilayah Jakarta Utara.

 

Selanjutnya, sekitar September 2009 Haposan menghubungi Gayus agar bertemu Andi Kosasih di Hotel Ambara, Jakarta Selatan. Di hotel tersebut, ternyata telah menunggu Lambertus, Peber dan James. Dalam pertemuan tersebut, urai jaksa, diaturlah perjanjian kerjasama antara Gayus dan Andi Kosasih perihal waktu perjanjian dibuat mundur, yakni 26 Mei 2008. Konsep perjanjian dibuat Lambertus bersama Gayus. Setelah selesai didraf, perjanjian tersebut diteken oleh Gayus dan Andi dengan lampiran enam lembar kwitansi penerimaan uang seakan diberikan oleh Andi kepada Gayus dengan total sejumlah AS$2.810.000.

 

Tak berhenti di situ, ujar anggota penuntut umum Jefry Makapedua, Haposan kemudian menghubungi penyidik M Arafat Enanie agar melakukan pemeriksaan terhadap Andi yang mengaku sebagai pemilik uang yang ada pada rekening  Gayus. Nah, pada 17 September 2009 Haposan memperkenalkan Andi kepada Arafat di Hotel Kartika Chandra. “Ini Andi Kosasih, dia yang memiliki uang sebesar Rp25 miliar yang diblokir itu,” ujar Jefri menirukan ucapan Haposan.

 

Kemudian, Haposan menunjukan surat perjanjian kerjasama pengadaaan tanah antara Andi dan Gayus beserta enam kwitansi tanda terima. Setelah itu, Haposan meninggalkan  Andi untuk menjalani pemeriksaan  sebagai saksi di depan penyidik Arafat dan Sri Sumartini. Tindak tanduk Haposan ternyata tidak berhenti di situ, tetapi Haposan pun juga meminta Andi agar menandatangani surat yang telah dipersiapkan perihal permohonan pembukaan blokir bank pada 14 September 2009. Surat permohonan pembukaan blokir itu ditujukan kepada Direktur Eksus Bareskrim Polri  terhadap rekening Gayus di Bank Panin dan BCA.

 

Surat pengajuan pembukaan blokir tersebut direspon oleh Mabes Polri dengan menerbitkan Surat No.Pol :R/804/XI/2009/ Bareskrim tertanggal 26 November 2009 yang ditujukan kepada Direktur Utama BCA. Tidak hanya itu, Mabes Polri pun menerbitkan Surat No. Pol : R/805/XI/2009/Bareskrim, tertanggal 26 November 2009 yang ditujukan kepada Direktur Utama Bank Panin. “Perihal pembukaan blokir harta kekayaan Gayus Halomoan P Tambunan,” ujarnya.

 

Setelah blokir dibuka, harta kekayaan Gayus  terkait tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana korupsi yang tersisa pada rekening BCA sebesar Rp370 juta. Akibat perbuatan Haposan, semestinya Gayus dapat dikenakan tindak pidana korupsi. Namun pada kenyataanya Gayus tidak dikenakan unsur yang diatur dalam UU Pemberantasan Tipikor. Melainkan Gayus dalam  surat dakwaan melakukan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana penggelapan. Kala itu Gayus disidang di Pengadilan Negeri Tangerang dengan ketua majelis hakim Muhtadi Asnun.

 

 

 

Kasus Arwana

Selain kasus Gayus, Haposan pun menjadi kuasa hukum dari Ho Kian Huat seorang warga negara Singapura yang tersandung dalam kasus penggelapan pada insvestasi ikan Arwana di Pekan Baru, Riau. Ho Kian, melaporkan kasus tersebut sebagai terlapor adalah Anuar Salmah alias Amo. Haposan, kata anggota penuntut umum lainnya yakni Sugeng bahwa kasus tersebut berjalan lambat. Sehingga Haposan bermaksud mempercepat penanganan perkara tersebut.

 

Lantaran tidak dekat dengan Kabareskrim kala itu Susno Duadji, Haposan menghubungi Syahrial Djohan yang dinilai dekat dengan Kabareskrim. Syahrial, oleh Haposan diminta membantu agar mempercepat penyidikan terhadap laporan polisi di Bareskrim tanggal 10 maret 2008. Haposan, kata Sugeng berjanji  akan memberikan komisi sebesar 15% dari sukses fee pengacara yang akan diraup dari Ho Kian Huat kepada Susno Duadji.

 

Selanjutnya, pertemuan di Hotel Ambara antara Haposan dan Syahrial Djohan pun terjadi. Dalam pertemuan tersebut, Syahrial mengatakan kepada Haposan “San, ini Kaba minta diperhatiin nih”. Haposan pun menimpali “Ya, memang ada bang. Nanti aku siapkan Rp500 juta”. Singkat cerita, Haposan mendapat pesan singkat dari Syahrial yang bersumber dari nomor ponsel Susno. Nah bunyi pesan singkat tersebut adalah “Tangkap, tahan, dan sita aset tersangka”. Pesan singkat tersebut menurut Syahrial dan Haposan telah ditanggapi oleh Susno. Artinya, permintaan Haposan pun telah direspon oleh Susno dengan cara memerintahkan penyidik agar segera melakukan tindakan penangkapan, penahana, dan penyitaan aset tersangka yakni Anuar Salmah alias Amo.

 

 

 

Merasa dikorbankan dan diperas

Ditemui usai persidangan, Haposan tidak menampik terhadap surat dakwaan dalam kasus Gayus. Namun yang pasti, ujar dia tidak pernah memberikan ‘sesuatu’ kepada penyidik. Malahan, kata dia tidak pernah melakukan pengurangan pasal maupun penambahan pasal. “Sebagian ada yang benar. Tetapi hal yang prinsip tidak benar. Itu urusan jaksa dan polisi,” katanya.

 

Selain itu, dia menyanggah melakukan pendampingan hukum kepada Gayus. Pasalnya, kata dia dalam BAP ada pernyataan Gayus tidak bersedia didampingi oleh pengacara. “Dan dibunyikan dalam BAPnya. Jadi jangan dituduhkan kami  pernah mendampingi itu, kami tidak pernah mendampingi itu,”  tuturnya.

 

Lalu dalam kasus Arwana, Haposan mewakili kliennya sebagai pelapor justru dijadikan korban. Haposan membantah telah memberikan ‘sesuatu’ kepada Susno. Dia pun menyanggah memiliki inisiatif untuk memberikan uang demi lancarnya penyidikan terhadap kasus Arwana. “Kita merasa diperas, orang kita  korban. Pengajuan dakwaan versi JPU itu silahkan saja kan persidangan masih lanjut. Kalau Arwana tidak benar. Kita merasa diperas dan jadi korban,” ujarnya.

 

Senada, penasihat hukum Haposan, Jhon SE Panggabean mengatakan surat dakwaan penuntut umum mesti dihargai dan dihormati. Hanya, dia berpandangan surat dakwaan yang dibangun penuntut umum dinilai tidak memenuhi standar uraian secara materil. Karena itu, John menilai materi surat dakwaan tidak memenuhi unsur sebagaimana yang disebutkan dalam UU Pemberantasan Tipikor. “Kami akan ajukan eksepsi terhadap dakwaan itu. Dakwaan satu dengan lainnya kontradiktif sehingga tidak jelas apa yang didakwakan terhadap haposan baik dakwaan satu, kedua dan seterusnya. Jadi kami akan ajukan pada persidangan berikutnya,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait