Diam-Diam, Kasus Maspion Di-SP3-kan Mabes Polri
Berita

Diam-Diam, Kasus Maspion Di-SP3-kan Mabes Polri

Tanpa banyak diketahui publik, kasus pencemaran lingkungan yang dilakukan PT Maspion Sidoarjo, Jawa Timur, telah dihentikan penyidikannya oleh pihak kepolisian. Kasus-kasus lingkungan diduga banyak yang bernasib sama di tangan penyidik. Kenapa?

MYs/APr
Bacaan 2 Menit
Diam-Diam, Kasus Maspion Di-SP3-kan Mabes Polri
Hukumonline

Informasi tentang turunnya Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) dari kepolisian terungkap dalam sebuah diskusi di Jakarta (22/11). Diskusi itu merupakan bagian akhir dari serangkaian acara "Pelatihan Penegakan Hukum Lingkungan Terpadu" yang diselenggarakan Kantor Menteri Lingkungan Hidup, ICEL, dan Mahkamah Agung.

 

Saat diskusi, aktivis lingkungan yang juga mantan Direktur Eksekutif ICEL, Mas Achmad Santosa mempertanyakan mengapa SP3 atas kasus Maspion dikeluarkan oleh Mabes Polri. Padahal, berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan selama ini, kuat dugaan telah terjadi pencemaran lingkungan.

 

Menurut Ota--demikian mas Achmad Santosa dipanggil--kasus itu sebenarnya baru terungkap dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR bersama Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), beberapa hari lalu.

 

Anggota Komisi VIII DPR Prof. Tunggul K. Sirait, yang hadir dalam diskusi, menguatkan sinyalemen tersebut. Politisi Partai Demokrasi Kasih Bangsa (PDKB) ini mengakui dirinya ikut meninjau pabrik PT Maspion di Sidoarjo.

 

Tunggul mengatakan bahwa saat itu pihaknya menemukan sekitar 500 ton limbah yang diduga berbahaya. Ia tidak tahu persis mengapa polisi sampai mengeluarkan SP3. Sirait hanya menyatakan, "masalahnya adalah tekanan", tanpa menjelaskan apa maksud tekanan tersebut.

 

Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Mabes Polri Brigjen Edi Darnadi mengakui bahwa Mabes Polri memang sudah mengeluarkan SP3. Cuma, sebagai pejabat baru, Edi mengaku tidak tahu persis apa alasan SP3 dikeluarkan.

 

Sepengetahuan Edi, langkah itu ditempuh korpsnya lantaran limbah pencemaran itu terjadi sebelum Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Ketentuan Pokok Lingkungan Hidup diundangkan.

 

Latar belakang

 

Pencemaran lingkungan oleh PT Maspion terungkap pertama kali berdasarkan laporan masyarakat. Informasi tersebut menyatakan bahwa PT Maspion Unit I telah melakukan penimbunan sludge bahan berbahaya dan beracun (B3) illegal di lokasi belakang pabrik sejak 1985.

 

Pada 1997, Bapedal turun ke lokasi untuk melakukan pengecekan dengan menghadirkan ahli-ahli dari ITB dan Bapedal Pusat. Hasilnya ditemukan bukti bahwa perusahaan milik Alim Markus itu telah melakukan penimbunan limbah B3 secara illegal.

Maka tidak aneh, saat kantor KLH dipimpin Sonny Keraf, sang menteri pernah secara terang-terangan menyatakan PT Maspion sebagai perusahaan pencemar lingkungan. Lucunya, pernyataan Sonny dibantah anak buahnya di Bapedalda Jawa Timur.

Maka pada Agustus 1998, Bapedal menyegel gudang penyimpanan sementara dan lokasi pembuangan limbah B3. Bapedal telah meminta PT. Maspion untuk melakukan clean-up di lokasi lahan penimbunan limbah B3 dengan jadwal pelaksanaannya yang cukup ketat.

 

Akan tetapi, pihak PT Maspion tidak melaksanakan kegiatan clean-up sesuai jadwal yang telah disepakati. Selanjutnya, Bapedal akan menindaklanjutinya dengan langkah penyidikan.

Tapi kemudian, segel itu dibuka hanya beberapa hari kemudian. Pasalnya, Maspion sudah mendapatkan izin penyimpanan sementara limbah tersebut. Dan tragisnya lagi, kasus ini kemudian di-SP3-kan polisi.

Berdasakan catatan hukumonline,  bukan sekali ini saja polisi menghentikan penyidikan kasus lingkungan di Jawa Timur. Surat yang sama pernah dikeluarkan untuk PT Surya Agung Kertas, perusahaan yang dituduh WALHI Jawa Timur membuang limbah ke sungai.

Tags: