Dialog Publik Terbuka Terbatas untuk 14 Isu Krusial RKUHP
Utama

Dialog Publik Terbuka Terbatas untuk 14 Isu Krusial RKUHP

Diharapkan pembahasan RKUHP dapat rampung dan disahkan di penghujung tahun 2022.

Rofiq Hidayat
Bacaan 7 Menit
Wamenkumham Prof Edward Omar Sharif Hiariej dalam sebuah diskusi dalam rangka diseminasi informasi RKUHP, Senin (29/8/2022). Foto: RFQ
Wamenkumham Prof Edward Omar Sharif Hiariej dalam sebuah diskusi dalam rangka diseminasi informasi RKUHP, Senin (29/8/2022). Foto: RFQ

Pemerintah terus menyerap aspirasi dan masukan publik terhadap Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ke berbagai daerah. Langkah itu sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo agar dilakukan dialog bersama masyarakat. Hanya saja, dialog terbuka bersama publik bersifat terbatas.

“Saya mengistilahkan dialog publik ini terbuka, tapi terbatas. Terbuka kita menerima masukan dari manapun, terbatas kita fokus pada 14 isu krusial,” ujar Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Prof Edward Omar Sharif Hiariej dalam sebuah diskusi dalam rangka diseminasi informasi RKUHP, Senin (29/8/2022).

‘Sambil menyelam minum air’. Pepatah itu bagi Edward relevan dengan langkah yang dilakukan pemerintah seraya menerima masukan dengan melakukan dialog publik dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam pembentukan RKUHP. Tak hanya dilakukan di 11 kota, tapi kementerian/lembaga yang ditugaskan mensosialisasikan dilakukan secara terpisah.

Baca Juga:

Seperti pada 24 Agustus 2022 terdapat sebuah acara yang diinisiasi Senat Mahasiswa Indonesia yang mengundang pihak tim perumus RKUHP. Kemudian terdapat beberapa perguruan tinggi dan organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang melakukan dialog publik dengan mengundang tim perumus RKUHP.

Pria biasa disapa Edy itu melanjutkan selain pemerintah, DPR diharapkan dapat melakukan hal serupa dengan caranya dalam dua kali masa sidang pada pertengahan Agustus hingga pertengahan Desember 2022. Menurutnya, penyerapan aspirasi publik bakal berjalan pararel dengan yang dilakukan DPR. Misalnya, DPR telah menggelar rapat dengar pendapat dengan elemen masyarakat dan sudah menyerap masukan dari Dewan Pers dan Ikatan Dokter Indonesia.

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) itu mengatakan proses kick off Dialog RKUHP sudah dimulai pekan lalu di Jakarta. Pola yang dilakukan dengan mempresentasikan 14 isu krusial. Setelah itu dilakukan tanya jawab dengan para audience. Setiap masukan bakal dicatat dan ditampung untuk kemudian dipilah dan diselaraskan dengan kebutuhan dalam menyempurnakan norma pasal.

Menurutnya, proses dialog publik yang menjadi arahan dari Presiden Jokowi agar pengambilan keputusan tidak dilakukan secara tergesa-gesa. Diharapkan RKUHP dapat disahkan di akhir 2022. Baginya, RKUHP bukan ‘barang’ yang sekejab turun dari langit. Sebab, proses perumusan dan pembahasan di internal ahli hukum pidana pemerintah telah dimulai sejak 1963. Kata lain, RKUHP sudah berproses selama 59 tahun. Sementara RKUHP sudah berproses di DPR sejak 2013 di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan, terdapat 6 ribu daftar inventarisasi masalah (DIM) yang datang dari publik.

“Jangan-jangan mereka yang bilang tidak melibatkan publik adalah mereka yang tidak tahu prosesnya. Jangan sampai pengkritik itu ahistoris. Kalau kita lihat ini cuma 14 pasal krusial. Kalau kita peras ini tinggal hanya 4 sampai 5 pasal saja,” katanya.

Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum (FH) Universitas Jember, I Gede Widhiana Suarda mengatakan pemerintah bersama tim perumus RKUHP mensosialisasikan ke 11 kota sebagai bagian dalam me-resfresh ingatan publik terhadap 14 isu krusial. Sebelumnya, pemerintah dengan tim perumus setelah melakukan sosialisasi dan dialog publik di 12 kota pada 2021 telah mengakomodir dua masukan masyarakat.

Pertama, menghapus pasal advokat curang sebagaimana diatur dalam Pasal 282 draf RKUHP versi 2019. Kedua, menghapus pasal praktik dokter gigi yang melaksanakan profesinya tanpa izin diatur dalam Pasal 276 draf RKUHP versi 2019. “Jadi seputar 14 isu krusial itu mungkin ada yang belum baca atau butuh diskusi lagi. Jadi sangat baik dengan sosialisasi dan dialog publik ini,” ujarnya.

Wakil Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof Abu Rokhmad berpandangan tujuan pemerintah dan DPR dalam pembentukan RKUHP memiliki niat yang tulus untuk mengatur dan menertibkan masyarakat.

Menurutnya, bila melihat 14 isu krusial sedianya pembahasan RKUHP oleh pemerintah dan DPR mesti dapat tuntas dalam waktu yang tidak terlalu lama. Namun begitu, seperapapun publik yang tidak setuju tetap harus dilayani dengan berdialog agar mendapatkan rumusan norma  pasal yang dapat diterima dengan jalan tengah.

“Karena hukum pidana nasional untuk kita semua. Sayang kalau kita tidak punya ‘kado’ indah di tahun ini,” kata staf ahli Menteri Agama (Menag) bidang hukum dan hak asasi manusia (HAM) itu.

Untuk diketahui, 14 isu krusial RKUHP yang dimaksud. Pertama, Pasal 2 yang mengatur living law atau hukum yang hidup di masyarakat. Dalam penjelasan, living law yang menentukan seseorang patut dipidana adalah hukum pidana adat. Pemenuhan kewajiban adat setempat diutamakan, jika perbuatan pidana yang dilakukan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) RKUHP.

Kemudian, pemenuhan kewajiban adat setempat dianggap sebanding dengan pidana denda kategori II. Serta dapat dikenakan pidana pengganti untuk pidana denda, jika kewajiban adat setempat tidak dipenuhi atau tidak dijalani oleh terpidana (Pasal 96 RKUHP, red). Pidana pengganti dapat juga berupa pidana ganti rugi.

Kedua, Pasal 100 mengatur pidana mati. Berbeda dengan KUHP yang menempatkan pidana mati sebagai pidana pokok. RKUHP menempatkan sebagai ancaman pidana paling akhir dijatuhkan dan sebagai pidana alternatif dengan pidana penjara waktu tertentu paling lama 20 tahun dan pidana penjara seumur hidup. Pidana mati dapat dijatuhkan dengan masa percobaan selama 10 tahun apabila memenuhi persyaratan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 100 ayat (1) RKUHP.

Ketiga, Pasal 218 terkait penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden. Keempat, Pasal 252 terkait dengan tindak pidana dengan memiliki kekuatan ghaib. Tindak pidana tersebut merupakan delik formil, sehingga tak perlu ada akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana itu apabila seseorang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan untuk menimbulkan penyakit dan lainnya.

Tindak pidana tersebut perlu dikriminalisasi karena beberapa hal. Seperti, sifatnya sangat kriminogen (dapat menyebabkan terjadinya tindak pidana lain) dan viktimogen (secara potensial dapat menyebabkan kerugian berbagai kepentingan). Kemudian melindungi kepentingan individual (misalnya mencegah praktik penipuan). Serta melindungi religiusitas dan ketentraman hidup beragama yang dilecehkan oleh perbuatan syirik.

Kelima, Pasal 278-279 yang mengatur tentang unggas dan ternak yang merusak kebun yang ditaburi benih. Pemerintah dalam penjelasannya, pasal tersebut telah diatur dalam Pasal 549 KUHP. Karenanya pemerintah mengusulkan mengubah Pasal 278 dan 279 RKUHP menjadi delik materil. Pasal ini masih diperlukan dalam melindungi para petani yang berpotensi mengalami kerugian akibat benih atau tanamannya dirusak unggas/ternak milik orang lain.

Keenam, Pasal 281 tentang contemp of court. Keberadaan pasal tersebut diatur dalam memberikan kepastian perlindungan hukum bagi hakim dan aparatur pengadilan, hingga menjadi dasar hukum untuk menegakkan kewibawaan pengadilan. Pemerintah mempertahankan pasal tersebut dengan perubahan pada penjelasan Pasal 281 huruf c, sehingga berbunyi: Yang dimaksud dengan “dipublikasikan secara langsung” misalnya, live streaming, audio visual tidak diperkenankan. Sehingga tidak mengurangi kebebasan jurnalis atau wartawan untuk menulis berita dan mempublikasikannya. Yang pasti, pasal tersebut diatur demi ketertiban umum agar menghindari opini publik yang dapat mempengaruhi putusan hakim.

Ketujuh, Pasal 304 tentang penodaan agama. Pemerintah mengusulkan untuk mereformulasi rumusan Pasal 304. Alhasil, terdapat 3 perbuatan yang diatur, seperti melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan; menyatakan kebencian atau permusuhan; atau menghasut untuk melakukan permusuhan, kekerasan, atau diskriminasi terhadap agama, orang lain, golongan, atau kelompok atas dasar agama atau kepercayaan di Indonesia.

Perbuatan dalam rumusan ini telah disesuaikan dengan perbuatan sebagaimana diatur dalam Kovenan Hak Sipil dan Politik, serta dipandang lebih jelas jika dibandingkan dengan kata “penodaan” pada rumusan pasal sebelumnya.

Kedelapan, Pasal 342 tentang penganiayaan hewan. Pemerintah telah menambahkan penjelasan Pasal 342 ayat (1) huruf a. Dengan demikian menjadi berbunyi “Yang dimaksud dengan ‘kemampuan kodrat’ adalah kemampuan hewan yang alamiah”. Kesembilan, Pasal 414-416 tentang alat pencegahan kehamilan dan pengguguran kandungan.

Dalam penjelasan, Pasal 414 tidak ditujukan bagi orang dewasa, melainkan untuk memberikan pelindungan kepada anak agar terbebas dari seks bebas. Pengecualian Pasal 414 bila dilakukan untuk program KB, pencegahan penyakit menular seksual, kepentingan pendidikan, dan untuk ilmu pengetahuan. Kemudian dilakukan untuk kepentingan pendidikan. Sementara rumusan Pasal 416 RKUHP sesuai dengan Pasal 28 UU No.52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.

Kesepuluh, Pasal 431 tentang Penggelandangan. Pemerintah mengusulkan agar rumusan Pasal 431 tetap diatur dalam draf RKUHP. Tujuannya agar dapat menjaga ketertiban umum. Sanksi yang diberikan bukan pidana pemenjaraan, tapi sebatas pidana denda. Dimungkinkan pidana alternatif berupa pengawasan atau pidana kerja sosial. Alasan lainnya, akibat adanya putusan MK No.29/PUU-X/2012 yang menguatkan pengaturan penggelandangan dalam draf RKUHP.

Kesebelas, Pasal 469-471 tentang aborsi. Menurutnya, pemerintah mengusulkan penambahan 1 ayat baru yang menyebutkan, “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal perempuan merupakan korban perkosaan yang usia kehamilannya tidak melebihi 12 minggu atau memiliki indikasi kedaruratan medis”. Penambahan 1 ayat baru tersebut memberi pengecualian bagi pengguguran kandungan untuk perempuan apabila terdapat indikasi kedaruratan medis atau hamil karena korban perkosaan yang usia kehamilannya tidak lebih dari 12 minggu. Ketentuan dalam ayat baru tersebut merupakan ketentuan yang telah diatur dalam UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Kedua belas, Pasal 417 tentang Perzinahan. Tak ada satupun agama yang membolehkan perzinahan. Sebab, perzinahan menjadi kejahatan tanpa korban (victimless crime) yang secara individual tidak langsung melanggar hak orang lain, tapi melanggar nilai budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat. Pasal 417 bagi pemerintah bentuk penghormatan terhadap lembaga perkawinan. Rumusan pasal tersebut sebagai delik aduan yang hanya dapat diajukan oleh orang-orang yang paling terkena dampak. Seperti suami, istri, orang tua, atau anaknya.

Ketiga belas, Pasal 418 tentang kohabitasi (tinggal bersama tanpa ikatan perkawinan). Rumusan pasal tersebut merupakan delik aduan. Pengadunya hanya dapat diajukan orang-orang yang terdampak. Namun begitu, pemerintah mengusulkan menghapus ketentuan kepala desa yang dapat mengajukan aduan. Dengan begitu, aduan hanya dapat dilakukan suami/istri (bagi yang terikat perkawinan), atau orang tua atau anak (bagi yang tidak terikat perkawinan).

Keempat belas, Pasal 479 tentang perkosaan. Perkosaan dalam perkawinan (marital rape) ditambahkan dalam rumusan Pasal 479 agar konsisten dengan Pasal 53 UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Tapi kekerasan seksual berupa pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap istri atau suami bersifat delik aduan.

Tags:

Berita Terkait