Di Tuntutan Edhy, Penuntut Minta Jaminan Bank Garansi Dirampas Negara
Terbaru

Di Tuntutan Edhy, Penuntut Minta Jaminan Bank Garansi Dirampas Negara

Ada juga Bank Garansi yang dikembalikan kepada perusahaan yang belum mendapat ijin ekspor.

Aji Prasetyo
Bacaan 4 Menit
mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo. Foto: RES
mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo. Foto: RES

Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hanya meminta agar Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta menghukum mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dikenakan pidana pokok dan tambahan, tetapi penuntut juga meminta hal lain berkaitan dengan perkara ini.

Diantaranya yaitu tentang Jaminan Bank Garansi yang telah disetorkan sejumlah perusahaan eksportir Benih Bening Lobster (BBL) atau biasa disebut Benur sebesar Rp52,319 miliar. Penuntut meminta majelis agar mayoritas uang tersebut dirampas negara, dan sisanya dikembalikan kepada beberapa perusahaan yang telah menyetorkan.

Penuntut mengatakan dalam persidangan ditemukan fakta, bahwa Habrin Yake selaku kepala balai besar karantina ikan pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan Jakarta 1 Soekarno-Hatta, menandatangani surat komitmen dengan seluruh eksportir BBL sebagai dasar untuk menerbitkan bank garansi di bank BNI yang dijadikan jaminan ekspor BBL.

Selanjutnya atas permntaan Andreau Misanta Pribadi yang merupakan staf khusus Edhy dan juga Ketua Tim Due Diligence, para eksportir BBL diharuskan menyetor uang yang jumlahnya telah ditentukan ke rekening bank garansi sebesar Rp1000 per ekor BBL untuk jenis pasir, dan Rp1.500 per ekor BBL untuk jenis mutiara. (Baca: Tuntutan Berlipat Edhy Prabowo)

“Walaupun Kementrian Keuangan belum menerbitkan revisi PP tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ekspor BBL, sehingga kemudian terkumpul uang di bank garansi seluruhnya Rp52,319 miliar,” kata penuntut, Selasa (29/6).

Berdasarkan fakta persidangan diperoleh keterangan Habrin Yake bahwa dari seluruh perusahaan eksportir BBL yang telah membayar jaminan bank garansi, terdapat tiga perusahaan yang belum melakukan realisasi ekspor BBL. Pertama UD Balai Sukses Mandiri sebesar Rp150 juta, kedua PT Sinar Lautan Perkasa Mandiri sebesar Rp120 juta dan ketiga PT Hutama Asia Sejahtera sebesar Rp250 juta.

“Dengan demikian penuntut umum berpendapat, bahwa jaminan bank garansi yang telah dibayarkan oleh ketiga perusahaan yang belum merealisasikan ekspor BBL sudah selayaknya untuk dikembalikan kepada perusahaan tersebut,” ujar penuntut.

Sementara itu, berkaitan dengan sisa uang sejumlah Rp51,719 miliar sebagaimana disetorkan seluruh perusahaan eksportir BBL yang mengajukan permohonan ke KKP dan telah melakukan realisasi ekspor, dengan belum adanya peraturan lebih lanjut dari Kementerian Keuangan yang mengatur mengenai hal tersebut penuntut meminta agar dirampas negara supaya tidak disalahgunakan.

“Maka penuntut umum memohon kepada majelis hakim yang mulia agar uang tersbeut dinyatakan dirampas untuk negara,” jelas penuntut.

Salah satu perusahaan yang menyetorkan Bank Garansi adalah PT Dua Putra Perkasa Pratama. Dalam sidang beberapa waktu lalu Assistant Accounting DPPP, Betha Maya Febri, mengungkapkan pihaknya menyerahkan jaminan bank (bank garansi) senilai total Rp1 miliar terkait dengan pekerjaan ekspor benih bening lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

“Total bank garansinya ada 2 kali bank garansi. Pertama Rp500 juta, kedua Oktober Rp500 juta,” ujar Betha di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (28/4).

Dalam sidang sebelumnya Edhy juga sempat mengemukakan ide awal Bank Garansi. "Sebenarnya ide bank garansi bukan dari Rina, jadi bagaimana PNBP (penerimaan negara bukan pajak) dijalankan itu saya mendapat masukan dari Irjen, lalu dikonsultasikan dengan Biro Keuangan dan Kementerian Keuangan yang menurut beliau bisa dengan bank garansi," kata Edhy Prabowo dalam persidangan Rabu, (21/4).

Rina yang dimaksud adalah Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kementerian Kelautan dan Perikanan, sedangkan Inspektur Jenderal KKP dijabat oleh Muhammad Yusuf. Menurut Edhy Rina mengatakan ia tidak akan melakukan sesuatu kalau tidak ada perintah petunjuknya.

Dalam dakwaan disebutkan atas permintaan ketua tim uji tuntas budi daya dan ekspor benih bening lobster (BBL) Andreau Misanta Pribadi para eksportir BBL diminta menyetor uang ke rekening bank garansi sebesar Rp1.000,00 per ekor BBL yang diekspor dalam bentuk bank garansi sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Edhy Prabowo.

Selain itu disebutkan Edhy Prabowo mengarahkan Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Antam Novambar membuat nota dinas kepada Kepala BKIPM Nomor: ND.123.1/SJ/VII/2020 tanggal 1 Juli 2020 perihal Tindak Lanjut Pelaksanaan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting dan Rajungan.

Selanjutnya, Kepala Balai Besar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Jakarta I (Soekarno-Hatta) Habrin Yake menandatangani surat komitmen dengan seluruh eksportir BBL sebagai dasar untuk penerbitan bank garansi di Bank BNI yang dijadikan jaminan ekspor BBL sehingga terkumpul Rp52.319.542.040,00.

Sebelumnya KPK telah menyita aset senilai Rp 89,9 miliar dari kasus dugaan suap ekspor benih lobster yang menyeret mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo. Dari situ terdapat uang cash (tunai) yang disita sebesar Rp52,3 miliar dari BNI Cabang Gambir.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan aset yang disita dari kasus dugaan suap ekspor benih lobster selain uang tunai adalah barang mewah, barang elektronik, kendaraan, perhiasan, hingga properti berupa rumah dan vila. “Jadi Rp37,6 miliar sudah dilakukan penyitaan berupa aset yang sudah disebutkan tadi dan hari ini uang cash Rp 52,3 miliar,” kata Ali kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (15/3).

Dalam perkara ini Edhy dituntut pidana penjara selama 5 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan. Edhy diyakini jaksa terbukti menerima uang suap yang totalnya mencapai Rp25,7 miliar dari pengusaha. Selain itu penuntut juga meminta majelis agar Edhy dikenakan pidana tambahan beruapa uang pengganti sebesar Rp9,6 miliar dan AS$77 ribu dan juga pencabutan hak politik.

Tags:

Berita Terkait