Kemajuan teknologi di era revolusi industri 5.0 telah mengubah cara orang berinteraksi dengan hukum. Tidak hanya memaksa regulator mengubah pendekatan hukum, namun juga mengharuskan para profesional hukum dan aparat penegak hukum untuk beradaptasi.
Belakangan ini kemunculan Generative Pre-training Transformer (GPT) telah mempengaruhi dunia hukum, baik di luar negeri maupun di Indonesia. Dilansir dari beragam sumber, GPT adalah keluarga model jaringan neural yang menggunakan arsitektur transformator dan merupakan sebuah kemajuan penting dalam kecerdasan buatan (AI) yang mendukung aplikasi AI generatif seperti ChatGPT.
Model GPT memberi aplikasi kemampuan untuk membuat teks dan konten yang menyerupai buatan manusia (gambar, musik, dan lainnya), serta menjawab pertanyaan dalam percakapan.
Baca Juga:
- Ini Manfaat AI bagi Kejaksaan dan Kantor Hukum
- Melihat Penerapan Teknologi oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi
- Juniver Girsang Serukan Advokat Harus Paham Artificial Intelligence
Lantas apa pengaruh kehadiran GPT bagi dunia hukum? Di tengah rangkaian acara Rakernas V PERADI SAI di Surabaya, pada 9-11 Agustus, Chief Content Officer (CCO) Hukumonline, Robert Sidauruk, menjelaskan ada beberapa hal di dunia hukum yang terpengaruh dengan adanya GPT, antara lain mempengaruhi cara riset hukum yang biasanya dilakukan oleh praktisi hukum dan advokat.
Robert menjelaskan sebelum kehadiran GPT, praktisi hukum dan advokat biasanya melakukan riset dengan cara memecah rangkaian suatu kasus atau peristiwa untuk menjadi sebuah referensi hukum.
Suasana Rakernas V PERADI SAI. Foto: Istimewa
Namun dengan adanya GPT, semua itu bisa dianalisa secara otomatis dan mudah. Meski demikian, kata Robert, perlu dicek kembali sah dan valid tidaknya hasil GPT itu sendiri.