Dewas Masih Proses Laporan 75 Pegawai Terhadap Pimpinan KPK
Terbaru

Dewas Masih Proses Laporan 75 Pegawai Terhadap Pimpinan KPK

Dewas KPK terus mengumpulkan bahan keterangan terkait dengan dugaan pelanggaran etik lima pimpinan yang dilaporkan.

Aji Prasetyo
Bacaan 3 Menit
Ketua Dewas KPK Tumpak H Panggabean (tengah) saat memberikan keterangan usai sidang putusan Majelis Etik Dewas KPK terkait sidang pelanggaran kode etik penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju. Foto: RES
Ketua Dewas KPK Tumpak H Panggabean (tengah) saat memberikan keterangan usai sidang putusan Majelis Etik Dewas KPK terkait sidang pelanggaran kode etik penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju. Foto: RES

Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) masih memproses laporan dari perwakilan 75 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat dalam tes wawasan kebangsaan (TWK). Sebelumnya, pada hari Selasa (18/5), para pegawai tersebut melaporkan lima pimpinan KPK ke Dewas atas dugaan pelanggaran etik.

"Tentang TWK, kami sudah menerima pengaduan dari perwakilan 75 pegawai KPK yang dinyatakan TMS (tidak memenuhi syarat) dan saat ini sedang kami lakukan pemeriksaan. Pengaduannya menyangkut pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan KPK dalam menerbitkan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan masalah TWK itu," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC) KPK Jakarta, Senin (31/5).

Tumpak mengatakan saat ini Dewas terus mengumpulkan bahan keterangan terkait dengan dugaan pelanggaran etik tersebut. "Untuk itu, kami sudah mengumpulkan bahan keterangan dan akan berlanjut terus karena ini banyak yang akan dilakukan pemeriksaan," ucap Tumpak.

Lima pimpinan KPK yang dilaporkan adalah Ketua KPK Firli Bahuri serta empat wakil ketua masing-masing Lili Pintauli Siregar, Nurul Ghufron, Alexander Marwata, dan Nawawi Pomolango. (Baca: Alasan 75 Pegawai Laporkan Pimpinan ke Dewas KPK)

"Semua pimpinan karena sebagaimana diketahui bahwa SK (Nomor) 652 ditandatangani oleh Bapak Firli Bahuri dan kami berpikiran itu kolektif kolegial sehingga semua pimpinan kami laporkan," kata Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal KPK Hotman Tambunan selaku perwakilan pegawai di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Selasa (18/5).

Surat keputusan (SK) itu tentang hasil TWK pegawai yang tidak memenuhi syarat dalam rangka pengalihan pegawai KPK menjadi pegawai aparatur sipil negara (ASN). Ia menyebutkan ada tiga hal berkaitan dengan pelaporan terhadap lima pimpinan KPK tersebut.

"Yang pertama adalah tentang kejujuran. Dalam berbagai sosialisasi, pimpinan KPK mengatakan bahwa tidak ada konsekuensi daripada tes wawasan kebangsaan dan kami juga berpikir bahwa asesmen bukanlah suatu hal yang bisa meluluskan dan tidak meluluskan suatu hal," kata Hotman.

Alasan kedua, dia menyinggung soal materi tes wawancara dalam TWK tersebut yang janggal. Alasan terakhir, kata Hotman, terkait dengan pimpinan KPK yang sewenang-wenang dalam mengambil keputusan.

Seperti diketahui, selain melaporkan para pimpinan KPK ke Dewas, ke-75 pegawai KPK yang tidak lulus TWK juga melayangkan laporan ke Ombudsman, dan Komnas HAM. Dalam laporannya ke Komnas HAM, penyidik senior KPK Novel Baswedan mengatakan ada tindakan yang sewenang-wenang dilakukan oleh oknum pimpinan KPK dengan sedemikian rupa. “Efek dari tindakan sewenang-wenang itu banyak pelanggaran HAM,” kata Novel seperti dilansir Antara, Senin (24/5).

Novel mengatakan terdapat beberapa hal yang disampaikan kepada Komnas HAM di antaranya terkait penyerangan privasi, seksualitas hingga masalah beragama. Menurut dia, hal itu sama sekali tidak pantas dilakukan dan sangat berbahaya. Terkait wawasan kebangsaan yang menjadi salah satu penilaian alih status pegawai KPK menjadi ASN dinilai hanya bagian untuk menyingkirkan pegawai yang bekerja dengan baik dan berintegritas.

"Hal ini bukan pertama kali terjadi dan sudah berkali-kali dilakukan, namun ini yang paling banyak dan serius," katanya.

Lebih jauh dari itu, katanya, hal tersebut tidak hanya berdampak kepada 75 orang pegawai KPK tidak lolos tes wawasan kebangsaan, namun berimbas kepada pekerjaan. Bahkan, kondisi itu akan mengganggu upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air.

Yang paling penting, jika hal-hal tersebut tidak dilaporkan dan diusut tuntas sebagaimana mestinya maka berpotensi terjadi di lembaga-lembaga independen lain, katanya. "Pelaporan tidak semata-mata untuk kepentingan pribadi tetapi juga untuk upaya pemberantasan korupsi," ujar Novel.

Menanggapi pengaduan tersebut, Ali Fikri mengatakan KPK menghormati pelaporan dimaksud dan menyerahkan sepenuhnya tindak lanjut pelaporan tersebut kepada Komnas HAM sesuai dengan tugas dan kewenangannya.

Ali menyatakan bahwa seluruh pegawai dalam proses alih status menjadi ASN merupakan aset yang berharga bagi KPK. Ia menjelaskan bahwa pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat dalam TWK tersebut terdiri atas berbagai jabatan dan lintas unit, mulai dari pengamanan, operator gedung, data entry, administrasi, spesialis, kepala bagian, kepala biro, direktur, hingga deputi.

"Semuanya mempunyai tugas dan fungsinya masing-masing dalam andil pekerjaan pemberantasan korupsi," ujar Ali.

Para pegawai yang dinyatakan memenuhi syarat TWK tersebut, kata dia, juga tetap melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing untuk memastikan bahwa pekerjaan pemberantasan korupsi tidak berhenti.

Tags:

Berita Terkait