Dewan Pengawas BPJS Beda Dari Komisaris
Seleksi Dewas BPJS:

Dewan Pengawas BPJS Beda Dari Komisaris

Anggota Dewan Pengawas bukan hanya mewakili organisasi asal, tetapi juga masyarakat.

ADY
Bacaan 2 Menit
Kantor BPJS Ketenagakerjaan. Foto: RES
Kantor BPJS Ketenagakerjaan. Foto: RES
Panitia Seleksi (Pansel) BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan telah menyeleksi sejumlah nama calon Dewas dan telah menyerahkannya kepada DPR untuk ditindaklanjuti. Pansel telah mengumumkan masing-masing 10 nama. Indra Yana, Michael Johannis Latuwael, Roni Febrianto, dan Atim Riyanto diusulkan sebagai wakil pekerja di Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Kesehatan. Unsur pemberi kerja diwakili oleh Ketut Sendra, La Tunreng, Misbahul Munir, dan Didiet Perwanto Soeranto. Sedangkan representasi tokoh masyarakat diwakili Eko Suwardi dan Karun.

Di BPJS Ketenagakerjaan, unsure pekerja diwakili Rekson Silaban, Eko Darwanto, H. Mohammad Jusuf, dan Ribawati. Kalangan pemberi kerja diwakili Dipasusila S Utama, M. Aditya Warman, Ananto Harjokusumo, dan Inda D. Hasman. Dua yang mewakili tokoh masyarakat adalah Poempidana Hidayatulloh, dan Mohamad Hasan.

Kini, siapa nama yang terpilih akan ditentukan uji kelayakan dan kepatutan di Komisi IX DPR. Koordinator advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, mengatakan DPR berperan penting untuk menyeleksi Dewas BPJS, sehingga para wakil rakyat harus cermat dan teliti. Anggota Dewas yang dihasilkan haruslah yang berkualitas. “Proses ini sangat penting untuk mendapatkan Dewas yang kredibel, berkualitas dan berani,” katanya di Jakarta, Jumat (15/1).

Posisi Dewas sangat penting sebagai bagian dari pengawas internal BPJS. Timboel menampik pandangan yang menilai Dewas sama seperti komisaris. Menurutnya, Dewas jauh lebih tinggi kewenangannya dibanding komisaris. Dewas diangkat melalui mekanisme yang lebih ketat dan harus melewati tahap uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di DPR. Sedangkan komisaris, seperti yang ada di BUMN, pengangkatannya hanya ditunjuk oleh Menteri BUMN.

Mengacu Pasal 22 UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pengawasan yang dilakukan Dewas lebih jelas di antaranya meminta laporan dari direksi. Sementara komisaris hanya mendapat laporan pada saat RUPS. Sayangnya, selama ini peran Dewas belum berjalan optimal. Timboel melihat posisi Dewas masih subordinasi direksi, akibatnya fungsi dan kewenangan Dewas tidak berjalan baik.

“Saya menilai sejak BPJS bergulir, dewas masih diposisikan seperti komisaris di PT Jamsostek dan PT Askes. Dewas tidak menjalankan tugas sesuai perintah UU BPJS,” ujar Timboel.

Timboel menyebut fungsi dan kewenangan Dewas sangat strategis untuk mendukung peningkatan kinerja BPJS. Tapi karena kualitas dewas yang ada saat ini kurang baik maka fungsi tersebut tidak berjalan. Dewas gagal membangun komunikasi dengan pemangku kepentingan seperti serikat pekerja/serikat buruh, media dan organisasi masyarakat sipil. Padahal gaji yang diterima Dewas sangat besar, minimal 55 persen dari gaji direktur utama. Itu mestinya jadi pemicu Dewas untuk lebih berkualitas dan independen.

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Ahmad Ansyori, menjelaskan BPJS merupakan program negara, diamanatkan oleh konstitusi. Program yang diselenggarakan BPJS terkait kewajiban negara terhadap penduduknya dalam rangka pemenuhan jaminan sosial. Oleh karenanya dalam menjalankan program itu dibutuhkan badan penyelenggara yang bentuknya bukan PT (persero).

Pemerintah dan rakyat punya kepentingan dalam terselenggaranya program jaminan sosial oleh BPJS. Untuk itu UU BPJS mengamanatkan setiap pemangku kepentingan harus punya wakil dalam mengawasi berjalannya program yang diselenggarakan BPJS. Para wakil itu duduk dalam Dewas pada masing-masing BPJS.

Setiap anggota Dewas tidak hanya mewakili organisasinya saja, Ansyori mengatakan peran Dewas lebih dari itu yakni mewakili masyarakat. Makanya proses seleksi dewas bukan saja dilakukan oleh pansel BPJS tapi juga DPR. “Dewas itu tidak sekedar mewakili institusi mereka apakah mereka wakil pengusaha, pekerja/buruh, atau tokoh masyarakat. Dewas itu mewakili kepentingan masyarakat, maka penyaringan Dewas juga dilakukan melalui fit and proper test oleh wakil rakyat di DPR,” ujarnya.

Ansyori menjelaskan fit and proper test di DPR harus dilalui oleh calon Dewas yang mewakili unsur pengusaha, pekerja dan tokoh masyarakat. Untuk Dewas yang mewakili unsur pemerintah tidak perlu melewati proses tersebut. Jumlah calon Dewas yang berasal dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan tokoh masyarakat untuk BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan masing-masing 10 orang. Dari jumlah itu DPR akan memilih 5 orang kandidat Dewas untuk masing-masing BPJS kemudian diserahkan kepada Presiden dan kemudian ditetapkan.

Untuk Dewas dari unsur pemerintah akan ditetapkan 2 orang untuk setiap BPJS. Total jumlah Dewas untuk setiap BPJS yaitu 7 orang, terdiri dari 2 orang mewakili unsur pemerintah, 2 orang unsur pengusaha, 2 orang unsur pekerja/buruh dan 1 orang unsur tokoh masyarakat.

Rencananya, fit and proper test akan dilakukan mulai 18 Januari 2016 di DPR. Dalam proses tersebut para calon akan diminta membuat makalah. Ansyori melihat DPR juga meminta masukan masyarakat terhadap para calon Dewas.
Tags:

Berita Terkait