Dewan Kehormatan Ikadin Ajukan Judicial Review UU Advokat
Utama

Dewan Kehormatan Ikadin Ajukan Judicial Review UU Advokat

Untuk kesekian kalinya UU Advokat dimohonkan judicial review. Kali ini justeru diajukan oleh Ikadin, salah satu dari 8 organisasi yang disebut UU Advokat.

M-1/Rzk/Mys
Bacaan 2 Menit

 

Selain itu, pemohon menilai ketentuan pasal 32 ayat (3) yang menyatakan  bahwa untuk sementara tugas dan wewenang organisasi Advokat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini, dijalankan bersama oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI),  dalam implementasinya merupakan pemaksaan kehendak dan justru menghancurkan organisasi-organisasi Advokat yang nyata-nyata mekanismenya sudah berjalan selama bertahun-tahun.

 

Pemohon mengakui bahwa dahulu pemohon melalui IKADIN turut memperjuangkan asas monopoli profesi guna melindungi kepentingan masyarakat pencari keadilan. Namun sejak diberlakukannya UU Advokat, pemohon merasa IKADIN semakin menjadi tidak berdaya, lebih parah lagi sejak dinyatakannya pasal 31 UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dalam putusan perkara No.006/PUU-II/2004 oleh Mahkamah Konstitusi RI.

 

Menurut pemohon, maksud dari pasal 32 ayat (3) dan (4) tersebut adalah untuk menyatukan para Advokat dalam satu bentuk organisasi dan atau menyatukan organisasi Advokat Indonesia antara lain IKADIN. Namun demikian, dalam implementasinya nyata-nyata merugikan organisasi dalam hal ini IKADIN dimana para Pemohon dengan susah payah telah ikut mendirikan dan atau ikut membina selama lebih dari 21 (dua puluh satu) tahun, bahkan telah terdaftar dan menjadi anggota International Bar Association (IBA) harus dipaksakan menjadi wadah tunggal dalam bentuk yang lain.

 

Pada kesempatan terpisah, Ketua Umum PERADI, Otto Hasibuan, mengakui bahwa UU Advokat memang masih memiliki kekurangan. Hanya, selama ini yang dimohonkan untuk diuji lebih banyak pasal-pasal yang tidak signifikan. Otto juga menepis anggapan bahwa kebebasan berserikat kalangan advokat dihalang-halangi. PERADI, kata dia, tak pernah menghalang-halangi. Namun satu hal yang harus diingat bahwa kedelapan organisasi sudah diberi mandat oleh UU untuk membentuk satu organisasi bersama, yang kemudian bernama PERADI.

 

Tags: