Dewan Advokat Nasional Jadi Solusi Alternatif untuk Organisasi Advokat
Terbaru

Dewan Advokat Nasional Jadi Solusi Alternatif untuk Organisasi Advokat

Sebuah organisasi advokat yang ideal adalah single bar, dengan mengacu pada satu aturan pusat. Namun jika hal itu tidak memungkinkan untuk diterapkan, maka multi bar bisa menjadi pilihan. Dengan syarat, diperlukan pembentukan Dewan Advokat Nasional (DAN) untuk menjaga kode etik dan marwah advokat sebagai profesi yang officium nobile.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (FH UNS) Solo, Muhammad Rustamaji. Foto: FNH
Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (FH UNS) Solo, Muhammad Rustamaji. Foto: FNH

Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (FH UNS) Muhammad Rustamaji menyebut UU Advokat sudah tercabut dari akarnya karena isi teks UU yang sudah tidak sejalan dengan konteks yang terjadi saat ini. Hal ini dia sampaikan terkait organisasi advokat (OA) yang kini sudah terpecah menjadi banyak organisasi (multibar), dan sudah tak sejalan lagi dengan UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat.

“Misalnya, di UU Advokat hanya menunjuk satu organisasi advokat sebagai presentasi itu single bar, tapi dengan munculnya Surat Ketua MA, yang itu ternyata dalam aplikasi di lapangan menghasilkan multibar,” kata Muhammad Rustamaji dalam wawancara singkat bersama Hukumonline di kantor Dekan FH UNS, Jum'at (6/9/2024).

Menurut pria yang akrab disapa Aji ini, kondisi ini tidak boleh dibiarkan dan harus di sinkronkan. Entah tetap pada single bar, ataupun justru memilih multi bar. Tentunya dalam memilih bentuk OA yang ingin digunakan perlu dicermati dan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan pada keduanya, di mana setiap bentuk akan memiliki konsekuensi logis yang harus mencerminkan antara teks (UU) dan konteks.

Baca Juga:

Dia mengatakan jika teks (UU) pada akhirnya menghendaki multibar maka konsekuensi yang muncul adalah tidak adanya standardisasi organisasi advokat, mulai dari mekanisme perekrutan, kode etik, hingga penegakan kode etik. Hal ini berpotensi menyuburkan praktik ‘kutu loncat’, di mana seorang advokat yang sudah mendapatkan sanksi di satu OA bisa dengan mudahnya berpindah ke OA lain.

Lalu bagaimana jika UU tetap mengatur single bar? Aji menilai pada sistem ini kekuasaan terhimpun dalam satu OA. Konsekuensi atas bentuk ini akan membangun kekuasaan yang besar yang akan memberikan kesempatan untuk menyelewengkan kekuasaan.

“Keduanya sama-sama berbahaya, ada risiko hukumnya tetapi sistem itu harus dipilih dengan bertanggung jawab,” ucap Aji.

Memang, sebuah organisasi advokat yang ideal adalah single bar, dengan mengacu pada satu aturan pusat. Artinya OA bisa memiliki cabang di daerah, namun indikator profesionalitas advokat harus dipegang penuh oleh satu kekuasaan yang akan bertanggungjawab menyusun kode etik advokat.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait