Desainer Italia Gugat Pengusaha Lokal
Berita

Desainer Italia Gugat Pengusaha Lokal

Pendomplengan merek dagang orang lain tidak selaras dengan semangat Pasal 4 dan 6 UU Merek

HRS
Bacaan 2 Menit
Desainer Italia Gugat Pengusaha Lokal
Hukumonline

Pendiri perusahaan Pelletteria Marino Orlandi sekaligus desainer tas cantik, Orlandi Marino menyeret pengusaha lokal Hasan Ibrahim ke Pengadilan Niaga Jakarta. Tak hanya menyeret Hasan, Marino turut mendudukkan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual sebagai tergugat II.

Gugatan pembatalan merek ini dilayangkan lantaran Marino tidak terima melihat pengusaha lain menggunakan logo dan merek dagang yang sama dengan miliknya, Marino Orlandi. Merek dan logo ini telah terdaftar atas nama Hasan Ibrahim di Direktorat Merek pada 28 Junni 2007 untuk kelas 25.

Kelas ini melindungi jenis-jenis barang seperti pakaian, sepatu, sendal, ikat kepala, dan kimono. Selain itu, tergugat juga mendaftarkan merek dan logo Marino Orlandi ini di kelas 18, yaitu kelas yang melindungi jenis barang seperti tas, kulit, dan koper. Pendaftaran telah dilakukan sejak 29 Juni 2010 lalu.

Melihat hal ini, Orlandi Marino merasa gusar. Soalnya, desainer asal Italia ini mengklaim dirinya sebagai pemilik satu-satunya dari merek terkenal Marino Orlandi beserta logonya sejak tahun 1988 di negara Italia untuk kelas 18 dan 25.

Ketenaran merek ini terlihat dari gencarnya promosi yang dilakukan. Juga, merek ini telah didaftarkan dan diperdagangkan di banyak negara. Sebut saja Jepang, Kanada, Meksiko, Cina, Amerika Serikat, dan Brazil.

"Dengan adanya bukti pendaftaran merek dagang beserta logo ini, hal ini telah membuktikan secara yuridis eksistensi merek dagang penggugat telah diketahui masyarakat internasional atas reputasinya yang tinggi," tulis kuasa hukum Marino Orlandi, Ludiyanto dalam berkas gugatan yang diterima hukumonline, Selasa (12/2).

Adapun pendaftaran merek beserta logo ini dinilai Marino dilandasi dengan iktikad tidak baik sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek. Sebab, kata Marino Orlandi bukanlah kata yang lazim digunakan. Apalagi, kata tersebut tidak ditemukan dalam bahasa Indonesia.

Atas hal ini, jelas tergugat ingin membonceng, meniru, dan menjiplak ketenaran merek dagang Marino Orlandi. Tindakan pendomplengan ini telah mengakibatkan kerugian bagi penggugat, menimbulkan persaingan curang, dan telah menyesatkan konsumen. 

"Berdasarkan Pasal 68 ayat (2) UU Merek, penggugat meminta majelis hakim membatalkan merek tergugat," demikian Ludiyanto dalam berkas gugatan.

Sayangnya, Hasan Ibrahim maupun kuasa hukumnya tidak menghadiri persidangan.

Terpisah, beberapa waktu lalu desainer baju pengantin asal Jepang, Yumi Katsura yang diwakili perusahaannya Kabushiki Kaisha Yumi Katsura International juga menggugat perusahaan lokal, PT Citra Mulia Jaya. Dan, perkara ini telah memasuki tahap replik pada Senin lalu, (11/2).

Gugatan dilayangkan karena Yumi terganjal melakukan pendaftaran mereknya di Indonesia. Pasalnya, ada merek lain yang sama atas nama orang lain. Merek tersebut telah terdaftar di dua kelas, yaitu kelas 25 yang melindungi jenis barang seperti pakaian, sepatu, tas, dan sandal pada 24 September 2008. Serta kelas 44 yaitu kelas untuk penyewaan baju pengantin dan salon. Kelas ini telah terdaftar pada 2 Maret 2011. 

Sementara itu, menurut kuasa hukum Yumi Katsura Mansur Alwini mengatakan merek ini telah terdaftar di beberapa negara, seperti Jepang sejak 1984 dan Amerika Serikat sejak 1985. Alhasil, Yumi Katsura pun memilih jalur pengadilan demi pembatalan merek tergugat.

Tags: