Deretan Konflik Akibat Proyek Strategis Nasional
Terbaru

Deretan Konflik Akibat Proyek Strategis Nasional

Program proyek strategis nasional tersebut nyatanya hingga hari ini menimbulkan konflik yang belum selesai.

Willa Wahyuni
Bacaan 2 Menit

Upaya mewujudkan pengembangan yang ada harus dilakukan bersamaan dengan adanya persiapan lokasi pengembangan kawasan pariwisata nasional serta kesiapan daerah yang menjadi lokasi pengembangan kawasan pariwisata prioritas oleh pemerintah.

“Di dalam Peraturan Presiden terbaru tersebut juga menimbulkan beberapa konflik baru. Jika kita hendak membuat kawasan pariwisata, tentu kita membutuhkan infrastruktur di antaranya listrik, air, transportasi dan lainnya yang nyatanya berimbas kepada masyarakat,” katanya.

Imbas tersebut dapat dilihat dari beberapa konflik yang disorot beberapa waktu lalu, di antaranya kasus petani di Desa Wadas yang menolak rencana pertambangan untuk Bendungan Bener.

“Selain Desa Wadas yang sangat menghebohkan publik saat itu hingga hari ini, ada konflik lainnya yang dihadapi masyarakat, yaitu wara pelindung mata air Sungai Kali Boyong yang menolak rencana pertambangan yang akan mengganggu sumber mata air, adanya sertifikasi tanah secara sepihak oleh TNI di lahan petani Urut Sewu, kemudian ada pembangunan ekspansi PLTU di Cilacap, hingga kriminalisasi warga Jomboran,” jelas Julian.

Julian menyayangkan, aturan baru yang dalam Peraturan Presiden tentang proyek strategis nasional, undang-undang lain seakan-akan dikesampingkan dan peraturan mengenai proyek strategis nasional yang diutamakan.

“Peraturan ini didukung di dalam UU No. 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja yang sudah dibatalkan oleh MK. UU tersebut menjelaskan bahwa segala kebijakan yang bersifat proyek strategis nasional harus dimudahkan perizinannya. Padahal dalam instrumen, izin merupakan bentuk pengendalian terhadap suatu proyek, tetapi izin disini malah dipermudah,” tambahnya.

Deretan konflik yang ada, menimbulkan beberapa instrumen yang dilanggar dalam program proyek strategis nasional, yaitu instrumen hukum dan HAM, instrumen lingkungan agraria, instrumen tata ruang, dan instrumen kebencanaan.

“LBH Yogyakarta hingga hari ini terus melakukan konsolidasi bersama masyarakat dari wilayah-wilayah kawasan pariwisata lainnya,” tuturnya.

Tags:

Berita Terkait