Demi Kepastian Hukum, 4 Lembaga Perlu Bersinergi Terkait Aturan Kripto
Terbaru

Demi Kepastian Hukum, 4 Lembaga Perlu Bersinergi Terkait Aturan Kripto

Kebijakan OJK yang melarang jasa keuangan memfasilitasi kripto, perlu diperjelas penerapannya apakah keseluruhan atau ada penjelasan dan batasan tertentu.

M. Agus Yozami
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Kementerian Perdagangan (Kemendag) siap bersinergi dengan lembaga lain yakni Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menciptakan kebijakan yang tepat terkait investasi kripto guna melindungi konsumen dan kepentingan nasional secara umum.

Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (15/2), mengatakan aset kripto adalah sebuah realitas yang harus disikapi dengan tepat oleh pemerintah. Sebab, aset kripto dapat memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat luas jika fungsinya jelas dan didukung oleh pemerintah.

"Kemendag melihat ada tantangan dalam mewujudkan perdagangan kripto yang sesuai dengan prinsip-prinsip perlindungan dan keamanan konsumen. Kami siap bersinergi dan bekerja sama dengan semua lembaga termasuk BI, Kemenkeu dan OJK," katanya. (Baca: Menyoal Kepastian Hukum Transaksi Kripto)

Sementara itu, terkait kebijakan OJK melarang jasa keuangan fasilitasi kripto, menurutnya, hal itu perlu diperjelas penerapannya apakah keseluruhan atau ada penjelasan dan batasan tertentu.

Sebab, kebijakan yang tidak tepat bisa menimbulkan dampak yang kontraproduktif dalam upaya penataan dan pengaturan perdagangan kripto.

"Karena itu, maksud dari institusi keuangan tidak boleh memfasilitasi kripto dan NFT itu harus dijelaskan secara komprehensif. Yang pasti dari perspektif kami, semua transaksi jual beli kripto yang menggunakan rupiah harus dilakukan melalui pedagang (trader) dari Indonesia yang terdaftar di Bappebti," katanya.

Jerry menilai aset kripto yang diperlakukan sebagai aset di Indonesia adalah ranah Bappebti di bawah Kementerian Perdagangan. Sejak semula disepakati sesuai undang-undang, kripto diperlakukan sebagai komoditas, sehingga konsekuensinya pengaturannya ada di bawah Bappebti.

"Kripto itu bukan alat pembayaran. Kripto itu adalah komoditas. Dan perdagangan komoditas itu juga sudah ada undang-undangnya. Oleh karena itu, sesuai dengan undang-undang, yang mengatur tata kelola perdagangan komoditas, termasuk kripto, adalah Beppebti di bawah Kemendag," ucapnya.

Jerry menambahkan komoditas tersebut justru harus didukung oleh sektor keuangan agar segala aktivitas jual beli aset kripto aman dan mudah. "Dari dan ke rupiah bisa dimaksimalkan dan diberdayakan di Indonesia," ujarnya.

Sebelumnya, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda, mengatakan ada kebingungan di masyarakat terkait kepastian hukum dalam melakukan transaksi aset kripto.

Menurutnya, ada tidak keselarasan antara Bappebti dan OJK terkait aturan kripto. Di satu sisi OJK melarang transaksi aset kripto, namun di sisi lain Bappebti membolehkan. Tidak hanya itu, Bappebti juga telah merancang aturan terkait perdagangan dan pedagang kripto secara resmi. Artinya, selama transaksi dilakukan oleh pedagang kripto terdaftar dan diawasi Bappebti, skema perdagangan kripto layaknya komoditas ataupun produk derivatif lainnya. 

“Di satu sisi Bappebti berupaya memfasilitasi industri ini, tapi di sisi lain ada institusi lain yang punya pandangan lain. OJK dan Bappebti ini ngobrol dululah, tren aset kripto ini kan sudah jalan beberapa tahun terakhir,” ungkap Nailul, Rabu (9/2). 

Di lain sisi, dia memahami sudut pandang OJK yang masih mempersepsikan bahwa aset kripto berpotensi sebagai alat tukar layaknya uang fiat karena namanya adalah cryptocurrency. Sedangkan alat tukar resmi adalah Rupiah sebagaimana diatur perundang-undangan. 

“Tapi kan sejak awal ketika Bapppebti memfasilitasinya, kesepakatannya di Indonesia hanya boleh digunakan sebagai aset investasi. Bukan alat transaksi,” jelas Nailul. 

Karena itu, dia menilai ada kejanggalan dengan imbauan dari otoritas agar perbankan tidak memfasilitasi transaksi aset kripto, padahal sejak awal Bappebti merumuskan kripto sebagai komoditas investasi.

“Bagaimana bisa investor membeli atau berinvestasi aset kripto kalau tidak bisa menggunakan rekening bank sebagai jembatan untuk beli atau jual aset kripto ke pedagang kriptonya? Kan ini aset digital, masa iya beli dan jualnya lewat pedagang langsung secara offline,” tegas Nailul. 

Tags:

Berita Terkait