Delik dalam RUU PKS Harus Mengacu RKUHP
Berita

Delik dalam RUU PKS Harus Mengacu RKUHP

Dalam rangka memperbaiki dan memperkaya materi muatan RUU PKS, diperlukan masukan dari pemangku kepentingan termasuk pengaturan delik.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) masih terus dibahas. Salah satu materi muatan yang diatur yaitu pengaturan delik pemidanaan yang pembahasannya melibatkan Komisi III DPR. Namun, pengaturan delik pemidanaan dalam RUU diminta tidak berbenturan pengaturan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) agar tidak terjadi over kriminalisasi.

 

Pandangan itu disampaikan anggota Panitia Kerja (Panja) RKUHP Teungku Taufikulhadi dalam sebuah diskusi di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (30/7/2019) kemarin. “Menurut saya, ini penting sekali untuk dilihat dan diperhatikan oleh mereka yang sedang membahas RUU PKS sekarang. Jangan sampai ‘bertabrakan’ dengan RKUHP,” ujarnya. Baca Juga: Panja RUU PKS Bakal Libatkan Komisi III Bahas Pasal Pemidanaan

 

Anggota Komisi III DPR ini menilai materi muatan RUU PKS banyak delik pemidanaan yang dibuat. Sayangnya, belum ditentukan tentang ancaman pidananya. “Pengaturan ancaman pidana ini mesti dikoordinasikan dengan Komisi III DPR. Soalnya itu tadi, adanya potensi benturan pengaturan delik dalam RUU PKS dengan RKUHP yang bisa terjadi over kriminalisasi,” kata dia.  

 

Misalnya pengaturan delik dalam RUU PKS, tapi tidak dibenarkan oleh RKUHP. Seperti, pengaturan pasal tindak pidana kesusilaan di kedua RUU tersebut. Selama ini masyarakat menilai ada pasal tentang Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT). Padahal, dalam RKUHP tidak terdapat pasal pemidanaan bagi LGBT.

 

Taufikulhadi memahami tidak semua masyarakat memahami materi muatan RKUHP. Namun dia yakin, RKUHP yang disusun pemerintah dan dibahas bersama dengan DPR sebagai bagian penyusunan hukum pidana nasional sesuai dengan budaya ketimuran.

 

Politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) ini menilai definisi “kekerasan seksual” tidak dijelaskan dalam RKUHP. Namun tentang kekerasan terdapat penjelasan dalam KUHP yang lama. Bagi Taufikuhadi, adanya keberatan terhadap materi muatan RUU PKS dari kelompok masyarakat adalah hal wajar.

 

Karenanya, dalam rangka memperbaiki dan memperkaya materi muatan RUU PKS, diperlukan masukan dari para pemangku kepentingan. Termasuk pengaturan sanksi pidana terhadap delik yang dibuat perumus dalam RUU PKS. “Menurut saya acuannya adalah RKUHP. Insya Allah Panja komitmen menyelesaikan dalam periode ini,” tegasnya.

 

Anggota Komisi VIII Diah Pitaloka mengatakan Panja RUU PKS masih menerima masukan untuk memperkaya substansi materi muatannya terutama terhadap pasal-pasal tindak pidana kekerasan seksual. Sebab, publik butuh payung hukum yang kuat dalam melindungi korban. Meski pemerintah telah memberikan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), Panja RUU PKS di Komisi VIII DPR belum membahas pasal demi pasal bersama pemerintah terkait DIM.

 

“Rencananya mungkin setelah masa reses ini akan membahas pasal demi pasal. Kemarin setelah pemilu, kita menerima DIM lagi dari pemerintah beberapa poin yang diperbaiki dan rencananya setelah reses komisi VIII akan mulai membahas pasal demi pasal,” kata dia.

 

Menurutnya, pengaturan pasal pemidanaan tentang kejahatan seksual dalam KUHP masih bersifat umum. Sementara penanganan terhadap korban kekerasan seksual membutuhkan pendekatan khusus dari sisi psikologis. Karena itu, proses pembahasan pasal-pasal tentang kesusilaan dalam RUU PKS tentu menjadi perhatian khusus. Sebab, bisa saja RKUHP dapat menjadi acuan dalam perumusan delik dalam RUU PKS agar dapat saling melengkapi.

 

“Kita sependapat dengan Taufikulhadi agar RUU PKS diharapkan tidak berbenturan dengan pengaturan lain dalam RKUHP.”

 

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang menilai Komisi III lebih tepat dimintakan pendapatnya mengenai pasal-pasal pemidanaan dalam sebuah RUU. Meski sebatas meminta masukan, pembahasan bersama Komisi III demi mendapat pengaturan sanksi pidana yang bagus. Menurutnya, RUU PKS terus dibahas dan diupayakan dapat rampung sebelum berahirnya DPR periode 2014-2019 Oktober mendatang.

Tags:

Berita Terkait