Beda Delik Aduan dengan Delik Biasa dan Contohnya
Terbaru

Beda Delik Aduan dengan Delik Biasa dan Contohnya

Delik aduan adalah delik yang hanya bisa diproses dengan pengaduan. Contoh delik aduan adalah perzinahan.

Tim Hukumonline
Bacaan 6 Menit
Ilustrasi delik aduan. Sumber: pexels.com
Ilustrasi delik aduan. Sumber: pexels.com

Dalam perkara pidana, suatu proses perkara dilakukan berdasarkan pada deliknya. Terkait hal ini, ada dua jenis delik yang biasanya digunakan, yakni delik aduan dan delik biasa.

Delik biasa atau delik yang bukan delik aduan adalah delik yang dapat diproses langsung oleh penyidik tanpa adanya persetujuan dari korban atau pihak yang dirugikan. Dengan kata lain, tanpa adanya pengaduan atau sekalipun korban telah mencabut laporannya, penyidik tetap memiliki kewajiban untuk melanjutkan proses perkara tersebut. Contoh dari delik biasa, antara lain delik pembunuhan, pencurian, penggelapan, penipuan, dan lain-lain.

Apa Itu Delik Aduan?

Selanjutnya, delik aduan. KBBI mengartikan delik sebagai perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang; tindak pidana. Kemudian, definisi aduan berdasarkan KBBI adalah perihal atau perkara yang diadukan; hal mengadukan. Secara etimologis, delik aduan berarti tindak pidana yang diadukan.

Baca juga:

Jika ditinjau secara hukum atau dalam pemrosesan suatu perkara, delik aduan adalah delik yang hanya bisa diproses apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana. E. Utrecht dalam Hukum Pidana II mengungkapkan bahwa dalam delik aduan, penuntutan terhadap delik tersebut digantungkan pada persetujuan dari yang dirugikan atau korban.

Kapan delik aduan dapat disampaikan? Pasal 74 KUHP menerangkan bahwa jika korban berada di Indonesia, pengaduan dapat dilakukan dalam kurun waktu enam bulan. Kemudian, jika korban bertempat tinggal di luar negeri, jangka waktunya adalah sembilan bulan.

Dalam delik aduan, korban tindak pidana dapat mencabut laporan apabila telah terjadi suatu perdamaian di antara korban dan terdakwa. Hal ini diterangkan dalam Pasal 75 KUHP yang menyebutkan bahwa orang yang mengajukan pengaduan berhak menarik kembali pengaduannya dalam waktu tiga bulan setelah pengaduannya diajukan.

Delik Aduan Relatif dan Absolut

R. Soesilo dalam KItab Undang-Undang Hukum Pidana membagi delik aduan menjadi dua jenis, yakni delik aduan relatif dan absolut.

Pertama, delik aduan relatif. Yang dimaksud dengan delik aduan relatif adalah delik-delik yang umumnya bukan merupakan delik aduan, namun bisa berubah menjadi delik aduan apabila dilakukan oleh sanak-sanak keluarga sebagaimana ditentukan dalam Pasal 367 KUHP.

Dalam konteks delik aduan relatif, pengaduan diperlukan bukan untuk menuntut suatu peristiwa, melainkan orang-orang yang bersalah dalam peristiwa tersebut. Sehubungan dengan sasarannya, delik aduan relatif dapat “dibelah”.

Sebagai penjelas terkait konteks “dibelah”, mari simak ilustrasi delik aduan contoh berikut. 

Ada dua orang anak, bernama A dan B, yang mencuri barang dari bapaknya. Korban, yang mana adalah bapaknya, dapat mengajukan pengaduan akan satu orang saja dari kedua pelakunya. Misalnya, bapak tersebut menuntut A saja dan B terbebas dari tuntutan. Pengaduan akan A seorang, inilah yang dimaksud “dibelah” dalam konteks delik aduan relatif.

Kedua, delik aduan absolut. Yang dimaksud delik aduan absolut adalah delik yang selalu dapat dituntut apabila ada pengaduan. Dalam delik ini, pengaduan mutlak diperlukan untuk menuntut peristiwanya.

Sehubungan dengan penuntutan akan peristiwa, diterangkan Soesilo bahwa semua pihak yang terlibat, baik melakukan, membujuk, membantu, dan lainnya harus dituntut. Berbeda dari penjelasan delik relatif, delik absolut tidak dapat dibelah.

Sebagai penjelas terkait konteks tidak dapat dibelah, mari simak contoh berikut.

Seorang istri diketahui telah berzinah dan suami memasukkan pengaduan akan perzinahan itu. Suami tersebut tidak bisa hanya menuntut pasangan zina dari istrinya saja. Saat diadukan, istrinya juga harus menghadapi tuntutan sekalipun suaminya masih cinta atau sudah mengampuninya.

Contoh Delik Aduan

Secara sederhana, perbedaan mendasar antara delik biasa dan delik aduan ada pada penyelesaiannya. Delik aduan digunakan untuk tindak pidana yang dapat diselesaikan secara kekeluargaan atau hingga tercapai sebuah kesepakatan bersama. Berikut contoh delik beserta pasal delik aduannya.

Perzinahan: Tindak pidana perzinahan diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan. Diterangkan dalam Pasal  284 ayat (2) KUHP, bahwa penuntutan akan perzinahan hanya dapat dilakukan atas pengaduan dari suami atau istri yang bersangkutan; dan apabila Pasal 27 KUH Perdata berlaku bagi mereka, dalam tenggang waktu tiga bulan dapat dilakukan permintaan bercerai atau pisah ranjang karena perkara ini.

Kemudian, diterangkan dalam Pasal  284 ayat (4) KUHP bahwa pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.

Pencemaran nama baik: Pasal 310 ayat (1) KUHP menerangkan bahwa menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya agar hal tersebut diketahui secara umum atau pencemaran nama baik, dapat diancam pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak Rp450 ribu.

Penghinaan akan orang yang sudah mati: Pasal 320 ayat (1) KUHP menerangkan bahwa pencemaran akan orang yang sudah mati diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp4.500.

Kemudian, diterangkan dalam Pasal 320 ayat (2) KUHP bahwa kejahatan ini tidak akan dituntut tanpa adanya pengaduan dari salah seorang keluarga sedarah maupun dalam garis keturunan, atau atas pengaduan suami atau istrinya.

Membuka rahasia orang lain: Pasal 322 ayat (1) KUHP menerangkan bahwa siapa yang dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp9.000.

Kemudian, diterangkan dalam Pasal 322 ayat (2) KUHP bahwa jika kejahatan tersebut dilakukan kepada orang lain, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan dari korbannya.

Membuka rahasia perusahaan: Pasal 323 ayat (1) KUHP menerangkan bahwa siapa yang dengan sengaja memberitahukan hal-hal khusus, yang seharusnya dirahasiakan, tentang suatu perusahaan dagang, kerajinan atau pertanian, di mana tempat ia bekerja atau tempat lamanya bekerja, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp9.000.

Kemudian, diterangkan dalam Pasal 323 ayat (2) KUHP bahwa kejahatan ini hanya dapat dituntut atas pengaduan pengurus perusahaan yang dirugikan.

Delik Aduan dalam KUHP Baru

DalamUU 1/2023 atau KUHP Baru yang akan berlaku per 2026 mendatang, delik aduan dikenal dengan sebutan “pengaduan”. Ketentuan Pasal 24 ayat (1) UU 1/2023 menerangkan bahwa dalam hal tertentu, pelaku tindak pidana hanya dapat dituntut atas dasar pengaduan.

Kemudian, terkait delik aduan atau pengaduan ini, UU 1/2023 atau KUHP Baru mengatur ketentuan berikut.

  • Jika korban tindak pidana aduan belum berumur 16 tahun, yang berhak mengadukan adalah orang tua atau walinya. Kemudian, urutan yang dapat mengadukan adalah orang tua, kemudian keluarga sedarah dalam garis lurus, dan dilanjutkan keluarga sedarah dalam garis menyamping sampai derajat ketiga. Jika tidak ada orang tua atau keluarga, pengaduan dapat dilakukan sendiri (Pasal 25 UU 1/2023).
  • Jika korban tindak pidana aduan meninggal dunia, pengaduan dapat dilakukan oleh orang tua, anak, suami, atau istri korban; kecuali jika korban secara tegas tidak menghendaki adanya penuntutan.
  • Pengaduan dilakukan dengan cara menyampaikan pemberitahuan dan permohonan untuk dituntut, baik secara lisan atau tertulis kepada pejabat yang berwenang (Pasal 28 UU 1/2023).
  • Pengaduan dapat dilakukan dalam tenggang waktu 6 bulan terhitung sejak (orang yang berhak mengadu tinggal di Indonesia) mengetahui tindak pidana tersebut. Atau terhitung 9 bulan sejak (orang yang berhak mengadu bertempat tinggal di luar Indonesia) mengetahui tindak pidana tersebut (Pasal 29 UU 1/2023).
  • Pengaduan dapat ditarik kembali oleh pengadu dalam waktu 3 bulan terhitung sejak tanggal pengaduan diajukan. Kemudian, pengaduan yang ditarik kembali tidak dapat diajukan lagi (Pasal 30 UU 1/2023).

Follow Official Whatsapp Channel Hukumonline untuk mendapatkan update terkini seputar dunia hukum Indonesia sekarang juga! Klik link berikut untuk bergabung!

Tags:

Berita Terkait