Deklarasi Pemuka Agama dalam Pelestarian Hutan Tropis Indonesia
Pojok MPR-RI

Deklarasi Pemuka Agama dalam Pelestarian Hutan Tropis Indonesia

Agama dan masyarakat dapat tampil dan berperan secara bersama dalam mengingatkan manusia agar tidak melakukan kerusakan terhadap hutan.

RED
Bacaan 2 Menit
Foto: Humas MPR
Foto: Humas MPR

Indonesia, menjadi satu dari sekian negara pewaris kekayaan bumi dengan hutan tropisnya. Selain sebagai paru-paru bumi, hutan sebagai jantung dalam menjaga kestabilan iklim yang merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini terlihat dari deklarasi dan seruan para pemuka agama untuk melindungi hutan tropis Indonesia di halaman Gedung Parlemen, Jumat (26/10).

 

Sejumlah elemen agama dan masyarakat tersebut adalah Majelis Ulaman Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Persatuan Umat Budha Indonesia (Permabudhi). Kemudian, Mejelis Tinggi  Agama Khonghucu (Matakim), Nu, Muhammadiyah, Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN), dan Siaga Bumi.

 

"Mendeklarasikan kolaborasi umat berbagai agama untuk perlindungan hutan (multifaith collaboration for rainfores protection). Kami umat beragama dan masyarakat Indonesia menyadari bahwa hutan adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa," ujar Ketua Kehormatan Presidium IRC Indonesia dan Ketua Pengarah Siaga Bumi Din Syamsuddin.

 

Menurutnya, dalam butir deklarasi menyebutkan, "kami mengamati dengan  penuh keprihatinan bahwa  hutan di Indonesia  mengalami kerusakan akibat dari berbagai ulah manusia. Oleh karena itu kami elemen masyarakat Madani Indonesia dengan ini menyatakan komitmen untuk melindungi, melestarikan, dan memuliakan hutan tropis yang ada di Indonesia".

 

Menurut Din, banyak upaya yang dilakukan dalam upaya melestarikan hutan tropis di dunia. Sayangnya, upaya tersebut dipandang tidak cukup. Pasalnya ditemukan banyak tantangan dalam pengelolaan. Khususnya berkaitan dengan dari moral manusia. "Dan agama menjadi penting untuk dapat terlibat dalam mengelola moral manusia tersebut" ujarnya.

 

Bagi Din, agama dan masyarakat dapat tampil dam berperan secara bersama dalam mengingatkan manusia agar tidak melakukan kerusakan terhadap hutan. Tak dapat dipungkiri, masyarakat yang berada di kawasan pedesaan dengan adat istiadat yang dijunjung tinggi, justru lebih mudah melakukan adaptasi dengan moralitas yang mereka miliki.

 

"Sehingga, pendekatan dengan para pemuda atau tokoh masyarakat setempat dapat menjadi agen perubahan untuk mendorong perubahan perilaku dalam melestarikam hutan hujan tropis" katanya.

 

Di tempat yang sama, Ketua MPT Zulkifli Hasan menyambut baik deklarasi ini. Menurutnya, bersatunya berbagai macam agama di Indonesia dalam satu misi pelestarian hutan Indonesia adalah potret implementasi Pancasila dan kebhinnekaan Indonesia yang melupakan perbedaan demi satu tujuan yang mulia.

 

Ia mengatakan, hutan tropis di Indonesia adalah kekayaan bangsa yang harus dijaga kelestariannya. Beragam flora dan fauna bahkan yang hampir punah ada di hutan-hutan Indonesia. Selain berperan sebagai penyeimbang alam dan ekosistem nasional, hutan Indonesia juga berperan sebagai ‘paru-paru’ dunia.

 

“Tentu saja kami MPR RI dan kita semua elemen bangsa Indonesia mendukung pelestarian hutan serta perlindungan hutan sebab perannya yang sangat luar biasa tersebut. Dan kami MPR memberikan apresiasi tinggi dan mendukung penuh upaya-upaya elemen masyarakat dalam pelestarian dan perlindungan hutan tropis Indonesia,” katanya.

 

Peluncuran Prakarsa Lintas Agama Untuk Perlindungan Hutan Tropis Di Indonesia adalah acara pembacaan deklarasi bersama ‘Kolaborasi Lintas Agama Mendukung Pelestarian Hutan Tropis Indonesia’ dan acara penanaman secara simbolik bibit-bibit pohon khas Indonesia di area Peace Park.

 

“Bersatunya berbagai macam agama di Indonesia dalam satu misi pelestarian hutan Indonesia adalah potret implementasi Pancasila dan kebhinnekaan Indonesia yang melupakan perbedaan demi satu tujuan yang mulia,” ujar pria yang disapa Zulhasan itu.

 

Berbicara soal menjaga persatuan bangsa, Zulhasan menegaskan bahwa itu adalah tugas dan peran semua anak bangsa. MPR sendiri salah satu tugasnya sesuai UU adalah mensosialisasikan pentingnya menjaga persatuan, kebersamaan, saling menghormati dan menghargai. Sebab, hal-hal tersebut adalah kesepakatan para pendiri bangsa yang digunakan sebagai landasan kokoh Indonesia merdeka.

 

“Kami juga memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang harus kita jaga terus.  Jangan sampai Indonesia yang terdiri dari keberagaman yang luar biasa sampai terkoyak-koyak. Para pendiri bangsa sudah meletakkan dasar untuk melupakan perbedaan dan hanya fokus kepada cita-cita bersama yakni Indonesia sejahtera. Itu tugas kami dan akan kami jaga terus,” katanya.

 

Namun, diungkapkan Zulhasan, banyak sekali potensi gangguan terhadap persatuan Indonesia yang susah payah dibangun para pendiri bangsa antara lain panasnya suasana tahun politik saat ini dan tahun 2019 karena berbeda pilihan.

 

“Makanya, untuk menjaga agar kegaduhan tahun politik bisa mereda bahkan hilang, MPR dengan berbagai berupaya dengan sungguh-sungguh menjaga persatuan bangsa, salah satunya dengan mengkampanyekan ‘Friendly Competition’. Pilihan boleh berbeda tapi semua tetap saudara. Tahun politik kita menjalankan demokrasi untuk kesejahteraan bersama bukan untuk berperang satu sama lain,” ujarnya.

 

Peluncuran Prakarsa Lintas Agama Untuk Perlindungan Hutan Tropis Di Indonesia sendiri adalah kerja bareng MPR RI, Kementerian Lingkungan Hidup RI, Center for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC)  dan Indonesia Bergerak Selamatkan Bumi (Siaga Bumi).

 

Selain dihadiri Ketua MPR RI, juga dihadiri oleh Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, Wakil Ketua DPD RI Akhmad Muqowam, Tokoh Muhammadiyah dan Ketua Inter-Religious Council (IRC) Indonesia Din Syamsuddin, perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Persatuan Umat Budha Indonesia (Permabudhi),  Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Aman) serta para mahasiswa dan masyarakat umum lintas agama se Jabodetabek juga perwakilan negara sahabat.

Tags:

Berita Terkait