Debat Jaksa, Advokat Hingga Mantan Hakim Tentukan Juara Pro Bono 2019
Berita

Debat Jaksa, Advokat Hingga Mantan Hakim Tentukan Juara Pro Bono 2019

​​​​​​​Dewan juri terdiri dari para praktisi hukum independen dan perwakilan Kementerian Hukum dan HAM.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Suasana penjurian Hukumonline Awards 2019 Pro Bono Champions. Foto: RES
Suasana penjurian Hukumonline Awards 2019 Pro Bono Champions. Foto: RES

Jaksa, advokat, hingga mantan hakim berkumpul dalam sidang ‘khusus’ di kantor Hukumonline, Rabu (20/11). Mereka berkumpul bukan untuk menentukan sanksi bagi terdakwa. Kali ini sidang digelar untuk menobatkan gelar juara bagi nominator Hukumonline Award 2019 Pro Bono Champions.

 

Dewan juri telah memilih para advokat yang menjadi juara. Penilaian diwarnai adu pendapat para juri soal aktivitas pro bono para nominator. Para juri kerap berbeda pendapat soal dampak sosial dan tingkat kesulitan dari jasa pro bono para nominator. Tentu saja semua nominator telah melakukan hal baik dan mulia dengan menunaikan jasa pro bono. Hanya saja tugas dewan juri memang harus memilih yang terbaik di antara para nominator.

 

“Mungkin saja mereka melakukan advokasi 50 perkara, tapi perkara itu kecil-kecil, sederhana dibandingkan dengan yang 5 perkara tapi raksasa,” ujar Bagir Manan di tengah sidang penjurian. Bagir adalah salah satu juri yang tercatat pernah menjabat Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Dewan Pers. Bagir juga seorang Guru Besar di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran.

 

Juri lainnya adalah seorang jaksa yang aktif mengajar serta menulis buku-buku hukum. Jaksa tersebut adalah Redha Manthovani, Asisten Umum Jaksa Agung yang bersedia ikut menilai nominator Hukumonline Award kali ini. Ia mengaku senang bisa bergabung dalam dewan juri.

 

Juri lainnya mewakili Kementerian Hukum dan HAM yang diutus dari Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Masan Nurpian, Kepala Subbidang Program Bantuan Hukum BPHN itu sangat teliti menilai bukti-bukti pendukung kegiatan pro bono seperti foto yang dilampirkan.

 

“Berkaca pada verifikasi di program bantuan hukum BPHN, fotonya harus benar-benar jelas membuktikan sedang penyuluhan atau ‘selamatan’? Apakah ada spanduk juga misalnya,” ujar Masan disambut tawa juri lainnya. Masan secara cermat memastikan bahwa para nominator tidak terdaftar sebagai mitra organisasi bantuan hukum pemerintah.

 

Seperti telah diberitakan, para mitra organisasi bantuan hukum pemerintah menerima pendanaan program bantuan hukum. Hal itu membuat jasa hukum gratis dari mereka tidak bisa dihitung pro bono. (Baca: Ada Syaratnya Jika Kantor Hukum Profesional Ingin Didanai Pemerintah)

 

Isnur, advokat publik dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia menambah tingkat ketelitian dewan juri. Berbagai lampiran surat kuasa, pemberitaan media massa, hingga substansi pro bono ditelaah Isnur secara cermat. Ia menilai panduan yang digunakan oleh Hukumonline Award telah mengacu standar terkini.

 

Saya lihat secara definisi, prasyarat, dan penentuan sudah mengacu ke panduan pro bono yang kami buat bersama Perhimpunan Advokat Indonesia,” ujar Isnur. Ia mengapresiasi ajang penghargaan Hukumonline yang berupaya membangun budaya apresiasi atas kegiatan pro bono.

 

Hukumonline menggelar survei terbuka sebagai cara mengikuti Hukumonline Award 2019 Pro Bono Champions. Kantor-kantor hukum dari berbagai wilayah, bidang praktik, serta bentuk badan hukum apa saja bisa mengikuti survei tersebut. Hanya saja, responden yang berhak mengikuti tahap penilaian adalah kantor hukum komersial. Hal itu karena sejak awal ajang penghargaan ini ingin mendorong budaya pro bono di kantor hukum komersial.

 

Itu sebabnya juri dari kalangan kantor hukum komersial ikut dilibatkan. Hukumonline meminta Yeni Fatmawati, advokat yang pernah lama berkarier sebagai in house counsel, ikut menjadi dewan juri. Yeni tercatat sebagai salah satu pendiri Indonesian Corporate Counsel Association (ICCA). Pengalaman Yeni sangat membantu penilaian kegiatan pro bono dari sudut pandang praktisi di kantor hukum komersial.

 

Dewan Juri ini bertindak secara independen dalam menilai para nominator. Mereka menentukan penerima kategori penghargaan yang mengacu pada tiga pertanyaan terakhir survei. Sedangkan penilaian kategori selain itu menggunakan metode kuantitatif dengan analisis statistik deskriptif.

 

Diikuti 103 Kantor Hukum Komersial

Pada awalnya ada 142 responden yang mengisi survei hingga 1 November 2019. Setelah batas akhir diundur ke 8 November 2019, total responden bertambah menjadi 151. Namun hanya 103 responden saja yang merupakan kantor hukum komersial. Sisanya, ada 48 organisasi bantuan hukum ikut mengisi survei untuk mengikuti Hukumonline Award 2019. Sesuai syarat dan ketentuan, Hukumonline harus menggugurkan seluruh organisasi bantuan hukum dari daftar calon nominator.

 

Baca:

 

Sejumlah 103 kantor hukum lolos untuk dinilai lebih lanjut sebagai calon nominator. Kelengkapan isian survei dan dokumen pendukung menjadi ukuran seleksi menuju daftar nominator. Ratusan kantor tersebut tersebar di berbagai pulau dari timur hingga barat Indonesia. Tercatat ada 24 provinsi serta 49 Kabupaten/Kota sebagai lokasi kantor-kantor tersebut.

 

Provinsi DKI Jakarta menjadi penyumbang terbesar jumlah calon nominator yaitu sebanyak 40 kantor hukum. Disusul Jawa Barat dengan 10 kantor hukum dan Jawa Timur dengan 7 kantor hukum.

Tags:

Berita Terkait