Debat Capres II Diminta ‘Bongkar’ Problem Isu Lingkungan dan SDA
Berita

Debat Capres II Diminta ‘Bongkar’ Problem Isu Lingkungan dan SDA

Persoalan lingkungan hidup dan sumber daya alam (SDA) bersifat struktural terkait industri ekstraktif, ketimpangan penguasaan SDA dan agraria, korupsi dan pelanggaran HAM.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Kedua pasangan capres dan cawapres dalam Pilpres 2019. Foto: RES
Kedua pasangan capres dan cawapres dalam Pilpres 2019. Foto: RES

Debat calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) tahap kedua akan berlangsung beberapa waktu ke depan. Tema yang diusung dalam debat tersebut mengenai pangan, energi, infrastruktur, sumber daya alam (SDA), dan lingkungan hidup. Debat pertama yang berlangsung 17 Januari lalu menuai kritik berbagai kalangan karena KPU memberikan kisi-kisi soal kepada para kandidat.

 

“Kita berharap debat kedua nanti ada perbaikan kualitas, sehingga publik bisa mengetahui program yang ditawarkan kedua pasangan capres-cawapres,” ujar Ketua Tim Adhoc Politik Keadilan Ekologis Walhi, Khalisah Khalid dalam keteranganya di Jakarta, Kamis (24/1/2019).

 

Perempuan yang disapa Alin itu menjelaskan kedua kandidat sama sekali tidak menyinggung isu lingkungan hidup dan SDA seperti pelanggaran hak atas lingkungan hidup, korupsi, dan hak masyarakat adat/lokal atas SDA. Padahal, publik berharap para kandidat menyentuh masalah ini, dibutuhkan gagasan dan terobosan untuk menjawab masalah lingkungan hidup dan SDA.

 

“Kami mendorong paslon untuk berani berdebat pada level substansi dan menjangkau problem mendasar dari semua persoalan lingkungan hidup dan sumber daya alam, bukan hanya sebatas isu lingkungan hidup yang berada di permukaan,” kata Alin. Baca Juga: Debat Paslon Tahap II Tanpa Kisi-Kisi dan Sejumlah Perubahan

 

Bagi Alin, tema debat kedua ini sangat penting mengingat bencana ekologis dan kebakaran hutan semakin meningkat. Begitu pula ancaman terhadap ekosistem rawa gambut di beberapa daerah, serta konflik lingkungan hidup, SDA, dan agraria yang terus terjadi.

 

Alin berpendapat masalah lingkungan hidup dan SDA di Indonesia bersifat struktural. Ini terkait pilihan ekonomi pembangunan yang bertumpu pada industri ekstraktif, ketimpangan penguasaan SDA, dan agraria yang berbasis korporasi besar. Tata kelola SDA juga buruk, misalnya praktik korupsi, perampasan tanah, dan pelanggaran HAM.

 

Sebelum menentukan pilihan pada hari pemungutan suara, Alin mengingatkan publik perlu menilai pemahaman dan komitmen kedua pasangan calon untuk menegakan hukum terkait kejahatan korporasi. Apa strategi yang akan dilakukan untuk memberikan efek jera kepada penjahat lingkungan. Sekaligus agenda apa yang diusung para kandidat untuk menghentikan praktik perampasan hak rakyat atas SDA dan agraria, serta perlindungan bagi pejuang lingkungan hidup dari upaya kriminalisasi.

 

Deputi Direktur ICEL, Raynaldo Sembiring, mengingatkan tim panelis berperan penting dalam debat kedua ini. Dia mengusulkan panelis yang dipilih harus memiliki rekam jejak dan pengalaman yang baik dalam isu lingkungan hidup dan SDA. Jangan sampai pembela perusak lingkungan hidup dipilih menjadi panelis. Untuk memilih panelis yang tepat KPU bisa menjalin komunikasi dengan organisasi masyarakat sipil yang selama ini fokus pada isu lingkungan hidup dan SDA.

 

“Satu hak penting, kedua pihak pasangan calon jangan mengintervensi KPU dalam menentukan panelis,” pintanya.

 

Sebelumnya, Walhi menilai dalam debat pertama para kandidat belum memaknai hak atas lingkungan hidup sebagai HAM. Selama hampir 5 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, janji politik yang tertuang dalam nawacita belum semua dipenuhi. Pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno pun, tidak menyebut soal HAM dalam dokumen visi dan misi yang dilayangkan ke KPU.

 

Walhi mengingatkan Pasal 28A UUD 1945 menyebutkan setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya. Pasal 28H UUD Tahun 1945 menegaskan setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. “Ini menjadi kewajiban negara untuk melindungi, menghormati dan memenuhinya.”

 

Mereka melihat para kandidat belum mampu menjawab tantangan dan berbagai situasi lingkungan hidup di Indonesia. Misalnya, tercemarnya sumber air, privatisasi air, pencemaran udara oleh industri dan PLTU, buruknya transportasi, ancaman bencana ekologi, dan kebijakan tata ruang yang mengabaikan daya dukung dan tampung lingkungan hidup.

 

Penegakan hukum terhadap kejahatan korporasi pun selama ini, menurut Walhi masih menghadapi tantangan berat walau pemerintah sudah melakukan upaya. Misalnya, pemerintah memenangkan gugatan sebesar Rp18,3 triliun dari 10 perusahaan di sektor kehutanan/perkebunan.

 

Meski demikian, kedua pasangan calon menurut Walhi belum melihat ancaman lubang bekas tambang terhadap anak-anak. Periode 2011-2018 tercatat 32 anak meninggal di lubang bekas galian tambang. Persoalan lain, masyarakat yang memperjuangkan lingkungan hidup malah dikriminalisasi dan mengalami kekerasan.

Tags:

Berita Terkait