Saat menerima pimpinan KPK itu, Presiden Jokowi didampingi oleh Menko Polhukam Wiranto, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly, Mensesneg Pratikno, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Adapun pimpinan KPK yang hadir adalah Agus Rahardjo, Basaria Panjaitan, Alexander Marwata, Saut Situmorang, dan Laode Muhammad Syarif.
Baca:
- Pengaturan Kejahatan Korporasi dalam RKUHP Perlu Sinkronisasi
- Menanti Pertemuan Jokowi-KPK Bahas RKUHP
- Duplikasi Pengaturan Delik Tipikor dalam RKUHP Potensi Transaksional
Sementara itu, Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting mengatakan bahwa persoalan RKUHP bukan hanya sebatas dimasukkan atau tidak dimasukkannya delik korupsi. Tapi juga, berkaitan dengan banyak hal. Mulai dari konsistensi metode kodifikasi, adanya duplikasi pengaturan, proporsionalitas kriminalisasi, hingga tidak jelas serta tidak tepatnya pengaturan.
Atas dasar itu, ia berharap, Pemerintah dan DPR perlu membahas kembali persoalan-persoalan dalam RKUHP dengan melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan lain. “Pemerintah dan DPR tidak boleh berhenti pada persoalan delik korupsi saja karena RKUHP mengandung dan berdampak pada banyak sekali materi,” tulis Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera itu dalam siaran pers yang diterima Hukumonline.
Menurut Miko, Pemerintah dan DPR juga perlu untuk melakukan uji implikasi RKUHP. RKUHP sangat penting dan harusnya menyelesaikan masalah dan bukan menjadi masalah di kemudian hari. Meski begitu, ia mengapresiasi pernyataan presiden yang akan mengakomodir kepentingan KPK dan tidak akan mengejar target pengesahan RKUHP.