Data Sebabkan Penyaluran BLSM Bermasalah
Berita

Data Sebabkan Penyaluran BLSM Bermasalah

Data penduduk menggunakan periode 2011, dan perencanaan yang kurang lengkap.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Data Sebabkan Penyaluran BLSM Bermasalah
Hukumonline

Penyaluran Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) diakui pemerintah terjadi kendala di berbagai daerah. Hal itu diakui Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial  Kementerian Sosial (Kemensos), Andi ZA Dulungketika Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VIII di DPR, Senin (1/7).

Diantaranya, papar Andi seperti belum tepatnya sasaran kepada masyarakat miskin. Hal itu disebabkan data yang digunakan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011,untuk data Beras Miskin (Raskin).

Akibatnya, di lapangan terjadi perubahan data. Misalnya, warga yang telah pindah tempat tinggal dan meninggal dunia. “Memang persoalan data ini selalu menjadi persoalan di lapangan,” ujarnya.

Kemensos menerima data dari BPS yang telah diolah oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Oleh Kemensos data tersebut memang mesti diverifikasi per enam bulan.

Namun sayangnya, verifikasi data belum maksimal dilakukan. Menurutnya, data yang digunakan sebagai rujukan adalah data dari TNP2K yang langsung diserahkan kepada PT Pos Indonesia sebagai pelaksana penyalur BLSM.

Kemensos melalui PT Pos Indonesia (Persero) sudah menyebar Kartu Perlindungan Sosial (KPS) sebanyak 10 juta lembar dari 15,5 juta yang ditargetkan menerima BLSM. Sedangkan sisanya masih terus diproses. Tapi, menurut Andi, hingga per 28 Juni 2013 sebanyak 8.554 KPS dikembalikan.

Bila diurai, dari total kartu BLSM yang kembali, sebanyak 22,69 persen ternyata sudah meninggal. Lalu, yang menolak pembagian kartu sebanyak 2,17 persen, pindah tanpa pemberitahuan 59,07 persen.

Sedangkan kartu ganda sebanyak 1,84persen. Alamat tidak dikenal mencapai 12,40 persen, dan alamat tidak jelas 1,52 persen. Mereka yang pulang kampung atau merantau mencapai 0,27 persen. Kemudian nama berbeda dengan KPS mencapai 0,04 persen. “Hingga kini masih dilakukan pengantaran ulang, sehingga belum dinyatakan retur,” ujarnya.

Andi merinci sejumlah kendala lain. Misalnya, warga merasa miskin namun tak mendapat KPS. Menurutnya, data sesuai Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) periode 2011 menyasar 25 persen rumah tangga dengan status ekonomi terendah. Namun, lanjut Andi, masih dirasa sulit membedakan dengan status ekonomi masyarakat yang berada di atas garis 25 persen.

Kemudian pada tahun 2011 misalnya, warga tidak masuk dalam kategori miskin. Namun pada 2013 masuk dalam kategori miskin. Tidak hanya itu,  warga yang mendapat Raskin namun tak mendapat KPS. Hal penting lainnya, terdapat ketidakcocokan nama, alamat, nomor Kartu Keluarga (KK) dan informasi lain di KPS. “Data memang harus dievaluasi dan diverifikasi. Kita akan mempersiapkan perbaikan,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Dirut Pos Indonesia,I Ketut Mardjana mengatakan banyak mengalami kendala di lapangan. Selain persoalan data, terdapat seratus Kepala Desa yang tergabung dalam asosiasi perangkat desa kabupaten Sukabumi menolak program BLSM.

Sebagai pelaksana penyaluran BLSM, Pos Indonesia kerap menjadi  ‘bantalan’ kesalahan jika terjadi masalah di lapangan. Padahal, data yang diterima PT Pos Indonesia berdasarkan TNP2K. “Kantor pos ada di depan, maka sering menjadi tumpuan kesalahan,” ujarnya.

Anggota Komisi VIII Abdul Azis Suseno mengatakan Kemensos mesti melakukan verifikasi data terhadap 15,5 juta penduduk miskin. Selain itu, BPS harus dimintai penjelasannya atas kesalahan data yang digunakan sebagai rujukan penyaluran BLSM.  Ia meminta agar BPS dan TNP2K diundang dalam RDP selanjutnya.

“Kesalahan data ini datangnya dari mana, data orang miskin di Indonesia ini memang tidak pernah jelas. Makanya BPS juga harus didatangkan juga,” imbuh politisi Partai Keadilan Sejahtera itu.

TB Ace Hasan Syadzily punya pandangan serupa. Anggota Komisi VIII dari Fraksi Golkar itu mengatakan proses pendataan yang dilakukan BPS terbilang kacau. Ia khawatir jika tetap digunakan data yang ada akan membuka celah penyalahgunaan penyaluran BLSM. Pasalnya, BLSM merupakan uang rakyat. “Kenapa data ini (periode 2011, red) terus digunakan, ini kan uang rakyat. Data ini menurut saya kacau,” ujarnya.

Menurutnya, kebijakan pemerintah semestinya sudah menyiapkan segala sesuatunya agar tidak gaduh. Apalagi, penyaluran BLSM dilakukan di seluruh wilayah Indonesia. kendati begitu, ia meminta Pos Indonesia mmapu menjangkau penyaluran ke pelosok wilayah. Misalnya pegunungan di Papua. Pasalnya Pos Indonesia mendapat imbal jasa dari anggaran BLSM sebesar Rp279,5 miliar.

Ketut Sustiawan, anggota Komisi VIII dari Fraksi PDIP itu mengatakan sepekan penyaluran BLSM sudah menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Ia khawatir jika tak dibenahi secara cepat akan menimbulkan kekisruhan. “Kita sudah berulang kali minta data. Setiap punya program semua berbasis data, tapi ketika pelaksanaan tidak tepat sasaran. Kebijakan ini betul tidak bisa mengatasi dampak BBM,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait