Dari Aksi Jemput Paksa Terduga COVID-19 Hingga Legalitas Aborsi di Indonesia
10 Artikel Klinik Terpopuler:

Dari Aksi Jemput Paksa Terduga COVID-19 Hingga Legalitas Aborsi di Indonesia

Harta Bersama menurut hukum Islam dan hukum positif Indonesia hingga potensi masalah hukum jika UU disahkan di tengah pandemi COVID-19.

Tim Hukumonline
Bacaan 2 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Informasi hukum kini menjadi salah satu kebutuhan masyarakat berbagai kalangan. Maka dari itu, menjelang usia yang ke-20, Hukumonline melalui rubrik Klinik Hukum tetap konsisten dalam mengedukasi masyarakat. Dengan tagline “yang bikin melek hukum, emang klinik hukum”, Tim Klinik Hukumonline mengemas berbagai ketentuan hukum ke dalam artikel yang ringkas dan mudah dicerna.

Tak hanya artikel, edukasi hukum ini berkembang pula untuk dinikmati kapan saja dan di mana saja melalui format seperti infografis, video, chatbot, hingga podcast. Berdasarkan hasil rangkuman tim Klinik Hukumonline, berikut adalah 10 artikel terpopuler di media sosial yang terbit sepanjang sepekan terakhir. Dari aksi jemput paksa terduga COVID-19 tanpa diketahui hasil swab test-nya hingga legalitas aborsi dari perspektif hukum positif dan hukum Islam.

  1. Aksi Jemput Paksa Terduga COVID-19 Tanpa Tahu Hasil Swab Test

Perbuatan petugas kesehatan yang menjemput paksa terduga COVID-19 dengan menggunakan ancaman atau intimidasi dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan/atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

  1. Harta Bersama Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia

Sebenarnya, percampuran harta akibat perkawinan tidak dikenal dalam fikih Islam klasik. Namun, pada hukum positif di Indonesia, harta bersama yang timbul dalam ikatan perkawinan diakui sebab perkawinan itu dianggap sebagai bentuk syirkah, yaitu bersatu, berserikat untuk membentuk rumah tangga.

Itulah sebabnya di Pengadilan Agama, ketika ada orang Islam bercerai dan mempersoalkan harta yang diperoleh selama perkawinan, maka akan dipertimbangkan harta bersama dalam perkawinan.

  1. Hak Masyarakat Desa atas Dokumen Terkait Penggunaan Anggaran Desa

Masyarakat desa memiliki hak untuk memperoleh dokumen-dokumen terkait rencana penggunaan anggaran pemerintahan desa dan pelaksanaannya, seperti:

  1. Rancangan peraturan desa dan peraturan desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;
  2. Perencanaan pembangunan desa yang didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten/Kota dengan menghadiri musyawarah perencanaan pembangunan desa;
  3. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa;
  4. Laporan pelaksanaan pembangunan desa dalam musyawarah desa.
  1. Hukumnya Memasang ‘Anhang Gendong’ di Mobil

‘Anhang gendong’ adalah aksesoris yang berfungsi untuk mengangkut sepeda atau sepeda motor yang dipasang pada bagian belakang mobil. Anhang gendong dapat dikategorikan sebagai penempelan kendaraan bermotor dan modifikasi kendaraan, yaitu modifikasi daya angkut kendaraan bermotor.

Maka, pemasangan anhang gendong tetap harus memerhatikan persyaratan teknis pemasangannya serta faktor keselamatan. Sementara, karena anhang gendong mengubah daya angkut suatu kendaraan bermotor, maka dapat pula diwajibkan untuk melakukan uji tipe untuk kemudian diterbitkan sertifikat registrasi uji tipe.

  1. Hak Atas Bantuan Hukum Bagi Anggota POLRI dan TNI

Bantuan hukum adalah hak setiap warga negara, termasuk aparatur negara, dalam hal ini anggota POLRI dan anggota TNI. Untuk POLRI, mekanisme pemberian bantuan hukum dapat merujuk pada Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2017 tentang Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sementara, untuk TNI dapat merujuk pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

  1. Litigasi dan Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan

Litigasi diartikan sebagai penyelesaian sengketa antara para pihak yang dilakukan di muka pengadilan. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau non litigasi, dikenal dengan istilah ‘alternatif penyelesaian sengketa’ dan dilakukan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Dalam perkembangannya, kini mediasi juga termasuk dalam tahapan penyelesaian sengketa dalam pengadilan.

  1. Jerat Hukum Kenakalan yang Menimbulkan Bahaya dan Kerugian Bagi Orang Lain

Perbuatan-perbuatan kecil yang membawa bahaya, kerugian atau kesusahan orang lain, seperti mencoret-coret dinding, melempari batu-batu kecil pada rumah orang, melempar-lempar batu atau kulit pisang di jalan ternyata dapat dijerat dengan sanksi pidana.

Istilah perbuatan pidana dalamKitab Undang-Undang Hukum Pidana untuk perbuatan-perbuatan semacam itu adalah ‘kenakalan terhadap orang atau barang yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian atau kesusahan’.

  1. Aborsi dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam

Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, aborsi memang dilarang, namun dengan pengecualian jika:

  1. ada indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan;
  2. bagi korban pemerkosaan.

Menurut Majelis Ulama Indonesia pun, meski pada dasarnya aborsi dilarang dalam hukum Islam, namun tetap ada pengecualian tertentu yang memperbolehkannya.

  1. Potensi Masalah Hukum Jika UU Disahkan di Tengah Pandemi COVID-19

Salah satu muatan undang-undang adalah untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat. Dengan kondisi sekarang, pembentukan undang-undang harus mengedepankan kebutuhan untuk penanganan pandemi COVID-19.

Undang-undang yang dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan hukum dan cenderung merugikan masyarakat yang disahkan selama pandemi merupakan hal yang kurang tepat, apalagi undang-undang tersebut dapat dianggap cacat formil, karena tidak melibatkan partisipasi publik. Jika ada dugaan adanya cacat hukum demikian, maka dapat diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

  1. Kebebasan Akademik Mahasiswa Wajib Dilindungi Perguruan Tinggi

Menurut Bivitri Susanti, seorang pakar hukum tata negara, mahasiswa memiliki kebebasan akademik dengan mengutamakan penalaran dan akhlak mulia serta bertanggung jawab sesuai dengan budaya akademik.

Seharusnya, pimpinan perguruan tinggi tidak melarang, melainkan wajib melindungi dan memfasilitasi kegiatan mahasiswa yang bersifat ilmiah dalam pelaksanaan kebebasan tersebut. Bila ada dampak politik akibat kegiatan mahasiswa itu, pimpinan perguruan tinggi seharusnya melakukan upaya-upaya antisipatif agar mahasiswa dapat melaksanakan kebebasan akademiknya.

Demikian 10 artikel pilihan pembaca yang paling ‘laris’ sepanjang minggu ini. Jika kamu punya pertanyaan, silakan kirim pertanyaan ke www.hukumonline.com/klinik. Kamu perlu log in dahulu sebelum mengajukan pertanyaan. Tapi sebelum kirim, silakan cek arsip jawabannya dulu ya! Siapa tahu sudah pernah dijawab oleh tim Klinik.

Tags:

Berita Terkait