Dana Bankum Diprioritaskan untuk Kasus Pidana
Utama

Dana Bankum Diprioritaskan untuk Kasus Pidana

Ada 310 organisasi bantuan hukum berhak mengaksesnya.

ADY THEA
Bacaan 2 Menit
Menkumham Amir Syamsuddin. Foto :: SGP
Menkumham Amir Syamsuddin. Foto :: SGP

Menkumham Amir Syamsudin mengatakan anggaran Bantuan Hukum (Bankum) yang dikucurkan pemerintah diprioritaskan untuk organisasi bantuan hukum yang mengadvokasi orang miskin yang terjerat perkara pidana. Namun, Amir menegaskan bukan berarti orang miskin yang tersandung kasus perdata dan tata usaha negara tidak mendapat bantuan anggaran.

Amir menyadari bahwa masyarakat miskin tak jarang terjerat kasus perdata, seperti penggusuran rumah atau lahan bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun, pemberian dana bankum untuk kasus perdata nanti akan dilihat secara ketat. Misalnya dilihat seberapa besar nilai obyek sengketa. Bila nilainya besar, dana bankum tak akan diberikan.

Dalam mengimplementasikan Bankum, Amir mengatakan terdapat dua skema yakni litigasi, meliputi perkara pidana, perdata, tata usaha negara dan non litigasi. Ia berharap anggaran bankum yang sudah disediakan tahun ini sejumlah Rp40,8 miliar tepat sasaran. “Ini saya kira lebih cenderung untuk mereka (orang miskin,-red) yang terkait masalah-masalah pidana,” katanya dalam jumpa pers di kantor Kemenkumham Jakarta, Senin (3/6).

Penyaluran dana bankum itu menurut Amir akan diberikan kepada organisasi bantuan hukum yang menangani perkara orang miskin. Tidak dibagi-bagikan secara langsung kepada para pencari keadilan. Baik sedang dalam proses atau sudah selesai di pengadilan.

Hal tersebut juga bersinggungan dengan pengawasan yang dilakukan dalam menyalurkan dana Bankum. Pasalnya, terdapat berbagai tahap yang harus dipenuhi organisasi bantuan hukum sebelum menerima dana tersebut. Misalnya, pihak Kemenkumham melakukan verifikasi berkas kasus yang sedang ditangani oleh sebuah organisasi bantuan hukum. Setelah berkas yang diajukan dinyatakan memenuhi persyaratan maka anggaran yang diberikan untuk satu kasus maksimal Rp5 juta.

Dalam kesempatan itu Amir menegaskan agar masyarakat miskin yang membutuhkan dan mengakses dana bankum segera mendatangi berbagai organisasi bantuan hukum yang lolos verifikasi pemerintah.

Ia menyebutkan di seluruh Indonesia terdapat 310 organisasi yang dapat mengakses dana Bankum. Dari jumlah itu, 279 organisasi bantuan hukum terakreditasi A, 10 organisasi terakreditasi B dan 279 organisasi terakreditasi C. “Di tiap provinsi sudah ada minimal satu organisasi bantuan hukum (yang lolos verifikasi,-red),” tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham, Wicipto Setiadi, mengatakan dalam melakukan proses verifikasi, Kemenkumham sudah berupaya seobyektif mungkin. Misalnya, sudah dibentuk tim khusus verifikasi yang terdiri dari perwakilan pemerintah, lembaga bantuan hukum dan akademisi. Kemudian, tim menyambangi satu-per satu organisasi bantuan hukum untuk melakukan verifikasi.

Begitu pula dengan menilai akreditasi, beberapa parameter yang digunakan adalah berapa banyak kasus yang ditangani oleh sebuah organisasi bantuan hukum tiap tahun dan jumlah advokat serta paralegal yang ada.

Wicipto menyebut semakin banyak kasus yang ditangani dan kuantitas advokat serta paralegal di sebuah organisasi hukum maka akreditasi yang akan diperoleh juga baik. Misalnya untuk mendapat akreditasi A, sebuah organisasi bantuan hukum dalam waktu setahun minimal harus menangani 60 kasus. Dari jumlah organisasi bantuan hukum yang lolos verifikasi, Wicipto mengatakan mayoritas berlokasi di pulau Jawa. Menurutnya, hal itu bisa saja dipengaruhi oleh banyaknya perkara yang ada di pulau Jawa serta jumlah organisasi bantuan hukum.

Prosedur
Soal anggaran, Wicipto mengatakan dari hasil verifikasi, rata-rata organisasi bantuan hukum menghabiskan dana kurang dari Rp5 juta dalam menangani setiap kasus. Sementara untuk masyarakat yang kasusnya dapat ditangani organisasi bantuan hukum yang lolos verifikasi, harus menunjukan tanda bukti miskin. Seperti surat keterangan tidak mampu (SKTM), kartu Jamkesmas, penerima BLT dan lainnya yang dapat menunjukan kalau yang bersangkutan masuk kategori miskin.

Sedangkan mekanisme penyaluran dana Bankum ke organisasi bantuan hukum, Wicipto melanjutkan, menggunakan sistem reimburse. Misalnya, sebuah organisasi bantuan hukum menangani kasus yang menjerat orang miskin, kemudian masuk proses pemeriksaan. Pada tahap itu organisasi bantuan hukum dapat mengajukan permohonan dana Bankum dengan melampirkan berkas-berkas pendukung. Setelah diserahkan dan diverifikasi oleh Kanwil Kemenkumham di wilayah setempat, lalu disetujui dan disampaikan ke Kemenkumham.

Setelah data itu diterima, sebagian dana Bankum ditransfer ke rekening organisasi bantuan hukum. Cara itu juga berlaku ketika perkara sudah selesai atau mendapat vonis dari pengadilan. Dari mekanisme penyaluran dana Bankum kepada organisasi bantuan hukum itu Wicipto menekankan anggaran itu tidak diberikan secara sekaligus. Tapi dua tahap dan dananya diberikan di tiap tahap sehingga mencapai maksimal Rp5 juta. “Jadi lima juta itu dibagi lewat dua tahap,” urainya.

Wicipto berjanji proses pencairan dana tersebut tidak lama. Tergantung secepat apa organisasi bantuan hukum yang bersangkutan menyerahkan berkas-berkas terkait ke Kanwil Kemenkumham. Bahkan, untuk mendorong proses itu, digunakan mekanisme transfer antar rekening. “Kanwil approve kami bayar (tranfer,-red),” pungkasnya.

Terpisah, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Alvon Kurnia Palma, menegaskan pada intinya bankum ditujukan untuk membantu masyarakat miskin memperoleh keadilan yang substantif. Pasalnya, yang kerap terjadi saat ini masyarakat miskin cenderung kesulitan mendapat keadilan yang sesungguhnya. Tentunya dalam mencari keadilan itu, perkara yang dihadapi masyarakat miskin tak hanya soal pidana, tapi juga perdata dan tata usaha negara.

Misalnya, terkait perdata, tak jarang orang miskin berhadapan kepentingan dengan pihak yang kuat seperti perusahaan atau pemerintah. Seperti kasus ketenagakerjaan, dimana posisi pekerja yang lemah berhadapan dengan perusahaan. Kemudian penggusuran tanah warga yang dilakukan oleh pemerintah. Untuk itu, bankum digelar dalam rangka menyeimbangkan kekuatan antara rakyat dengan perusahaan atau korporasi dan pemerintah sehingga, akses rakyat untuk mendapat keadilan terbuka lebar.

Untuk itu dalam mengimplementasikan amanat UU Bankum, Alvon menegaskan skemanya harus meliputi tiga perkara yang dihadapi rakyat yaitu pidana, perdata dan tata usaha negara. “Jadi intinya tidak hanya kasus pidana, tapi ketiganya (pidana, perdata dan tata usaha negara,-red) karena konteksnya adalah bagaimana yang lemah menghadapi yang kuat,” tukasnya kepada hukumonline lewat telepon, Senin (3/6).

Tags:

Berita Terkait