Dampak Virus Corona, Pemerintah Siapkan Insentif untuk Industri
Berita

Dampak Virus Corona, Pemerintah Siapkan Insentif untuk Industri

Ekonomi Indonesia yang memiliki hubungan dagang yang besar dengan RRT sangat rentan terdampak akibat penyebaran virus ini.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Foto: RES
Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Foto: RES

Wabah virus Corona yang saat ini sudah menyebar ke beberapa negara di dunia tak hanya berdampak pada sektor kesehatan semata. Virus Covid-19 ini turut melumpuhkan perekonomian negara-negara di seluruh dunia, terutama yang terdampak cukup parah. Bahkan badan kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) sudah meningkatkan status wabah virus tersebut menjadi pandemic global yang berpotensi mengancam dunia usaha.

 

Salah satu sektor yang paling besar terkena dampak dari penyebaran virus ini adalah pariwisata. Sejak China mengumumkan wabah Corona beberapa waktu lalu, negara-negara di dunia mengambil sikap untuk mengisolasi seluruh penerbangan dari dan ke China, termasuk Indonesia.

 

Tak hanya industri pariwisata, industri elektronik, farmasi dan tekstil juga turut terkena dampak atas wabah virus ini, khusus di Indonesia. Pasalnya, industri-industri tersebut mengandalkan bahan baku dari negara Tirai Bambu tersebut.

 

Guna mengantisipasi memburuknya situasi ekonomi, maka pemerintah memutuskan untuk mengambil kebijakan lewat mekanisme insentif. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa ekonomi Indonesia yang memiliki hubungan dagang yang besar dengan RRT sangat rentan terdampak akibat penyebaran virus ini.

 

Untuk itu, pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyiapkan beberapa alternatif kebijakan sebagai respons seperti perlindungan daya beli masyarakat, insentif aktivitas pariwisata, perlindungan tenaga kerja, dan insentif pajak untuk industri terdampak.

 

(Baca: Daftar 132 Rumah Sakit Rujukan Penderita Corona Sesuai Keputusan Menkes)

 

Berdasarkan dokumen yang diperoleh oleh hukumonline, untuk sektor perpajakan, pemerintah sudah menyiapkan setidaknya empat insentif yang akan diberikan kepada sektor industri, khusus untuk industri pengolahan. Empat insentif tersebut adalah relaksasi restitusi PPN dipercepat selama 3 bulan, relaksasi PPh Pasal 22 Impor selama 3 bulan, pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 25%-50%, dan relaksasi PPh Pasal 21.

 

“Ini mekanismenya sudah disiapkan,” kata Sri Mulyani, Selasa (10/3).

 

PPh pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subyek pajak dalam negeri.

PPh Pasal 22 adalah Pajak Penghasilan Badan atas Kegiatan Impor Barang Konsumsi. PPh Pasal 22 merupakan peraturan pemungutan pajak penghasilan badan dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan impor atau dari pembeli atas penjualan barang mewah.

PPh Pasal 25 adalah Wajib Pajak baik orang pribadi maupun badan yang memiliki kegiatan usaha diwajibkan membayar angsuran Pajak Penghasilan setiap bulannya.

 

Sementara itu Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa pemerintah akan menggulirkan insentif pajak pada tahap kedua untuk sektor manufaktur.

 

”Pertama, sektor yang sangat terpukul dengan adanya, kemarin sudah diumumkan oleh WHO Pandemic Flu, itu yang utama sektor manufaktur, sesudah tourism,” kata Airlangga sebagaimana dikutip dari laman resmi Setkab, Kamis (12/3).

 

Lebih lanjut, Airlangga menyampaikan bahwa sebelumnya sektor pariwisata sudah mendapatkan kemudahan pajak hotel dan restoran di daerah yang besarnya 10 persen, nilainya kira-kira Rp3,3 triliun. ”Nah, sekarang kita sedang persiapkan yang sektor manufaktur, kemarin sudah dirapatkan dan kami akan laporkan ke Bapak Presiden untuk mendapatkan penyempurnaan. Ya, memang untuk sektor manufaktur itu ya PPh pasal 21, pasal 25 dan juga restitusi PPN,” ujarnya.

 

Soal tambahan pembebasan pajak, Airlangga menyebutkan bahwa pemerintah sudah memberikan insentif tersebut pada periode pertama lalu. ”Itu baru berjalan efektif mungkin di bulan April karena itu harus diikuti dengan Peraturan Menteri Keuangan. Tentu kita akan lakukan evaluasi setiap 3 bulan,” imbuhnya.

 

Sementara untuk sektor Pertanian, Airlangga berharap Presiden Joko Widodo memberikan perhatian lebih terutama pada komoditas-komoditas yang mempunyai nilai tambah dan demand yang tinggi. Dan mengenai penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp190 triliun, hal tersebut akan dialokasikan untuk sektor pertanian.

 

”Tentu kami mengarahkan ke sistem klaster dan sistem kelompok agar impact-nya bisa lebih besar. Klaster-klaster itu sudah dibahas juga diperbankan,” pungkasnya.

 

Ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri menilai bahwa insentif berupa penanggungan pajak penghasilan untuk pekerja berpenghasilan tetap tidak tepat karena tidak terkena dampak langsung oleh wabah COVID-19.

 

"Fix income earner (karyawan berpenghasilan tetap) tidak terdampak secara langsung, PNS misalnya. Apa mereka terdampak corona, kan tidak," katanya dalam diskusi Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) di Jakarta Selatan, Kamis (12/3).

 

Ketika ditanya insentif itu untuk meningkatkan daya beli, menurut dia, secara moral tidak layak diterapkan karena golongan berpenghasilan tetap tidak terdampak. "Tapi secara moral, yang kita bantu kan yang terdampak. Kalau untuk menaikkan daya beli, beri saja semua warga negara Indonesia misalnya sejuta untuk belanja," ucapnya.

 

Menurut dia, masyarakat yang terdampak COVID-19 di antaranya para pedagang kecil yang kondisi keuangannya rentan. Ia mengusulkan jika negara memiliki anggaran salah satunya digunakan untuk membeli alat tes COVID-19 karena potensi penyebaran masih besar di tengah mobilitas warga yang tinggi.

 

"Jika negara masih ada uang, gunakan untuk sebar kit untuk tes, berapa persen yang sudah tes," katanya.

 

Tags:

Berita Terkait