Dampak Pandemi Mesti Diantisipasi dalam Kebijakan Hukum
Berita

Dampak Pandemi Mesti Diantisipasi dalam Kebijakan Hukum

Terutama dalam lingkup kebijakan ekonomi, dunia usaha, dan ketenagakerjaan dalam sebuah kebijakan hukum setingkat UU, seperti RUU Cipta Kerja.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

“Harusnya ada aturan tentang keadaan memaksa dengan segala risiko dan akibat hukumnya, bahkan jika perlu untuk merancang hukum ketenagakerjaan dengan menyertakan pengaturan keadaan memaksa dan segala risiko dan akibat hukumnya,” kata dia.

Praktisi hukum ketenagakerjaan Kemalsjah Siregar mengatakan wabah Covid-19 berdampak luar biasa terhadap kegiatan usaha dan perusahaan di seluruh dunia. Akibatnya, pengusaha terpaksa mengurangi, bahkan menghentikan kegiatan usaha. “Tentunya langkah tersebut memberikan pengaruh yang sangat buruk bagi pendapatan perusahaan dan pemenuhan hak-hak pekerjanya,” kata dia.

Dia mencontohkan PP No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dan aturan turunannya belum mengatur akibat terjadinya keadaan luar biasa seperti wabah Covid-19 ini. Dia mengusulkan PP Pengupahan direvisi dan memuat skema ketentuan mengenai pemotongan upah atau tidak membayar upah jika terjadi pandemi seperti Covid-19.

Belum Dihitung di RUU Cipta Kerja

Sebelumnya, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Prof Emil Salim menilai pandemi Covid-19 berdampak besar terhadap seluruh kehidupan masyarakat. Sayangnya, dampak Covid-19 ini belum dihitung atau diantisipasi pemerintah dalam rencana kebijakan strategis, seperti RUU Cipta Kerja.

Emil mengingatkan pemerintah tidak boleh mengabaikan dampak Covid-19 karena kelompok yang paling terdampak adalah masyarakat miskin. Misalnya, dalam menghadapi pandemi ini pemerintah menerbitkan kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat; jaga jarak; bekerja dan belajar dari rumah; serta menjaga kesehatan, salah satunya mencuci tangan. Tapi imbauan ini belum tentu bisa dilaksanakan oleh seluruh masyarakat.

“Di wilayah Indonesia Timur yang minim akses internet dan telekomunikasi kesulitan melakukan kegiatan belajar dan bekerja dari rumah. Apalagi di daerah yang sulit mengakses air bersih, akan sulit menjalankan imbauan pemerintah untuk menjaga kebersihan,” ujarnya mencontohkan.

Menurut Emil, pemerintah harus menghitung semua dampak dari pandemi ini dalam RUU Cipta Kerja. Emil melihat RUU Cipta Kerja disusun sebelum terjadinya Covid-19 menjadi pandemi global. “Persoalan Covid-19 harus diperhitungkan dalam kebijakan pembangunan baru, karena ada new normal. Jadi RUU Cipta Kerja ini sudah kadaluarsa, ketinggalan zaman, sekarang kita masuk zaman baru setelah pandemi Covid-19,” kata dia.

Untuk itu, Emil meminta pembahasan RUU Cipta Kerja dihentikan karena terjadi perubahan global akibat dampak setelah Covid-19 tuntas. Ke depan, misalnya pemerintah harus mengutamakan produksi pangan karena banyak negara akan memproduksi pangan untuk memenuhi kebutuhan nasionalnya. “Karena itu, kepentingan petani dan buruh harus diperhatikan. Selain itu lahan pertanian harus dilindungi, jangan dikonversi untuk kepentingan lain seperti infrastruktur karena ini dapat menghambat produksi pangan,” sindirnya.  

Anggota Panja RUU Cipta Kerja Taufik Basari mengatakan pemerintah dan DPR sepakat untuk menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja. Hal ini dilakukan karena desakan dari kalangan masyarakat sipil terutama serikat buruh. Pria yang disapa Tobas ini menyebut fraksinya, partai Nasional Demokrat, mengusulkan agar klaster ketenagakerjaan tak hanya ditunda pembahasannya, tapi dicabut dari RUU Cipta Kerja. Alasannya, agar RUU Cipta Kerja bisa fokus mengatur substansi yang berkaitan dengan kemudahan berusaha dan investasi, reformasi birokrasi, dan meningkatkan perekonomian.

Tobas melanjutkan Panja sudah memulai pembahasan RUU Cipta Kerja yakni berkaitan dengan Bab I antara lain mengenai konsideran menimbang, ketentuan umum, maksud dan tujuan RUU Cipta Kerja. Sampai saat ini Panja belum menargetkan kapan RUU Cipta Kerja selesai. “Yang penting sudah dibahas dulu di DPR. Kami juga masih meminta masukan masyarakat, pakar, dan seluruh pihak (pemangku kepentingan, red),” katanya.

Tags:

Berita Terkait