Dalil Iktikad Tidak Baik Selamatkan Nindya Karya
Berita

Dalil Iktikad Tidak Baik Selamatkan Nindya Karya

Membuktikan BUMN ‘kebal’ di Pengadilan Niaga.

HRS
Bacaan 2 Menit
Dalil Iktikad Tidak Baik Selamatkan Nindya Karya
Hukumonline

PT Nindya Karya (Persero) sekali lagi lolos dari permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang diajukan PT Uzin Uts Indonesia (UUI). Nindya Karya selamat untuk sementara setelah majelis hakim Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat memutus permohonan PKPU itu dalam sidang Selasa (10/9).

Ini kali kedua Nindya karya bisa selamat. Jika sebelumnya lolos lantaran surat kuasa pemohon yang “tercecer”, kali ini penyebabnya adalah iktikad tidak baik.

Aswijon, Ketua Majelis Hakim, menyatakan ada iktikad tidak baik UUI saat mengajukan permohonan PKPU. Pandangan ini merujuk pada kritik tajam kuasa hukum Nindya Karya, Zaenal Abidin saat persidangan pertama.

Kala itu, Zaenal mempertanyakan maksud UUI di balik permohonan PKPU. Sebab, Nindya Karya telah mencoba membayar utangnya ke UUI beberapa kali baik secara transfer maupun mendatangi langsung, tetapi UUI menolak pembayaran tersebut. “Ini maksudnya apa menolak pembayarannya,” ucap Zaenal waktu itu.

Berdasarkan hal tersebut, majelis hakim menyatakan tindakan tersebut adalah salah satu bentuk iktikad tidak baik UUI dalam menyelesaikan utang piutang ini. “Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” ucap Aswijon dalam persidangan.

Ivan Wibowo, kuasa hukum UUI, menyatakan janji Menteri Negara BUMN untuk menyelamatkan BUMN dari ancaman PKPU atau pailit terbukti. Kala itu, Meneg BUMN Dahlan Iskan berjanji di media massa akan menyelamatkan Nindya Karya dari ancaman PKPU. Putusan ini semakin menguatkan pandangan Ivan mengenai kebalnya BUMN dari jerat pailit. Intervensi politik begitu kentara bermain untuk melindungi aset BUMN.

“Saya yakin betul ada kekhawatiran di-Telkomsel-kan,” ucap Ivan ketika dihubungi hukumonline, Rabu (11/9).

Namun, Ivan menolak dalil iktikad tidak baik. Ia menepis tudingan tidak beriktikad baiksaat mengajukan permohonan PKPU atas Nindya Karya. Penolakannya untuk menerima pembayaran dari Nindya Karya bukanlah tanpa sebab. Ivan menolak karena Pasal 245 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang melarangnya untuk menerima pembayaran tersebut.

Pasal 245 UU Kepailitan menyebutkan:Pembayaran semua utang, selain yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 yang sudah ada sebelum diberikannya penundaan kewajiban pembayaran utang selama berlangsungnya penundaan kewajiban pembayaran utang tidak boleh dilakukan, kecuali pembayaran utang tersebut dilakukan kepada semua kreditor menurut perimbangan utang piutang masing-masing, tanpa mengurangi berlakunya juga ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185 ayat (3)..

Ivan balik menilai yang tidak beriktikad baik adalah Nindya Karyakarena perusahaan itu tidak mengakui utang dari kreditor lain, yaitu PT Uzindo. Utang Nindya Karya kepada PT Uzindo tercatat sebanyak Rp39,1 juta dan juga belum dibayar sejak empat tahun silam. Selain itu, Nindya Karya juga hanya mengakui utang piutangnya ke UUI sejumlah Rp327,7 juta. Padahal, menurut Ivan, utang Nindya Karya ke UUI lebih dari Rp327,7 juta.“Mereka menolak karena bukti-buktinya hilang oleh mereka,” pungkasnya.

Untuk diketahui, UUI mengajukan permohonan lantaran sama sekali belum mendapatkan pembayaran sebagaimana yang dijanjikan Nindya Karya. Jumlah utang yang tertunggak berdasarkan klaim UUI mencapai Rp327,7 juta dan telah jatuh tempo pada 2008.

Utang piutang ini terjadi untuk pengerjaan proyek Aston Mangga Dua Hotel & Residence. UUI mendapat order untuk menyediakan bahan-bahan material seperti semen dalam pengerjaan proyek tersebut, dan Nindya Karya berjanji akan membayar tunai atau dalam waktu satu bulan setelah invoice UUI diterima Nindya Karya.

Tags:

Berita Terkait