Dalam Kurun Enam Tahun, Duit Bahasyim Bertambah Lebih Dari 800 Miliar
Berita

Dalam Kurun Enam Tahun, Duit Bahasyim Bertambah Lebih Dari 800 Miliar

Pengacara berpendapat pemberian uang kepada pegawai negeri karena rasa takut tak dapat dikategorikan sebagai hadiah.

Rfq
Bacaan 2 Menit
PN Selatan membacakan surat dakwaan jaksa penuntut <br> umum dalam kurun waktu enam tahun duit <br> Bahasyim bertambah lebih dari 800 Miliar rupiah. <br> Foto: Ilustrasi (Sgp)
PN Selatan membacakan surat dakwaan jaksa penuntut <br> umum dalam kurun waktu enam tahun duit <br> Bahasyim bertambah lebih dari 800 Miliar rupiah. <br> Foto: Ilustrasi (Sgp)

Hanya dalam tempo sekitar enam tahun, antara 2004-2010, rekening atas nama Sri Purwanti di sebuah bank melonjak. Ketika pertama kali dibuka pada Oktober 2004, jumlah dana di rekening itu ‘hanya’ 633 juta. Tetapi sepanjang periode itu lalu lintas transaksi di rekening Sri terjadi hingga 304 kali. Total jumlah dana yang tersimpan di rekening itu mencapai Rp885 miliar. Selain atas nama Sri, ada pula rekening atas nama Winda AH dan R. Resanti.

 

Sri tak lain adalah isteri dari Bahasyim Assyifie, sedangkan Winda dan Resanti adalah anaknya. Berdasarkan hitung-hitungan jaksa, total kekayaan Bahasyim di rekening tersebut mencapai Rp932 miliar.

 

Angka-angka itu tertuang dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum yang dibacakan dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Kamis (30/9) kemarin. Disebutkan jaksa, sebelum tahun 2002, Bahasyim memiliki uang Rp30 miliar yang tersimpan di beberapa rekening. Bagi bank, ia menjadi nasabah prioritas karena simpanannya di atas satu miliar rupiah.

 

Tapi jangan lantas curiga dulu. Berdasarkan penjelasan kepada penyidik, Bahasyim menyatakan uang sebanyak itu ia peroleh dari hasil berbagai usaha. Mulai dari jual beli tanah, jual beli mobil, penyertaan modal, cuci cetak foto, valas, hingga pemasangan flambing. Jumlah harta kekayaan terdakwa berupa uang yang ditransfer tersebut berjumlah Rp932 miliar,” jelas jaksa Rudi Pailiang.

 

Dalam sidang dipimpin ketua majelis Didik Setyohandono, tim jaksa membacakan surat dakwaan yang pada intinya menduga Bahasyim selaku pegawai pajak melakukan pemerasan. Ketua tim jaksa, Fachrizal, menilai uang yang tersimpan dalam rekening Bahasyim tidak wajar.

 

Tindakan pemerasan itu dilakukan dengan cara antara lain mendatangi wajib pajak. Pada saat menjabat sebagai Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta Tujuh, Bahasyim diduga menyambangi kantor seorang konsultan terkenal di bilangan Kuningan. Kejadian itu berlangsung pada Februari 2005.

 

Menurut uraian jaksa, Bahasyim meminta uang kepada sang konsultan demi biaya perbaikan kantor. Lantaran sang konsultan yang juga pengusaha itu takut, ia menyanggupi permintaan Bahasyim. Ada kekhawatiran pada diri sang konsultan, usahanya akan terus diganggu dari segi perpajakan. Walhasil atas bantuan karyawannya, sang konsultan menuliskan slip penarikan uang sebesar satu miliar. Ditemani karyawan sang konsultan, Bahasyim datang ke salah satu bank untuk menyetorkan satu miliar itu ke rekening isterinya di salah satu bank plat merah. “Sebagai Kepala kantor Pemeriksaan dan Penyidikan pajak tujuh seharusnya terdakwa tidak mendatangi (saksi) karena bertentangan dengan tugas dan kewajibannya,” ujar jaksa Rudi.

 

Ditambahkan Rudi, uang yang tersimpan pada beberapa rekening keluarga Bahasyim patut diduga sebagai hasil tindak pidana  yang berkaitan  dengan pelaksanaan tugas dan jabatan sebagai Kepala kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta Tujuh hingga menempati jabatan terakhir sebagai Inspektur Bidang Kinerja Kelembagaan di Bapennas hingga 30 Maret 2010.

 

Secara formil jaksa berkeyakinan Bahasyim tidak memiliki usaha yang dapat menghasilkan  keuntungan dengan nnilai yang sangat besar. Sebagai PNS, penghasilan terdakwa hanya sekitar Rp30 juta perbulan. “Sehingga uang yang ditempatkan terdakwa pada rekening tersebut patut diduga sebagai hasil kejahatan yang berkaitan dengan jabatannya,” kata jaksa.

 

Perbuatan Bahasyim dinilai melanggar hukum. Ia dijerat dakwaan kumulatif berlapis. Dakwaan pertama primair, Bahasyim oleh penuntut umum dijerat dengan pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Subsidair, pasal 12 huruf e UU yang sama, dengan ancaman maksimal seumur hidup mendekam di bui. Lebih subsidair, ia dituduh melanggar pasal 12 huruf b, dan lebih-lebih subsidair diduga melanggar pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor.

 

Pada dakwaan kedua primair, Bahasyim dituduh melanggar pasal 3 huruf a UU No.25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Subsidair, pasal 3 huruf b UU Tindak Pidana Pencucian uang. Lebih subsider, pasal 3 huruf c UU Tindak Pidana Pencucian Uang.

 

Prematur

Tim penasihat hukum Bahasyim dipimpin OC Kaligis,  mengatakan keberatan atas surat dakwaan jaksa. Sebab, surat dakwaan jaksa tidak jelas, tidak cermat, bahkan prematur.

 

Pada dakwaan pertama, urai Kaligis  tidak menguraikan secara terinci unsur perbuatan pidana yang dilanggar oleh kliennya sebagaimana Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huurf  e, Pasal 12 huruf b dan Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor.

 

Perihal adanya pernyataan jaksa bahwa sang konsultan takut kepada  Bahasyim, dinilai Kaligis mengada-ada. Sebab, sang konsultan adalah seorang yang berkecimpung lama di bidang hukum sehingga tahu aturan hukum. Alasan takut kepada Bahasyim dinilai tidak berdasar. “Sebagai ahli hukum yang mengerti hukum ia dapat melaporkan permasalahan tersebut sesuai hukum positif,” tandas Kaligis.

 

Menurut Kaligis, perbuatan menerima, meminta hadiah atau janji dengan menimbulkan rasa takut pada diri seseorang berakibat memberikan uang pada seseorang terdapat perbedaan prinsip. Merujuk pada Pasal 12 UU Pemberantasan Tipikor, perbuatan menerima dan memaksa seseorang untuk memberikan hadiah merupakan perbuatan yang terpisah yakni huruf a dan huruf e. “Lagi pula kami berpendapat pemberian sejumlah uang oleh seseorang kepada pegawai negeri karena rasa takutnya, tidak dapat dikategorikan sebagai suatu hadiah,” tukasnya.

Tags: