Dakwaan Johanes Kotjo Ungkap Peran Setya Novanto dan Sofyan Basir
Utama

Dakwaan Johanes Kotjo Ungkap Peran Setya Novanto dan Sofyan Basir

Setya Novanto minta proyek PLTGU Jawa III untuk Kotjo, namun karena sudah ada kandidiat Sofyan Basir tawarkan PLTU MT Riau-1.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Terdakwa kasus suap proyek PLTU Riau-1, Johannes Budisutrisno Kotjo menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/10). Foto: RES
Terdakwa kasus suap proyek PLTU Riau-1, Johannes Budisutrisno Kotjo menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/10). Foto: RES

Penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Johanes Budisutrisno Kotjo melakukan tindak pidana korupsi, memberi suap kepada Eni Maulani Saragih selaku Wakil Ketua Komisi VII DPR RI. Uang suap senilai Rp4,75 miliar ini dimaksudkan agar Kotjo mendapatkan proyek pengadaan PLTU Riau-1.

 

Pada surat dakwaan yang dibacakan penuntut umum KPK ini mengurai bagaimana Kotjo berusaha meminta bantuan sejumlah pihak untuk mendapatkan proyek ini. Salah satunya dengan meminta bantuan Setya Novanto yang ketika itu menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar dan Ketua DPR RI.

 

Kotjo berusaha keras mendapatkan proyek ini karena ia bisa mengambil keuntungan sebesar 2,5 persen atau sekitar US$25 juta dari total anggaran sebesar US$900 juta dimana keuntungan tersebut rencananya akan dibagi-bagi sejumlah pihak. Kotjo akan mengambil bagian sebesar 24 persen atau US$6 juta; Setya Novanto akan mendapat fee yang sama yaitu US$6 juta; Andreas Rinaldi dapat jumlah yang sama; Rickard Philip Cecile selaku CEO PT Blackgold Natural Resources, Ltd sebesar 12 persen atau US$3,125 juta.

 

Selain itu, Direktut Utama PT Samantaka Batubara sebesar 4 persen atau US$1 juta; Intekhab Khan Chairman PT Blackgold juga akan mendapat keuntungan US$1 juta; James Rijanto selaku Direktur Samantaka Batubara sebesar US$1 juta; dan pihak-pihak lain yang membantu dialokasikan dana sebesar US$875 ribu.

 

Kotjo, melalui Direktur Samantaka Rudy Herlambang, mengajukan permohonan kepada PLN untuk bisa memperoleh proyek itu. Tetapi, karena belum ada kejelasan, ia minta bantuan Setya Novanto di ruang kerja Fraksi Partai Golkar di Gedung Nusantara DPR RI. Saat itu, ia memperkenalkan Eni Maulani Saragih, politisi Golkar yang duduk menjadi Wakil Ketua Komisi VII DPR RI.

 

"Pada kesempatan itu, Setya Novanto menyampaikan kepada Eni Maulani Saragih agar membantu Terdakwa dalam proyek PLTU dan untuk itu Terdakwa akan memberi fee yang kemudian disanggupi Eni Maulani Saragih," kata Jaksa KPK Ronald F Worotikan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/10/2018). Baca Juga: Ini Alasan KPK Periksa Tiga Bos PLN dalam Tiga Hari

 

Kemudian pada 2016, Eni mengajak Sofyan Basir selaku Direktur Utama PLN yang didampingi Supangkat Iwan Santoso selaku Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN ke rumah Setya Novanto. "Dalam pertemuan itu, Setya Novanto meminta proyek PLTGU Jawa III kepada Sofyan Basir, Sofyan Basir menjawab sudah ada kandidat. Namun pembangunan PLTU MT Riau-1 belum ada kandidatnya," terang Jaksa Ronald.

 

Peran Sofyan Basir

Menindaklanjuti pertemuan itu, sekitar awal tahun 2017, Eni memperkenalkan Kotjo dengan Sofyan Basir di Kantor Pusat PLN dan menyampaikan bahwa Kotjo adalah pengusaha tambang yang tertarik menjadi investor dalam proyek PLTU MT RIAU-1. Selanjutnya, Sofyan Basir meminta agar penawaran diserahkan dan dikoordinasikan dengan Supangkat.

 

Pada 29 Maret 2017, Independent Power Producer (IPP) PLTU MT 2 X 300 MW di Peranap, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau masuk dalam RUPTL PT PLN (Persero) 2017 s.d. 2026. Dan telah disetujui masuk dalam rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) PT Pembangkit Jawa Bali (PT PJB). Berdasarkan Perpres No. 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Infrastruktur Ketenagalistrikan, PT PLN menunjuk anak perusahaannya melaksanakan 9 proyek IPP termasuk diantaranya proyek PLTU MT. RIAU-1, dengan ketentuan anak perusahaan PT PLN wajib memiliki 51 persen saham.  

 

Pada Juli 2017, Kotjo dan Eni kembali menemui Sofyan Basir di ruang kerjanya yang dihadiri pula Supangkat. Dalam pertemuan itu, Sofyan memerintahkan Supangkat menjelaskan mekanisme pembangunan IPP berdasarkan Perpres No. 4 Tahun 2016, dimana PT PLN dapat bermitra dengan perusahaan swasta dengan syarat kepemilikan saham anak perusahaan PT PLN minimal 51 persen.

 

Supangkat juga menyampaikan agar mitra yang nantinya bekerja sama dapat menyediakan pendanaan modal untuk anak perusahaan PT PLN. Atas penjelasan tersebut, Kotjo menyatakan siap untuk bekerja sama dengan anak perusahaan PT PLN (Persero) dan ia akan bekerja sama dengan CHEC, Ltd. sebagai penyedia modal dalam pelaksanaan proyek PLTU MT RIAU-1.

 

Tak hanya itu, Kotjo dan Eni berkali-kali menemui Sofyan. Seperti yang terjadi di Lounge Bank Rakyat Indonesia (BRI), Sofyan diketahui merupakan mantan Direktur Utama BRI. "Dalam pertemuan itu, Sofyan Basir menyampaikan bahwa Terdakwa akan mendapatkan proyek PLTU MT RIAU-1 dengan skema penunjukkan langsung tetapi PT PJB harus memiliki saham perusahaan konsorsium minimal sebesar 51 persen," ujar Jaksa KPK lainnya Mungki Hadipratikto.

 

Pada September 2017 bertempat di Restoran Arkadia Plaza Senayan, Jakarta Selatan, pertemuan kembali dilakukan antara Kotjo, Eni, Sofyan dan anak buahnya Supangkat. Dalam pertemuan itu, Eni meminta Sofyan membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU MT Riau-1 dimana Sofyan Basir kemudian memerintahkan Supangkat mengawasi proses kontrak PLTU Riau-1 itu.

 

Sofyan juga melakukan beberapa pertemuan lain Kotjo, Eni, dan Idurs Marham yang menjadi Plt Ketua Umum Partai Golkar baik di rumahnya ataupun di Hotel Fairmont. Inti dari pertemuan tersebut menyepakati durasi kontrak Power Purchased Agreement selama 15 tahun.  

 

Johanes Kotjo didakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Atas dakwaan ini, Kotjo tidak akan mengajukan eksepsi. "Secara pribadi saya tidak ajukan nota keberatan," ujar Kotjo.

Tags:

Berita Terkait