Daftar Pendekar Hukum Tiga Zaman
Resensi

Daftar Pendekar Hukum Tiga Zaman

Sejumlah tokoh penting terlewatkan. Malah, yang tak berlatar belakang pendidikan hukum bisa masuk.

Mys
Bacaan 2 Menit

Kritik kedua, penulis tak menjelaskan lebih lanjut siapa yang disebut pendekar, dan apa kriteria bagi tokoh hukum sehingga masuk dalam buku ini. Apakah semata-mata yang tertera di laman yang gampang diakses? Atau hanya tokoh hukum yang kebetulan berinteraksi atau muncul dalam kehidupan penulis sebagai mahasiswa hukum dulu?

Katakanlah hakim agung. Penulis memasukkan generasi-generasi awal seperti Prof Soebekti, Mr Soerjadi, Mr Tirtawinata, dan Prof Wirjono Prodjodikoro, tetapi tak memasukkan Ketua Mahkamah Agung pertama, Mr Kusumah Atmadja.

Ketiga, masih berkaitan dengan ketidakjelasan kriteria, penulis memasukkan tokoh yang tak berlatar belakang hukum ke dalam Pendekar Hukum, hanya karena mereka bekerja di lembaga berurusan dengan hukum. Mantan pimpinan KPK, Amien Sunaryadi, Erry R. Hardjapamekas, dan Haryono Umar masuk kategori, tetapi para mantan Kapolri dan sebagian mantan Jaksa Agung tidak masuk.

Dari kalangan hukum bisnis dan perdata muncul nama Prof Sri Soedewi Masjchun Sofwan dan Prof Emmy Pangaribuan Simanjuntak, tapi tak ada nama guru besar hukum dagang yang juga mantan hakim agung Prof R Soekardono yang telah menerbitkan serial buku hukum dagang. Penulis memasukkan nama pakar hukum pertanahan Prof Maria SW Sumardjono, tetapi tak mencantumkan mahaguru bidang pertanahan yang baru saja wafat Prof Budi Harsono, atau pakar pertanahan lain almarhum Prof AP Parlindungan. Pada halaman lain, penulis menjadikan Muchtar Pakpahan sebagai pendekar hukum, tetapi tak memasukkan Bismar Siregar atau Yahya Harahap.

Penulis juga menyadari kelemahan itu. “Dalam hal ini tentu saja banyak pula tokoh yang juga berjasa besar dalam bidang hukum yang belum termasuk dalam buku ringkas ini”. Penulis mengaku ‘bukan bermaksud untuk tidak menghargai’ para tokoh yang namanya belum masuk. Sampai di sini, penulis tak mengutarakan niatnya membuat buku tambahan atau menambah materi bukunya. Karena itu pula, jangan terlalu berharap banyak mendapatkan informasi mengenai kiprah para tokoh itu di dunia hukum. Uraian tentang mantan Menteri Kehakiman Oetojo Oesman (hal 99), contohnya, hanya terdiri dari sembilan baris kalimat. Tak ada penjelasan tentang kiprahnya di dunia hukum, terutama kebijakan-kebijakan yang diambil selama menjabat Menteri Kehakiman. Akibatnya, kita sulit mendapat bahan pelajaran dari para tokoh karena minimnya pemikiran dan pandangan yang disampaikan.

Toh, sebagai sebuah referensi yang cenderung populer, karya Adib ini tetap layak kita baca. Kelemahan pasti ada, termasuk penulisan nama tokoh. Nama Otto Hasibuan ditulis Oto Hasibuan pada daftar isi. Sesuatu yang mungkin sepele tapi besar artinya bagi tokoh bersangkutan.

Selamat membaca..



Tags: