Cukai Rokok Tak Naik, YLKI Kritik Visi Kesehatan Publik Pemerintah
Berita

Cukai Rokok Tak Naik, YLKI Kritik Visi Kesehatan Publik Pemerintah

Pembatalan kenaikan cukai rokok bukti bahwa pemerintah bertindak abai terhadap perlindungan konsumen.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit

 

(Baca Juga: Inilah Aturan Penggunaan Pajak Rokok untuk Mendukung BPJS Kesehatan)

 

Perpres ini diterbitkan sebagai jalan keluar untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan. Jika ditotal, prediksi defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada tahun 2018, termasuk di dalamnya pengalihan (carry over) defisit dari 2017, mencapai Rp10,98 triliun.

 

Rencananya, penerimaan BPJS Kesehatan dari pajak rokok diperkirakan mencapai Rp5,51 triliun atau setara 75 persen dari 50 persen pajak rokok yang diterima daerah. Selama ini, pemanfaatan pajak rokok minimal 50 persen untuk mendanai pelayanan kesehatan dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang di daerah.

 

Presiden Jokowi menyebutkan bahwa Perpres mengenai penggunaan cukai rokok untuk menutup defisit BPJS Kesehatan merupakan amanat Undang-Undang, yakni UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD). Pasal 31 UU PDRD menyebutkan pungutan atas pajak rokok dialokasikan (earmarked) paling sedikit sebesar 50% dan digunakan untuk mendanai program/kesehatan.

 

Lebih jauh, Tulus mengatakan pembatalan kenaikan cukai bukti bahwa pemerintah bertindak abai terhadap perlindungan konsumen. Sebab cukai adalah instrumen kuat untuk melindungi konsumen, agar tidak semakin terjerumus oleh bahaya rokok, baik bagi kesehatan tubuhnya bahkan kesehatan finansialnya.

 

“Pembatalan ini pada akhirnya hanya dijadikan kepentingan politik jangka pendek (pilpres), pemerintah telah mengorbankan kepentingan perlindungan konsumen dan kesehatan publik demi kepentingan jangka pendek,” ucapnya.

 

Sebelumnya, Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) meminta pemerintah untuk tidak gegabah dalam memutuskan tarif cukai rokok tahun 2019 agar jangan sampai melebihi 10 persen untuk mengamankan industri hasil tembakau (IHT).

 

"Ini harus dicatat, beberapa tahun ini industri ini tidak ada perkembangan, bahkan menurun. Menaikkan tarif cukai misalnya di atas 10 persen bisa menjadi kegaduhan di dalam industri," kata Ketua Gaprindo Muhaimin Moefti, dalam keterangan yang Antara beberapa waktu lalu.

Tags:

Berita Terkait