Constant M Ponggawa:
Trust, Respect dan Keterbukaan Kunci Soliditas Lawfirm
Berita

Constant M Ponggawa:
Trust, Respect dan Keterbukaan Kunci Soliditas Lawfirm

Menerapkan nilai-nilai tidak bisa lewat omongan, tapi contoh, keteladanan

RZK
Bacaan 2 Menit
Pendiri sekaligus Managing Partner HPRP, Constant M Ponggawa. Foto: RES
Pendiri sekaligus Managing Partner HPRP, Constant M Ponggawa. Foto: RES

Bisnis firma hukum atau lawfirm merupakan sektor bisnis yang berkembang pesat pasca bergulirnya era reformasi. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan jasa hukum, lawfirm-lawfirm baru pun bermunculan. Namun, di antara yang baru-baru, lawfirm-lawfirm lama juga terus menunjukkan eksistensinya.

Salah satunya adalah Hanafiah Ponggawa and Partners (HPRP). Berdiri sejak tahun 1990, HPRP kini memasuki usianya yang ke-25. Maret 2015 lalu, HPRP merayakan ulang tahunnya dengan mengajak seluruh karyawan plesiran ke Hong Kong. Di tengah persaingan bisnis lawfirm yang begitu pesat, bertahan hingga 25 tahun tentunya menjadi prestasi tersendiri yang membutuhkan strategi dan kiat tertentu.

Ditemui di kantornya di bilangan Sudirman, Jakarta Selatan, Pendiri sekaligus Managing Partner HPRP, Constant M Ponggawa memaparkan ‘rahasia’ di balik soliditas HPRP. Berikut ini petikan wawancaranya:

Bagaimana sejarahnya HPRP terbentuk?
Kita sebenarnya bermula dari persahabatan di kantor lama, di LGS (Lubis Ganie Surowidjojo). Kita ngobrol-ngobrol dan sepakat bikin firma tahun 1990. Tahun itu, investasi asing lagi getol-getolnya. Banyak kerjaan investasi asing dan banyak turunannya. Hukum, perbankan, semuanya berhubungan dengan investasi masuk.

Apa kiat-kiat yang menjadikan HPRP dapat terus eksis hingga 25 tahun?
Yang paling utama di antara kita ada trust (kepercayaan, red) dan keterbukaan. Jadi, utamanya di antara partner equity harus ada trust dulu di antara kami yang kita sudah bangun bersama-sama. Kemudian keterbukaan ke partner dan associate juga.

Yang membuat uang di kantor ini bukan equity partner, bukan partner, bukan associate saja tetapi sampai ke messanger, karena mereka mempunyai peranan. Kita merupakan satu kesatuan yang masing-masing mempunyai kontribusi di dalam keuntungan. Nggak ada treatment (perlakuan) khusus bahwa partner adalah yang bikin banyak duit, kita semua sama sesuai profesionalnya.

Kemudian, ada hubungan yang bukan hanya di dalam kantor bukan bisnis aja, tapi juga punya hubungan teman dan keluarga. Istri kita saling mengenal saling berhubungan juga, sehingga mendukung hubungan kita dalam kantor.

Bagaimana membentukan kesepahaman di antara para equity partner?
Pertama trust. Tapi untuk membangun trust sama respect membutuhkan waktu. Jadi, lima tahun pertama, saya sama Pak Hanafiah (al Hakim Hanafiah, pendiri dan partner HPRP, red) kebanyakan berantem. Berantem tapi dalam satu kamar. Dalam arti kita berdebat tidak ketahuan sama orang luar. Tapi justru dalam lima tahun usia paling berharga di antara kita gimana kita berkenalan, kita saling tahu, belajar. Setelah itu, ya udah benar-benar jalanin normal aja. Waktu mereka (orang-orang baru, red) gabung, mereka langsung ikut prosedur kami. Trust dan respect ini betul- betul cocok dari kita. Itu yang kita tanamankan semua sampai ke bawah.

Bagaimana para pimpinan di HPRP menerapkan nilai-nilai trust, respect, dan keterbukaan ke jajaran karyawan lain di bawah?
Tidak bisa lewat omongan, tapi dengan contoh, keteladanan. Tahun ini, kita ulang tahun ke-25, dalam rangka apresiasi kepada kantor, ramai-ramai ke Hong Kong. Kita hotelnya sama, pesawatnya sama, pergi ke tempat-tempatnya sama, ke restoran bareng. Nggak ada kelas-kelasan. Itu istilahnya, ngewongke (bahasa Jawa, memperlakukan orang sebagai manusia, red).

Kegiatan seperti outing itu penting untuk menjaga silaturahmi sesama kita, apalagi dengan bertambah besarnya kantor kita sekarang. Kalau 20-30 lawyer kita mudah ketemu, tapi kalau sudah 80 lawyer sulit. Semakin besar lawfirm semakin dibutuhkan acara seperti outing.

Banyak lawfirm besar di Indonesia memutuskan untuk bekerja sama dengan lawfirm asing, bagaimana dengan HPRP? 
Kita sekarang ada kerjasama dengan RHTLaw Taylor Wessing. Sebetulnya kita sudah lama, tapi baru tahun lalu diresmikan. Kita sudah lama mendapat tawaran lawfirm-lawfirm luar negeri yang paling besar, cuman kita nggak mau. Untuk apa? Kita nggak mau, istilahnya kita cukup menguasai Indonesia, kalau keluar ya sama lawfirm asing. Jadi, kita bebas, mereka juga bebas. Kerjasama regional menurut kita lebih penting, ASEAN daripada luar seperti Eropa dan Amerika.

Kita mau kerjasama dengan pihak lain, kita buat dulu agreement sehingga kita nggak didikte oleh sebuah kebijakan luar. Bentuk kerjasamanya jelas.

25 tahun berdiri, alumni jebolan HPRP tentunya sudah banyak, bagaimana HPRP menjaga relasi dengan para alumni?
Kita ada beberapa lawfirm yang sudah berhasil dari kantor kita, hubungannya baik. Ketika mereka keluar, kita bikin aturan yang jelas, tolong jangan bawa klien.

Tags:

Berita Terkait