Chairijah: Dari Ilmu Kedokteran Melenceng ke Hukum Internasional
Edsus Akhir Tahun 2010:

Chairijah: Dari Ilmu Kedokteran Melenceng ke Hukum Internasional

Berawal dari kesempatan dan penasaran, ia lalu menempuh jurusan ilmu hukum. Mulai dari HKI hingga ke Hukum Laut Internasional.

Fat
Bacaan 2 Menit

 

Belum puas dengan gelar masternya, Chairijah pun memantapkan pendidikannya ke program doktoral. Program ini diambilnya dengan tujuan agar setelah pensiun nanti bisa memanfaatkan ilmunya untuk mengajar di kampus. Salah satu pilihannya adalah dengan mengambil pendidikan S3 di luar negeri. “Kalau modalnya hanya dalam negeri, bisa kalah dengan mahasiswanya,” candanya.

 

Soal pilihan program doktoral, Chairijah mengaku mendapat saran dari Guru Besar Universitas Padjadjaran, Prof. Etty R Agoes. Saat itu Etty menyarankan agar Chairijah berkenalan dengan kolega Etty di Australia yang merupakan salah seorang ahli hukum laut di sana. “Akhirnya saya kuliah lagi S3 di Wollongong University, satu-satunya kampus ada jurusan hukum laut, dan saya lulus doktoral tahun 2003,” tegasnya.

 

Kerja kerasnya selama ini pun membuahkan hasil. Chairijah ditunjuk untuk mengisi jabatan Kepala Divisi Pelayanan Hukum di Kakanwil Kemenkumham Bandung. Ia mengaku, dengan jabatan barunya ini dirinya sangat cocok. Karena di divisi inilah penyuluhan demi penyuluhan untuk mencerdaskan masyarakat mengenai hukum pun dibangun. Selain menjabat sebagai Kadiv, Chairijah juga diminta untuk mengajar di Universitas Langlang Buana dengan konsentrasi hukum internasional.

 

Chairijah berharap penyuluhan mengenai hukum ke desa dapat diperbanyak lagi dengan harapan masyarakat bisa dengan mudah melindungi dirinya sendiri. Karena persoalan-persoalan hukum tak terlepas dari kehidupan seseorang di tiap harinya. Penyuluhan ini diharapkan juga dibarengi dengan pembangunan perangkat hukumnya. “Setiap hari selalu ada hukumnya. Saya berharap ini berkembang dengan selaras perkembangan zaman,” tukasnya.

 

Setelah menjabat sebagai Kadiv Yankum di Bandung, Chairijah ditarik lagi ke Jakarta untuk menjadi Sekretaris Kepala BPHN. Kesempatan tersebut datang pada tahun 2007. Ia mengaku selama menjabat sebagai Kepala BPHN, dirinya mendapatkan pengalaman luas terlebih berkaitan dengan naskah akademis dan Rancangan Undang Undang (RUU). “Saya senang sekali, saya punya pengalaman komparasi studi dengan negara-negara lain, lalu berkaitan dengan naskah akademis, berkaitan dengan RUU, saya enjoy saja kerja. Kemudian saya di sini (Direktur Hukum Internasional, red).”

 

Sebagai Direktur Hukum Internasional, dirinya diwajibkan untuk mengetahui tugas dan fungsinya sehari-hari. Menurut dia, divisi yang dipimpinnya tersebut lebih sering berkutat masalah ekstradisi dan Mutual Legal Asistance (MLA). Sedangkan kasus hukum laut, masih jarang terjadi. Meski begitu, tak menyurutkan tekadnya untuk belajar lebih dalam mengenai tugas dan fungsinya. “Sebagai direktur kan saya nggak bisa memilih pekerjaan, sudah saya pelajari dan (hasilnya) menarik,’ tukasnya.

 

Wanita yang lahir di Jakarta ini berharap divisi yang dipimpinnya bisa setingkat direktorat jenderal. Hal ini mengacu dari beberapa negara yang menjadikan hukum internasional sebagai direktorat khusus untuk menangani masalah ekstradisi dan MLA. Caranya dengan menggabungkan polisi, jaksa dan pengacara dalam satu wadah untuk menangani kasus-kasus ekstradisi dan MLA tersebut. “Sehinggga kalau ada satu masalah langsung selesai di kantor itu saja,” katanya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: