CHA Akui Terima Bingkisan dari Pihak Perkara
Berita

CHA Akui Terima Bingkisan dari Pihak Perkara

Tidak ditolak karena bingkisan itu sudah dibawa jauh dari rumah pihak berperkara.

ASH
Bacaan 2 Menit
CHA Akui Terima Bingkisan dari Pihak Perkara
Hukumonline

Komisi Yudisial (KY) menggelar seleksi wawancara terbuka calon hakim agung (CHA) periode II Tahun 2013. Rabu (11/12) di Gedung KY, Tim Panelis yang terdiri dari tujuh Komisioner KY dan dua mantan Hakim Agung yaitu Parman Soeparman dan Prof Komariah Emong Saparjaja mewawancarai beberapa calon hakim agung.

Salah satu calon hakim agung, Sri Muryanto mengaku pernah menerima bingkisan berupa kelapa, ikan, dan kerang dari pihak berperkara yang menang dalam kasus perdata yang dia tangani. Hal ini terjadi, saat Sri bertugas pertama kali di PN Bau-Bau,Sulawesi Tenggara.    

“Pernah saat menangani perkara perdata, kebetulan pihak yang menang ada yang datang ke rumah membawa ikan, kerang dan kelapa dengan jinjingan,” kata Sri saat menjawab pertanyaan salah satu panelis Imam Anshori Saleh mengenai apakah pernah menerima sesuatu dari pihak yang berperkara.

Dia mengaku tak sanggup karena bingkisan itu sudah dibawa jauh-jauh dari rumah si pemberi. Barang itu diterimanya agar si pemberi tidak marah terhadapnya. “Tadinya, saya mau tolak tetapi tidak enak karena dia sudah bawa bingkisan jauh-jauh. Itupun tidak saya makan semua karena kebetulan saya tidak suka kerang, akhirnya saya bagi-bagikan ke tetangga saya,” kata Sri.  

Hakim Pengadilan Tinggi Yogyakarta ini juga berdalih menerima bingkisan itu karena terpaksa dan menghargai si pemberi. Namun, dirinya mengaku belum pernah sama sekali dan tidak akan menerima uang suap dalam menangani suatu perkara. “Kalau uang saya doyan, tetapi yang resmi. Selama ini pemberian uang (dari pihak berperkara) belum pernah terima dan tidak akan saya terima,” tegas dia.

Disparitas Hukuman
Saat panelis lain, Taufiqurrahman Syahuri menanyakan banyaknya disparitas putusan pengadilan, Sri mengatakan tidak selamanya vonis tinggi yang dijatuhkan terhadap terdakwa selalu bagus. Namun, yang terpenting adalah prinsip keadilan harus selalu diterapkan.

“Memang disparitas putusan tidak bisa dihilangkan karena setiap kasus tidak bisa disamakan, semuanya (bobot) harus dilihat kasus per kasus dan memiliki rasa keadilan masing-masing,” lanjutnya. 

Calon lainnya, Irama Chandra Ilja menilai vonis tinggi yang belakangan diterapkan pengadilan terhadap koruptor perlu terus diberlakukan agar bisa menjadi efek jera. “Untuk membuat koruptor jera hukuman tinggi itu perlu. Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor, negara memiliki kerangka normatif antisipasif untuk membuat jera, termasuk memiskinkan koruptor. Itu senjata ampuh berantas koruptor,” kata Irama.

Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Palangkaraya ini menilai vonis Angelina Sondakh (12 tahun penjara) dan Luthfi Hasan Ishaq (16 tahun penjara) dan lain sebagainya perlu dilanjutkan. “Putusan Pak Artidjo dalam kasus korupsi yang menggemparkan itu (putusan Angelina) harus dicontoh. Supaya nanti setidaknya hakim agung lain malulah kalau tidak mengikuti.”

Terkait masih adanya disparitas hukuman terhadap para koruptor, Irama mengingatkan sepatutnya setiap hukuman yang diberikan terhadap koruptor tetap tidak melupakan asas keadilan. “Bagaimanapun, vonis terhadap koruptor tetap mengedepankan keadilan,” ujarnya.

Saat Komisioner KY Imam Anshori motivasi menjadi Hakim Agung, Irama menjawab bukan gaji yang dia cari. “Orientasi saya bukan gaji, tetapi jabatan hakim agung sebagai karier puncak seorang hakim. Saya kira itu yang menjadi tujuan hakim menjadi hakim agung,” tandasnya.

Dia mengaku saat ini gajinya sekitar Rp42 juta per bulan yang diterima sejak Februari 2013. Jumlah tersebut tentu masih di atas gaji hakim agung yang hanya berkisar Rp 40 jutaan.

Selain Sri dan Irama, Tim Panelis mewawancarai dua CHA lain pada hari ini. Mereka adalah Hakim Tinggi PT Makassar, Suhardjono dan Kasubdit Binpuankum Ditkumad TNI AD, Tiarsen Buaton. Sementara, pada Selasa (12/12) besok, Panelis akan mewancarai empat CHA lain yakni Ahmad Muliadi (Dosen Universitas Jayabaya), Maria Anna Samiyati (Wakil KPT Palu), Sunarto (Inspektur Wilayah II/Hakim Tinggi Pengawas), dan Cicut Sutiarso (KPT Semarang).

Sebelumnya, delapan CHA itu dinyatakan lulus dari tahapan tes kesehatan, rekam jejak dan profile assessment yang diikuti 24 CHA. KY sendiri berencana hanya akan menyerahkan enam CHA ke DPR. Padahal, MA sendiri membutuhkan enam hakim agung baru untuk menggantikan tiga hakim agung yang pensiun dan kekurangan seleksi sebelumnya.

Tags:

Berita Terkait